Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cinta di Kamar Sebelah
Suka
Favorit
Bagikan
8. Chapter 8: Anak Seorang Perempuan

25. INT. KAMAR KOS RISYA - SORE

Risya yang sedang membaca tiba-tiba pintu kamar kosnya diketuk oleh seseorang. Saat ia membuka pintu, tampaklah seraut wajah sahabatnya, Laura. Dengan baju terusan, terlihat perutnya mulai membesar. Laura terus memegangi perutnya itu.

Risya memeluknya.


RISYA
Kamu sehat?

LAURA
Ya, terima kasih. Aku kepingin nginep lagi di sini.

RISYA
Kamu mau nginep berapa hari juga nggak masalah. Nanti aku tinggal bilang sama ibu kos.

LAURA
Makasih, Sya.

Laura duduk di kursi belajarnya Risya. Namun, Risya segera menyuruhnya duduk dan beristirahat di ranjangnya. Risya lalu menggoda Laura yang perutnya mulai membesar, membelai-belai perutnya.


RISYA
Duh ibu hamil ini jalan-jalan terus, ya. Aku nggak sabar deh, pengin lihat bayinya. (beat)
Kamu sudah ada nama?

LAURA
Nggak tahu.


RISYA
Bayinya menendang!

Laura dan Risya terkekeh bersama.


RISYA (CONT'D)
Kalau, suamimu itu... Maksudnya calon suamimu itu, Aldo. Bagaiamana?

Risya tampak bernada murung


LAURA
Aku nggak akan membiarkan dia memberikan namanya. Meskipun ini darah-dagingnya.

RISYA
(mengangguk) Ya, aku setuju.

Risya masih duduk di bawah ranjang, di bawah Laura. Ia sedikit termenung.


LAURA
Dia telah menjebakku. Dia dan ibunya... Aku nggak akan memaafkannya.

RISYA
Kamu harus mengungkapkan semuanya. Jangan takut, Laura. Ada aku. Aku bisa menemanimu membicarakan masalah ini sama orangtuamu.

LAURA
Aku nggak mau merepotkanmu, Sya. Aku sekarang sedang menunggu waktu yang tepat (beat)
Mereka terlihat bahagia sekali, dan aku nggak tega merusak kebahagiaan mereka. (beat)
Rasanya aku benar-benar ingin kabur.

RISYA
Cepat atau lambat, mereka pasti akan tahu kamu hamil anak Aldo, karena lelaki brengsek itu...

LAURA
Ya (wajahnya murung).

RISYA
Eh, aku ada kue tart cokelat kesukaan kamu. Tadi siang aku dikasi saudaranya ibu kos.

LAURA
(tersenyum) Eh, saudaranya naksir kamu tuh.


Risya tersipu malu. Risya meminta Laura menunggu sebentar di kamarnya. Laura mengangguk. Ketika Risya menutup pintu kamarnya, Laura merebahkan tubuhnya di atas ranjang sahabatnya. Ia membelai-belai ranjang tersebut. Air matanya kemudian mengalir, dan dibiarkan saja.

Beat.

Pintu kamar Risya tak lama terbuka. Laura masih merebahkan diri.


RISYA
Nah, Ra. Nih. Sepertinya memang alam mengisyaratkan kamu datang. Supaya kamu bisa makan makanan kesukaanmu. (terkekeh)

Laura bangun dan masih duduk di ranjangnya. Ketika Laura hendak pindah ke kursi belajarnya lagi, Risya menyuruhnya tetap di ranjangnya.


RISYA (CONT'D)
Udah, di situ aja. Kamu mau ke mana? Aku juga biasanya makan di atas kasur, kok. (ketawa)


Laura pun terkekeh.

Sebentar, Risya melihat Laura menyeka kedua matanya yang agak sembab. Risya curiga sahabatnya baru saja menangis, tapi ia biarkan saja.


RISYA (CONT'D)
Nih, sendoknya.

LAURA
Sendoknya kamu gigitin, ya. Sampai bengkok begini.

RISYA
Nggak tahu, nih. Mungkin kerjaan anaknya ibu kos (terkekeh)

Laura mulai memakan kue tart itu.


LAURA
Dulu, waktu mamaku belum sesibuk sekarang, dia sering membuatkanku kue setiap akhir pekan. Tapi, sejak dia ikut-ikutan mengurus bisnis papaku...

Laura tak melanjutkan kalimatnya, setelah mengunyah kue cokelat kesukaannya.


RISYA
Di rumah kamu cuma ada si Mbak itu, sekarang?

LAURA
(tersenyum+terkekeh)Iya. Cuma si Mbak-Mbak itu yang menemaniku. Dan kelihatannya mereka tahu aku hamil, cuma nggak berani ngomong aja. Dan kalau sudah semakin membesar, aku ingin mencari kosan baru. Supaya mama dan papa nggak terlalu curiga. (beat)
Sya. Aku benar-benar ingin kabur dari rumah, dari Aldo. Selama di rumah, lelaki yang dulu kuanggap teman itu sekarang serasa jadi setan. Terus menerorku kapanpun dan di manapun. Sebentar-bentar minta di telepon atau tanya macem-macem. Aku tahu maksudnya dia ingin menghiburku seperti saat kami dulu masih akrab. Tapi sekarang situasinya beda.

RISYA
Kamu mau kabur ke mana, Ra?

LAURA
(tersenyum) Aku juga nggak tahu. Pokoknya pingin kabur aja. Ya, aku tahu, kesannya kayak lari dari masalah. Tapi, aku merasa sudah capek, Sya.

RISYA
Tapi, Aldo akan bertanggungjawab, kan?

LAURA
Justru itu memang rencananya dan ibunya. Dia terus menerorku. Terutama Tante Wilda. Di setiap akhir pesan atau telepon, dia selalu bilang, kamu sudah kasi tahu papamu atau mamamu? Mereka tidak curiga? Gitu... Kayak orang ketakutan. Aku nggak tahu apa jadinya kalau aku menggugurkan kandungan ini... Yang jelas, aku sama sekali nggak mau lelaki itu bertanggungjawab dengan mengawiniku. Aku nggak mau... Nggak bisa kubayangkan kehidupan perkawinanku.

RISYA
Ya, karena semuanya berawal dari hal yang buruk.

LAURA
(mengangguk)Kalau dia bukan temanku, yang terus dikendalikan ibunya. Kalau ibunya tidak mengancamku. Nggak sudi aku melihat wajahnya. Apalagi kawin!

RISYA
Dan ibunya mengancammu agar kamu memertahankan kandungan demi pernikahan rekayasa ibunya. Benar-benar keterlaluan. Hanya demi uang dan kekayaan, mereka...

LAURA
Ya. Suatu kali, ah nggak, mungkin sekitar tiga kali dia telepon. Terus bilang dengan nada yang nggak pernah dia tunjukkan kepadaku di depan Aldo, maupun teman-temanku yang lain. Cuman sama aku. Dia bilang begini: tante bisa mengetahui kamu, kalau kamu mau mengaborsi. Tante sarankan, kamu cepat beritahu soal kehamilanmu ini sama papamu atau mamamu, katanya begitu dengan nada ketus. Seolah nggak peduli, dan memang kupikir orang ini nggak punya empati... Aku sampai merinding mendengarnya, Sya. Detik itu juga, aku ketakutan. Nggak bisa tidur. Aku terus mimpi buruk sejak itu. Mungkin sampai sekarang.

Laura masih memakan tartnya sesekali. Air matanya tiba-tiba berlinangan begitu saja. Dan Risya membiarkan sahabatnya menangis, melepas rasa sesaknya selama ini. 


LAURA (CONT'D)
Di sisi lain. Aku masih merindukan mantanku, Sya... Aku nggak tahu bagaiamana bisa menjelaskan hal ini lagi. Tapi, aku merasa sangat bersalah kepadanya. Merasa... Merasa, kotor. (menangis) Dia sangat membenciku.


Risya segera mendekat dan memeluk sahabatnya.


RISYA
Kamu nggak salah. Mantanmu cuma harus meredamkan emosinya supaya bisa mendengar penjelasanmu yang paling jujur.
(Beat)
Yang harus disalahkan dari ini semua adalah Aldo dan ibunya. Kamu harus berani menuntutnya.

Sembari masih dipeluk sahabatnya, Laura menyeka air matanya. Ia merasa hangat dan senang masih memiliki sahabat yang bisa mengerti dirinya.


LAURA
Ya, kamu benar, Sya. Aku harus cari cara agar aku bisa menghentikan mereka. Aku harus menuntut mereka.

RISYA
Ya... Terus bagaimana dengan kandunganmu yang baru tiga atau empat bulan ini? Kamu mau aborsi kalau benar nanti pergi dari sini?


Risya menatap Laura cemas.


LAURA
Nggak! Tapi, aku juga nggak akan menganggap dia anak Aldo.

RISYA
Jadi?

LAURA
Ini adalah anakku! Aku yang akan merawatnya, sampai kapanpun. Ini adalah anak seorang perempuan.


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar