Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cinta di Kamar Sebelah
Suka
Favorit
Bagikan
9. Chapter 9: Suara Bayi

26. INT. MINI MARKET - MALAM

Ketika Dimas sedang memasukkan produk makanan ke dalam rak, ia yang sejak awal kerja selalu terlihat murung dan tak bersemangat menjatuhkan beberapa produk.

Lusi dan Rudi melihat hal itu, mereka saling berpandangan. Lusi yang lebih dulu berjalan cepat ke arah Dimas, karena Dimas kini juga diperhatikan oleh para pembeli.

Lusi membantu Dimas membereskan produk-produk yang berjatuhan itu.


LUSI
Mas... Lu masih sakit?

DIMAS
Hah?

Dimas seperti berpikiran kosong saat memasukkan produk ke rak


LUSI
Lu masih sakit?

DIMAS
Nggak. Nggak gue udah nggak kenapa-napa.


Setelah mereka selesai meletakkan produk ke dalam rak, Dimas dan Lusi melihat manajernya sempat melihat mereka, kemudian kembali ke ruangannya. Lusi melihat Dimas tampak kelelahan.


LUSI
Dimas, sebaiknya lu istirahat di rumah, gih. Kelihatannya lu belum sehat benar. Biar bagian lu nanti gue yang gantiin.

DIMAS
Nggak Lus. Gue nggak apa-apa.

Dimas berjalan melewatinya. Lusi lalu menarik tangannya.


LUSI
Nggak Dimas. Gue nggak lagi bercanda. Dan gue juga serius melihat wajah lu yang sejak tadi murung... Lihat muka lu.

Lusi meminta Dimas bercermin sekilas ke kulkas minuman.


LUSI (CONT'D)
Lihat. Lu pucat! Jangan suka mendem gitu, deh.


Dimas menghembuskan napas, menatap Lusi, kemudian memaksakan senyumnya.


LUSI (CONT'D)
Ayolah, jangan jadi penipu.

DIMAS
Oke, oke... Gue akan pulang.

Dimas meninggalkan Lusi dengan tampang kecut dan seperti tidak suka dengan keputusan Lusi, meski ia tahu itu untuk kebaikannya.


LUSI
Bilang dulu sama manajer!

DIMAS
Iyalah, gila lu! (sambil menggerutu sesaat)

Beberapa pengunjung melihat mereka. Dimas kemudian masuk ruang pegawai dan masuk ke ruang manajerial.


27. INT. DALAM BUS - SELANJUTNYA

Dimas tak dapat tempat duduk di dalam bus mini. Ia berdiri bersama beberapa orang lain yang kebanyakan adalah lelaki. Udara begitu pengap dan sesak. Bau keringat begitu menyengat. Tapi, ia tetap tahan.

Keringat terlihat bercucuran dari keningnya. Dimas merasa terpanggang dalam kendaraan umum. Namun, di sisi lain ia begitu lelah dan ingin segera tidur. 

Sesekali, ia mengangguk-angguk sendiri karena menahan rasa kantuknya.

Ia baru tersadar betul ketika di antara orang-orang yang berdiri di dalam bus, Dimas seperti melihat seorang lelaki berbaju hitam sedang mengawasinya dari depan: berdiri menghadapnya.

Dimas sampai mengucek-kucek matanya, lelaki itu belum juga lenyap.

Sebentar, lelaki bertopeng hitam dan serba berpakaian hitam itu mengayunkan tangannya: sebuah pistol berwarna perak tampak jelas terlihat oleh Dimas. 

Dimas terbelalak.

Namun, tatkala ia mau menegur salah satu penumpang yang berdiri, lelaki berpakaian serba hitam itu menghilang setelah bus berhenti dan dua orang yang duduk di baris depan turun dari bus. Ketika bus berjalan kembali, lelaki itu benar-benar tak terlihat lagi.

Kini, bus terlihat lebih lengang.


28. INT. KAMAR KOS DIMAS - SELANJUTNYA

Dimas masuk ke kamar kos, lalu menyalakan lampu.

Dimas sedang duduk di ranjang melepas sepatu dan kaos kakinya. Ia lalu menarik gordennya. Kejadian beberapa waktu lalu begitu membuatnya trauma.

Ia termenung sesaat, sebelum akhirnya menyaut handuk lalu pergi ke kamar mandi.

Pintu tertutup. Suara air terdengar jelas.


28A. KAMAR KOS DIMAS - SELANJUTNYA

Dimas telah rebahan di atas ranjangnya. Televisi tampak dibiarkan menyala. Kedua matanya mulai terpejam. Remote yang dipegangnya kini renggang dan benda itu menggelinding ke atas kasur.

Suara televisi terdengar sengaja dinyaringkan, agar ia terhindar dari suasana sepi yang dirasanya cukup mencekam.

Namun, mendadak ia mendengar suara bayi sayup-sayup.

Dimas berusaha cuek, tapi suara tangisan bayi itu membesar, sampai hampir menyamai suara televisi.

Dimas terduduk serius. Ketika televisi dimatikan, makin jelaslah suara tangis itu. Suaranya semakin dekat. 

Ia kemudian turun dari ranjangnya, berjalan perlahan menuju gorden. Saat tangannya sudah berada di ujung gorden, suara tangis bayi itu semakin jelas. Dimas melihat jam dindingnya.

Pukul 23:22

Ia merasa heran, dan semakin heran jika Dimas tak menyelidiki asal suara tersebut. Ketika Dimas menarik gordennya kencang. Dimas lantas melihat seorang perempuan berambut panjang sedang menggendong seorang bayi. Perempuan itu membelakanginya, namun sebentar perempuan itu segera menyamping dan hendak menoleh ke arah Dimas.

Dimas segera menarik gordennya cepat. Ia berjalan mundur ke ranjangnya, lalu tersandung dan jatuh.

Suara bayi hilang.


28B. INT. KAMAR KOS DIMAS - SELANJUTNYA

Dimas terbangun dari tidurnya. 

Televisi masih menyala dan suaranya masih terdengar kencang.

Dimas tercenung sesaat, sebelum akhirnya ia menarik selimut dan membiarkan televisinya menyala. 



29. EXT. HALTE - SIANG

Minggu siang cuaca cukup cerah.

Dimas sedang menunggu bus yang akan mengantarnya menuju rumah orangtuanya. Namun, ia merasa ada yang mengikuti. Sejak ia berangkat dari kamar kosnya, lelaki itu terus merasa diperhatikan oleh seseorang.

Di halte itu, sampai beberapa orang mencurigainya, karena Dimas terus melirik-lirik ke belakangnya.

Kemudian, bus yang ditunggu akhirnya datang.


29A. INT. BUS - SELANJUTNYA

Dimas duduk di barisan jok paling belakang, dekat dengan jendela: itu menjadi tempat kesukaannya.

Kebetulan saat itu jok paling belakang terlihat sepi, Dimas bisa leluasa meletakkan tas ranselnya di atas kursi. Ia pun bisa seenaknya duduk santai, tanpa harus merasa canggung dan tak nyaman dengan orang lain.

Ia duduk menikmati pemandangan di luar jendela bus: deret pertokoan, pepohonan, gedung-gedung, dan kendaraan umum yang saling memacet di pinggir jalan demi mengejar setoran.

Perlahan keringat bercucuran dari kening hingga lehernya.


ESTABLISH: HIRUK-PIKUK KENDARAAN DAN SUASANA PANAS YANG MENYENGAT.

FADE OUT

FADE IN:


29B. INT. BUS - MALAM

Dimas tampak ketiduran sambil memeluk tas ranselnya. Sesaat, seorang kondektur menjawil pundaknya, memberitahu pemuda itu kalau terminal yang ditujunya sudah sampai.

Dimas lantas terbangun dan sedikit mengucek matanya.


KONDEKTUR
Mas, sudah sampai terminal (terseyum)

DIMAS
Ah, iya, Pak. Makasih.

KONDEKTUR
Tadi, pacarnya yang turun duluan, mau ke toilet katanya, minta saya untuk membangunkan Mas-nya.

DIMAS
Hah?

KONDEKTUR
Iya, pacarnya. Cepat, Mas. Pacarnya menunggu di bawah.

DIMAS
P-Pacar?

KONDEKTUR
(terkekeh-kekeh)

Kondektur itu segera meninggalkan Dimas. Dimas masih terheran-heran. Ia segera turun dari bus.


29C. EXT. TERMINAL - SELANJUTNYA

Dimas tampak sedang celingak-celinguk di terminal, sembari membawa dua tas yang cukup besar.


30. RUMAH ORANGTUA DIMAS - SELANJUTNYA

Setelah masuk rumah (menutup pintu), Dimas lantas ke arah pintu kamarnya. Ibunya lalu keluar sebentar dari kamar dan meliahat anaknya.


IBU DIMAS (MURNI)
Sudah makan?


Murni di depan pintu kamarnya.


DIMAS
Ya, udah.


Murni tampak tak percaya. Ia melihat wajah Dimas dengan serius dan penuh selidik.


DIMAS (CONT'D)
Udah, Bu. (senyum pucat)

IBU DIMAS (MURNI)
Kamu tu, makan yang banyak, nanti kamu sakit lagi. Ayo makan dulu.

DIMAS
Iya. (beat) Mbak nggak ada di rumah?

IBU DIMAS (MURNI)
Mbakmu kerja ke luar kota. Nemenin bosnya ke Jogja.

Dimas mengangguk, lalu segera memasuki kamarnya. Namun, ibunya segera berkerut kening ketika Dimas melewati cermin di dekat ruang makan, ada banyangan lain yang mengikutinya.

Tapi, ibunya tak mau memedulikan. Ibunya kembali masuk kamar.


31. INT. KAMAR DIMAS (RUMAH ORANGTUANYA) - SELANJUTNYA

Dimas menyimpan tasnya di meja belajar dan satu tas berisi pakaian di dekat meja. Ia mengambil air mineral dalam tasnya lalu meminumnya sebentar. Ia kemudian rebahan di ranjangnya, dengan kedua kaki masih menjuntai ke lantai.

Suasana begitu sepi.

Saat Dimas ingin memejamkan matanya. Ia kembali mendengar suara tangis bayi kecil, di mana entah.

Dimas memaksakan matanya terpejam.


CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar