Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cinta di Kamar Sebelah
Suka
Favorit
Bagikan
5. Chapter 5: Beban Tersimpan Laura

FADE IN:


ESTABLISH:

Penampakan rumah indekos Erlina tatkala malam hingga pagi.

DISSOLVE TO:


ESTABLISH:

Penampakan gedung perkuliahan tatkala pagi.

CUT TO:


16. INT. DALAM KELAS - PAGI

Dimas mendengarkan dosen menjelaskan tentang sebuah materi Ilmu Komunikasi. Namun, ia merasa mengantuk. Beberapa kali ia harus mengembalikan konsentrasinya.

Lusi, sahabatnya, yang duduk di jajaran paling belakang memperhatikan Dimas yang mengantuk. Ia kemudian pindah posisi duduk, tepat di belakang Dimas, namun Dimas belum menyadarinya.

Dimas semakin mengantuk. Melalui ekor matanya, Dimas melihat sesuatu yang aneh. Ia merasa, bangku di sebelahnya yang sejak tadi kosong kini ada yang mendudukinya. Tapi, orang itu tidak mengenakan pakaian yang lazim digunakan oleh mahasiswa atau mahasiswi.

Dalam keadaan mengantuk itu, Dimas seperti melihat seorang perempuan berambut panjang duduk di kursi tersebut, mengenakan gaun tidur terusan panjang. Perempuan itu menunduk saja. Tangannya terlihat terus memegangi perutnya.

Semakin lama, rasa kantuk Dimas semakin tak tertahankan.

Dimas sesekali melihat darah menggenang di kakinya. Ia baru tersadar saat Lusi menjawilnya.


LUSI
Dim, Dimas (berbisik)


Kepala Dimas masih terantuk-antuk menahan kantuk.


LUSI (CONT'D)
Dim... Dosen ngelihat lu.


Dosen berdeham. Dimas segera tersadar dan menoleh ke sampingnya. Tak ada perempuan di kursi kosong itu. Ketika ia menoleh ke belakang, Lusi menunjuk dosen yang tampak kesal melihat Dimas hampir tertidur pulas.


DIMAS
Kenapa Lus? (bisik)

LUSI
Dosen ngelirik lu terus dari tadi. Kenapa lu? Kurang tidur? (masih berbisik)

DIMAS
(menggeleng)

Tatapan Dimas kembali ke buku perkuliahannya. Ia merasakan kepalanya begitu sakit dan berat sekali. Ia pun berusaha tak tertidur.

Setelah jam dinding kelas menunjukkan tanda berakhirnya jam kuliah (setelah perkuliahan berjalan selama satu jam), perkuliahan hari itu pun berakhir: dosen telah merapikan bukunya, lalu pergi dari kelas dengan wajah yang judes.

Dimas tampak memegangi kepalanya yang terasa pusing.


LUSI
Dim, lu sakit lagi?

DIMAS
Ah, enggak... Nggak apa-apa gue.

LUSI
Nggak. Muka lu pucet. Mending lu istirahat hari ini gak usah kerja.

DIMAS
Nggak Lusi. Gue nggak apa-apa. (tersenyum kecut)


Lusi kemudian diajak mengobrol oleh beberapa kawannya ketika mereka mengajaknya bicara. Sembari itu perempuan itu melihat Dimas mulai membereskan buku ke dalam tas. Masih memegangi kepalanya.

Lusi tampak ingin menyudahi pembicaraan dengan kawannya karena ia ingin segera mengobrol dengan Dimas. Tapi, ketika ia sudah menoleh ke arah bangku lelaki itu, Dimas sudah keluar kelas.


17. EXT. SELASAR KELAS - SELANJUTNYA

Dimas tampak berjalan tergesa-gesa serta gelisah. Ia tak memedulikan beberapa kawannya yang memintanya untuk nongkrong di dekat selasar.

INTERCUT


17A. INT. KELAS - SELANJUTNYA

Lusi masih juga diajak mengobrol oleh kawan-kawannya, (empat perempuan) berencana mengajaknya menonton konser Efek Rumah Kaca. Diam-diam, ia pun mulai cemas dengan Dimas.

INTERCUT


17B. EXT. SELASAR - SELANJUTNYA

Dimas berjalan semakin jauh. Ia telah melalui lorong gedung menuju pintu keluar gedung fakultas dengan kegelisahan yang tak mereda.

INTERCUT


17C. INT/EXT. KELAS DAN SELASAR KELAS - SELANJUTNYA

Lusi memutuskan untuk keluar dari obrolan kawan-kawannya. Ia keluar kelas dan mencari Dimas di selasar. Lusi celingukan. 

Ia sama sekali tak peduli ketika beberapa mahasiswa memintanya untuk nongkrong dengan mereka. Namun, sebelum pergi dari mereka, Lusi bermaksud menanyakan keberadaan Dimas terlebih dahulu.


LUSI
Lu lihat Dimas?

TEMAN (MAHASISWA)
Ke sono. Tadi dia kelihatan buru-buru. Mungkin kebelet boker kali!

Lelaki itu dan teman-temannya tertawa bersama. Sementara ekspresi Lusi berubah cemberut dan memasang jari tengah ke arah teman-teman mahasiswanya. Ia memutuskan untuk mencarinya seorang diri. Tapi, Dimas tak terlihat lagi.

Lusi setengah lari di selasar.

Ketika Lusi akan melalui lorong gedung pun, ia sama sekali tak melihat Dimas.

Lusi hanya celingukan di sana. Napasnya sedikit terengah-engah.

FADE OUT

FADE IN:


ESTABLISH:

Rumah Indekos putri saat malam. (bukan rumah indekos Erlina)


18. INT. KAMAR KOS RISYA - MALAM

Malam itu gerimis. Angin cukup kencang mendesaukan pepohonan. Risya duduk di kursi belajarnya, mengejarkan tugas kuliah.

Pintu kamar kos Risya diketuk oleh seorang perempuan. Risya lantas membukakan pintu. Ia segera melihat sahabat,

sekaligus tetangga di indekos lamanya tampak menggigil kedinginan di luar.


RISYA
Laura?!

LAURA
Risya... Aku kedinginan.

RISYA
Ya, ampun, Laura! Masuk, masuk. Ayo. Kamu kebasahan.

Sambil menyuruh Laura masuk dan menutup pintu, Risya tampak tergesa mengambil sebuah handuk untuk mengeringkan tubuh sahabatnya.

Laura langsung duduk di kursi belajar, yang semula diduduki oleh Risya.


RISYA (CONT'D)
Aku buatkan teh panas, ya?

LAURA
Nggak usah repot-repot, Sya. Aku nggak lama, kok.

RISYA
Udah sekarang kamu jangan banyak menolak. Pokoknya aku akan buatin teh panas... Nggak pakai gula, kan?

LAURA
(mengangguk)


Risya keluar sebentar dari kamarnya untuk membuat teh. Laura duduk bercangkung di atas kursi. Ia memeluk kedua kakinya sambil terus menggigil. Giginya bergemeletukan. Rambutnya basah. Semuanya basah kuyup.

INTERCUT


18A. INT. DAPUR INDEKOS - SELANJUTNYA

Risya tampak telaten membuatkan minuman untuk Laura. Ia menyiapkan air panas, lalu memasukkan teh ke dalam gelas. Setelah itu, Risya kembali ke kamarnya.


18B. INT. KAMAR RISYA - SELANJUTNYA

Ketika Risya sudah berada di dalam kamarnya lagi, Laura masih duduk menggigil. Risya segera memberikan gelas teh panasnya kepada Laura.


RISYA
Hati-hati, panas.

LAURA
Makasih, Risya... Fuh, fuh, fuh (meniup air teh dalam gelas)


Risya duduk di atas ranjangnya. Ia tersenyum simpati melihat gigil pada tubuh Laura sedikit mereda, meski kecemasannya belumlah reda. Laura pun tersenyum kepadanya.

(Beat)


RISYA
Kenapa, Laura? Sahabatmu yang bernama Aldo itu mengganggumu lagi?

LAURA
Kamu tahu masalahnya...

RISYA
Memang kurang ajar dia. Denger, dia bukan sahabatmu lagi, Ra. Kalau sahabat nggak mungkin tega melakukan hal seperti itu. Kamu udah cerita sama orangtua kamu?

LAURA
(menggeleng)Aku takut, Risya. Ini bukan kemauanku, tapi aku nggak bisa menggugurkan apa yang sudah menjadi bakal bayi dalam perutku. Meski... ada keinginan melakukannya (air matanya berlinang)
Aku takut, Sya...

Air mata Laura semakin banyak keluar. Risya lantas menghambur ke tubuh Laura yang masih basah: ia tak peduli. Ia terus menenangkan sahabatnya.


RISYA
Kita harus bilang masalah ini ke kedua orangtuamu. Bila perlu lapor polisi.

LAURA
Mereka nggak akan percaya dengan mudah, Sya!... Dan lagi, setelah tahu aku hamil, Aldo semakin terus berusaha memilikiku. Terutama ibunya, Tante Wilda... Masalahnya jadi runyam, karena perempuan itu sahabat ayahku.

RISYA
Kamu harusnya udah tahu, kan? Tante Wilda itu terus mempengaruhi Aldo, yang udah suka sama kamu sejak dulu. Sekarang dia mengambil kesempatan dari masalah ini, dengan mempengaruhi ayahmu. (beat)
Laura, ini nggak adil buatmu. Kamu harus menuntut mereka.

LAURA
(menangis) Aku nggak tahu harus bagaimana... Aku malu sama kedua orangtuaku.

RISYA
Kamu harus membiarkan orangtuamu tahu tentang niat Aldo dan ibunya itu.
(beat)
Mereka sudah memperkosa kamu! manfaatin kamu, Laura!

LAURA
Aku tahu... Tapi aku takut... Padahal dulu aku sangat percaya sama Aldo... Aku bener-bener nggak percaya dia sampai memperlakukanku selicik itu... ibunya juga ngancem kalau aku menuntut mereka, mereka akan menuntutku balik, dan bilang aku berbohong...

RISYA
Laura... 

LAURA
Aku malu... Malu sama pacarku. Sekarang dia mantanku lebih tepatnya.

RISYA
Dia tahu?...

LAURA
Dia marah banget ketika tahu aku hamil.

RISYA
Dia tahu, yang menghamilimu sahabatnya sendiri?

LAURA
(menggeleng) Belum... Aku takut...

RISYA
Kamu harus memberitahunya. Ini nggak adil buatmu. Bukan kamu yang salah, Ra.

LAURA
Aku masih cinta dia, Sya... (menangis)

Risya memeluk Laura tambah erat. Ia mencium kepala Laura yang masih basah.

CUT TO:





Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar