Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cinta di Kamar Sebelah
Suka
Favorit
Bagikan
11. Chapter 11: Nama Untuk Bayi

38. INT. RUANG PEGAWAI MINI MARKET - SORE


DIMAS
Euis salah satu pembantunya cerita kalau dia hanya punya anak laki-laki.

RUDI
Termasuk keponakannya? Mungkin saja yang lainnya? Seperti adik ipar atau bahkan adiknya.

DIMAS
(menggeleng)Nggak ada. Udah gue bilang, kalaupun iya, nggak mungkin saudaranya disuruh tidur di kamar yang kotor dan rusak begitu. Lagipula, rumah utama Erlina besar. Pasti ada banyak kamar di dalam.

LUSI
(mengangguk-angguk)


CUT TO:


FLASHBACK

39. EXT. SELASAR RUMAH UTAMA ERLINA - PAGI

Angin menghembus cukup keras. Dimas belum menghabiskan sarapannya. Ia makan dengan lambat, mendengarkan Euis akan menceritakan kamar itu secara sekilas.


EUIS
...di kamar itu, pernah terjadi pembunuhan.


Pandangan Euis begitu intens menatap Dimas. Membuat Dimas menjadi canggung dan segera mengalihkan kedua matanya dari perempuan itu.


EUIS (CONT.D)
Pembunuhan yang cukup keji menurut Euis. (setengah berbisik)

DIMAS
Pembunuhan?

EUIS
Ya. Seorang penyewa kamar, perempuan mati ditembak. Dan kata polisi perempuan itu sedang hamil.

DIMAS
Saya, kadang memang mendengar suara tangisan bayi.

EUIS
Saya nggak mau menduga-duga, Kang. Apakah perempuan yang Kang Dimas lihat adalah perempuan yang sama. Tapi, cerita yang Kang Dimas ceritakan ini memang bukan yang pertama kalinya. Sebelumnya ada juga yang punya pengalaman seperti Kang Dimas.

Euis kemudian berdiri dari duduknya sembari mengebas-ngebas roknya. Ia tersenyum kepada Dimas yang masih belum juga menghabiskan sarapannya. 

Euis meninggalkan Dimas di selasar. Dan Dimas masih terus memandangnya, sampai sosok Euis menghilang dalam dapur.

Saat Dimas menengok ke arah jendela kamar yang ada di situ, Dimas terkejut ketika seraut wajah Erlina mengintipnya sebentar, melalui gorden yang disingkap.

Dimas kemudian menatap nasi gorengnya yang tinggal sedikit. Nafsu makannya mendadak hilang.

BACK TO:


40. INT. RUANG PEGAWAI MINI MARKET - SORE


Rudi tampak baru saja mengambil camilan dari lokernya, kemudian membuka dan memakan snack tersebut untuk teman ngobrolnya. Ia pun tampak menawari Dimas dan Lusi.


RUDI
Kalau begitu keadaannya, lebih baik lu cari indekos baru. Daripada lu lebih stres di situ. Ingat, Dim. Lu juga harus pikirkan kesehatan lu.

LUSI
(mengangguk)

DIMAS
Ya. Mungkin itu cara yang terbaik. Masalahnya, gue udah nggak punya cadangan tabungan buat menyewa kamar lainnya. Itu yang terakhir. Lu semua tahu sendiri, sebelumnya udah lima kali gue pindah indekos.

RUDI
Pinjam aja duit gue, gampang.

LUSI
Jangan, nanti pakai bunga. Lu kayak nggak tahu aja si Rudi. Diem-diem dia punya bisnis rentenir.

RUDI
(nyengir) Bunga, Iya, bunga bangke! Lu sok tahu banget. Udah ah, gue kerja dulu. Tapi, kalau mau gue pasti kasih keringan.

LUSI
Tai!

Lusi langsung sewot.

Dimas tertawa kecut.

Rudi keluar dari ruang pegawai setelah kawan yang sebelumnya mengajaknya mengobrol memanggilnya dengan simbol tangan. Ia lantas melempar snack itu kepada Lusi.


LUSI (CONT'D)
Jadi, gimana?

DIMAS
Gue bakal tetap ada di sana kayaknya. Gue masih mikirin uangnya.

LUSI
(mengangguk)

Wajah Lusi tampak menatap sahabatnya itu penuh ragu.

CUT TO:


40A. INT. MINI MARKET - MALAM

Dimas kembali bekerja di meja kasir. Antrean pembeli cukup panjang. Ia tampak bersabar melayani mereka semua.

Namun, saat Dimas sedang melayani antrean ia seperti melihat perempuan yang selama ini ditakutinya. Perempuan berambut panjang dan gaun tidur; berdiri di barisan paling belakang. 

Dimas mulai terlihat cemas.


DIMAS
Rud! Rud!


Ia memanggil Rudi yang sedang berada di dalam ruang penyimpanan. Rudi seketika melongok ke arah Dimas dan segera menghampirinya.


RUDI
Apaan?! (setengah berbisik)

DIMAS
Ganttin gue.

Rudi melihat wajah Dimas tampak sangat cemas. Ia mau tak mau mengikuti perintah kawannya itu.


DIMAS (CONT'D)
Gue agak pusing. (pelan)

RUDI
Kepala lu sakit lagi?

DIMAS
(mengangguk)

Dimas kemudian keluar dari meja kasir. Ia memegang dadanya, merasakan jantungnya yang berdegup cepat. Ia berjalan di antara rak-rak mini market sambil melihat barisan antrean pembeli yang cukup panjang.

Jantungnya semakin berpacu ketika langkahnya hampir sampai di ujung antrean. Perempuan berambut panjang serta bergaun putih itu masih ia lihat sedikit di barisan paling belakang.

Namun, saat Dimas telah berjalan sampai ujung barisan, perempuan yang ia lihat rupanya salah satu pembeli yang mengenakan gaun tidur. Dimas cukup lega, setelah melihat perempuan berambut panjang--yang sejak tadi ternyata bermain ponsel pintar--kini mengikat rambutnya.

Dimas mengangguk sopan kepada perempuan itu.

Ia kemudian melihat Lusi sedang merokok di luar mini market.


40B. EXT. TERAS MINI MARKET - SELANJUTNYA

Dimas keluar dari mini market dan menemukan Lusi, yang sedang berpangku tangan, sambil tetap menikmati sebatang rokoknya.

Keadaan gerimis.

Dimas kemudian mengambil posisi berjarak dari Lusi. Mereka sama-sama bersender pada pilar.


LUSI
Gimana? Lu udah memikirkannya?

DIMAS
Akan terus gue pikirin.

LUSI
Ya, maksudnya, jangan terus-terusan juga, bisa-bisa kepala lu sakit lagi.(tersenyum)

DIMAS
(terkekeh)Ya, makasih.

LUSI
Mau? (menawarkan rokok)

Dimas yang tampak ragu, akhirnya mengambil satu batang. Lusi memantikkan apinya pada rokok yang diminta Dimas.

Mereka pun merokok bersama di depan mini market.


LUSI (CONT'D)
Dimas.

DIMAS
Ya?

LUSI
Gue hampir lupa.

DIMAS
Apa?

LUSI
Ada laki-laki yang nyariin lu sejak kemarin.

DIMAS
Siapa?

Lusi hanya mengangkat kedua pundaknya. Tapi, sebentar Lusi melihat Dimas dengan tatapan prihatin.


LUSI
Gue saranin lu nggak usah ketemu dia?

DIMAS
Kenapa? Apa dia orang yang gue kenal.
(beat) Lu tahu, setelah gue kena amnesia, gue melupakan beberapa orang. Untung lu nggak gue lupain. (tertawa)

LUSI
(tersenyum sinis)Kalo lu sampai lupain gue, gue hajar! (mengembuskan asap rokok)

DIMAS
(terkekeh)

CUT TO:



41. INT. KAMAR KOS RISYA - SELANJUTNYA

Laura tampak rebahan bersama Risya. Laura melihat kuku-kuku jemarinya, sementara Risya sedang membaca novel Haruki Murakami "NORWEGIAN WOOD".


LAURA
Kamu ada saran?

RISYA
Apa?

Risya melirik Laura sesaat. Ia tampak asyik membolak-balikkan halaman novel sastra Jepang itu.


LAURA
Nama anakku.

Risya yang semula telentang kini mengambil posisi tertelungkup, dan tetap memegang novel tersebut.


RISYA
Kamu serius nanya ke aku?

LAURA
(terkekeh) Memangnya kenapa?

RISYA
Nggak... Aku merasa bukan orang yang tepat.

LAURA
Kamu pikir aku harus tanya ke siapa? Aldo? Mana sudi aku?

RISYA
(beat) (tertawa) Oke, kalau bayinya perempuan, gimana kalau Risa?

LAURA
Kenapa harus Risa?

RISYA
Nggak tahu kepikiran aja.

LAURA
Kalo laki?

RISYA
Jarwo.

Risya dan Laura serentak tertawa bersama.


RISYA (CONT'D)
Kamu nggak ada bayangan sendiri memangnya.

LAURA
Ada. Kalau anaknya laki-laki...

RISYA
Siapa? (tampak penasaran)

LAURA
Dimas.

Risya lantas terdiam sesaat.


LAURA (CONT.D)
Kenapa?

RISYA
Nggak apa-apa.

Mereka kembali melanjutkan tawa-tawa kecil, karena mengingat nama sebelumnya yang terasa lebih lucu.


RISYA (CONT'D)
Aku lebih suka Jarwo.

LAURA
Dasar.


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar