Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cinta di Kamar Sebelah
Suka
Favorit
Bagikan
10. Chapter 10: Misteri Semakin Kental

32. INT. MINI MARKET - SELANJUTNYA            

Dimas tampak semakin lesu melayani pembeli yang antre di depan meja kasir. Rudi yang baru saja datang dari ruang pegawai lantas membantunya.


RUDI
Gimana liburan lu kemarin? (terkekeh)

DIMAS
Maksudnya?

RUDI
Lu kemarin ke rumah nyokap, kan? Gue pikir dengan refreshing gitu lu bisa agak baikan.

DIMAS
(nyengir sinis) Nggak sama sekali... Silakan selanjutnya.

RUDI
Lu nggak mau coba ke dokter?

Lusi yang sedang memasukkan produk dari kardus ke rak tampak melirik ke arah meja kasir, di mana Rudi dan Dimas berada. Sesaat, tampaklah raut cemas Lusi.


DIMAS
Dokter? Maksud lu?

RUDI
Ya, dokter atau terapis apa gitu?

DIMAS
Gue nggak sakit, Rud. Udahlah. Apa gue kelihatan sangat kesakitan? Nggak kan?

RUDI
I-Iya sih. Tapi, tingkah lu itu yang buat gue sama Lusi cemas.

DIMAS
Tingkah apaan? (nyengir)

RUDI
Lu nggak pernah biasanya nunjukin kemurungan lu. Kalaupun itu terjadi, pasti ada masalah serius... Gue harap lu bisa cerita nanti. Terserah lu, mau kapan, tapi gue harap lu mau cerita. Gue dan Lusi nggak ingin lu kejang-kejang seperti dulu lagi, hanya karena lu abai sama kondisi lu.

DIMAS
Oke, oke.
(beat)
Silakan selanjutnya (kepada pembeli).

Rudi langsung meninggalkan Dimas lalu pergi membantu Lusi memasukkan barang ke rak.


33. EXT/INT. INDEKOS DAN KAMAR DIMAS - SELANJUTNYA

Dimas telah pulang ke indekosnya, kini ia sedang naik anak tangga ke lantai dua. Ia melihat seorang penghuni buru-buru masuk ke kamar dan mengunci pintunya. Dimas berdiri sebentar melihat pemandangan tersebut.

Lalu, ia melihat seorang penghuni keluar dengan membawa koper lengkap. Perempuan itu tersenyum kepadanya.


DIMAS
Mau ke mana?

PENGHUNI KOS
S-saya mau pindah, Kak.

Dimas berusaha ramah.

Ia kembali berjalan ke lantai tiga. Lampu di langit-langit--anak tangga masih juga belum diganti. Keadaan begitu gelap, sehingga Dimas meraba-raba dinding.

Setelah tiba di lantai tiga, Dimas segera menyalakan lampu. Ia membuka kamarnya buru-buru, lalu mengunci kamarnya. Dimas menyalakan lampu sambil berdesah. Ia membuka sepatu dan kaos kakinya, juga jaketnya.

Saat ia duduk sebentar di atas ranjangnya, kepala Dimas kembali terasa nyeri. Ia kemudian memutuskan untuk merebahkan tubuhnya, demi menghilangkan rasa sakit itu.

Suasana begitu sunyi senyap.

Tak lama, Dimas tersadar dari rasa sakitnya. Ia mendengar langkah-kaki yang mengarah ke kamar paling ujung. Dimas menghitung langkahnya, sambil membayangkan dirinya melakukan hal serupa.


INTERCUT


33A. EXT. BERANDA KAMAR - SIANG

Dimas sedang berjalan pelan, sambil mulutnya menghitung langkahnya sendiri: ia lakukan mulai dari area keluar tangga lantai tiga sampai kamarnya, juga kamar di sebelahnya. Ia tahu

Langkah menuju kamarnya membutuhkan '8' langkah, sedangkan kamar paling ujung adalah '13' langkah.


33B. INT. KAMAR DIMAS - MALAM

Dimas bergumam.


DIMAS
Sembilan langkah ...

Langkah itu berhenti sebentar. Ia sempat menduga langkah itu berasal dari penghuni mahasiswa yang menyewa tepat di sebelah kamarnya. Namun, langkah yang lambat itu kembali berjalan.

Dimas membelalak.


DIMAS (V.O)
Sepuluh, sebelas, dua belas... 

Dimas mendengar anak kunci berkeroncengan.


DIMAS (CONT'D)
Tiga belas. (bisik)

Ia memegang dadanya. Merasakan jantungnya yang berdegup cepat. Dimas lalu terduduk di atas ranjangnya, pandangnya terarah ke pintu kamar kos.

Dimas mendengar suara pintu dibuka. pintu itu terdengar berderak.

DISSOLVE TO:


34. INT. KAMAR DIMAS - PAGI

Cahaya matahari tampak menyinari gorden kamarnya. Jam dinding Dimas menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Suara televisi masih terdengar, sebab menyala sejak malam.

Dimas masih tertidur di atas ranjangnya.

Ketika ponselnya berdering menjelang pukul tujuh, Dimas segera terbangun dan mematikan ponsel. Ia lantas ke kamar mandi.


BEGIN MONTAGE

-Dimas menggosok gigi dan mandi

-Dimas mengambil kemeja dan celana jeans yang akan ia kenakan untuk kuliah.

-Dimas bercermin.

-Dimas memasukkan buku dan laptop ke dalam tas.

-Dimas memakai kaos kaki dan sepatu, lalu menarik gorden. Ia sedikit menikmati cahaya matahari, sambil bertolak pinggang. Namun, ia merasa badannya sakit semua.

END MONTAGE


35. EXT. BERANDA DAN SERAMBI RUMAH UTAMA (ERLINA) SELANJUTNYA

Setelah mengunci pintu kamarnya, ia sedikit melongok ke lantai bawah. Ia melihat Erlina masih menyapu di beranda rumah utama.

Dimas segera turun dengan sedikit tergesa-gesa. Tetapi, setelah tiba di lantai pertama, dan melihat Erlina menyapu, Dimas kembali ragu.

Sementara Erlina yang menyadari kehadiran Dimas, tersenyum ramah kepada pemuda itu.


ERLINA
Nak Dimas. Mau kuliah?

DIMAS
Ya. Ya, Bu,

ERLINA
Mau sarapan dulu, kalau mau biar ibu panggilkan Euis untuk menyiapkan Nak Dimas sarapan. Mau nasi goreng, uduk, atau yang lain? 

Dimas masih tampak ragu. Sedangkan keramahan yang misterius masih ditampilkan oleh Erlina.


DIMAS
S-sepertinya saya langsung berangkat saja.

ERLINA
Yakin? Nasi goreng buatan Euis enak, lho. Banyak penyewa di sini yang suka.

DIMAS
Terima kasih banyak, Bu. Mungkin lain kali.

Tapi, Dimas belum berangkat juga. Ia masih berdiam di depan teras rumah utama. Erlina yang tambah misterius terlihat begitu sabar menunggunya.


ERLINA
Ada yang ingin dibicarakan lagi?

DIMAS
Begini, Bu... Mungkin Bu Erlina tidak akan suka.

ERLINA
Terkait kamar itu lagi?

Dimas terdiam sesaat.


DIMAS
Ya.

ERLINA
Apa lagi yang ingin Nak Dimas tanyakan?


Tidak seperti saat pertama kali, kali ini Erlina tetap menunjukkan keramahannya.


DIMAS
Sebenarnya apa yang terjadi di kamar itu, Bu?

ERLINA
(menggeleng)Tidak ada apa-apa. Sudah ibu bilang itu cuma nggak laku aja... Kalau begitu ibu harus mandi untuk ke pasar. (tersenyum)

Erlina meninggalkan Dimas ke dalam rumahnya. Namun, Dimas segera terkejut ketika ia menoleh ke belakang, Euis sudah ada di belakangnya.


DIMAS
Euis!

EUIS
(tersenyum) Kang Dimas? Mau saya siapkan nasi goreng.

DIMAS
Sepertinya nggak usah, Euis. Saya yakin Euis sudah mendengarnya tadi.

EUIS
(menggeleng)Sekali-kali, Kang Dimas mencicipi masakan di sini. Kalau Kang Dimas mau. Saya akan memberitahu apa yang terjadi di kamar itu.

Dimas terdiam. Ia lantas menimbang-nimbang.


ESTABLISH: MINI MARKET

36. INT. RUANG PEGAWAI MINI MARKET - SORE

Dimas baru saja datang, ia duduk di depan loker mau mengganti seragam kerja. Di sana ada Rudi yang sedang mengobrol dengan salah satu kawannya, dan Lusi baru saja masuk ke ruangan itu: ia menemukan Dimas termenung.


LUSI
Masalah lu belum selesai, Mas?

DIMAS
(nyengir)Masalah apa?

Lusi lantas duduk di dekat Dimas sambil menghembuskan napas.


LUSI
Denger, kamu seolah-olah berubah menjadi Dimas yang selalu murung. Apa memang ini yang kamu rencanakan?

DIMAS
Gue nggak ngerti.


Lusi dan Dimas saling bertatapan. Tatapan Lusi memaksa Dimas untuk segera menceritakan masalahnya selama ini. Maka, Dimas pun mengembuskan napasnya, sebagai tanda kekesalannya.

Dimas melihat Rudi masih berbincang-bincang dengan kawannya.


DIMAS (CONT'D)
Oke... Gue nggak tahu harus memulainya dari mana.

LUSI
Dari manapun yang lu suka.

DIMAS
(termenung sesaat)Oke. Mungkin ini dimulai saat gue baru pindah ke kosan itu.

LUSI
Ada apa di sana?

DIMAS
Keanehan sebenarnya udah mulai terasa waktu Bu Erlina, yang punya kosan, menjelaskan tentang salah satu kamar di lantai tiga yang kosong. Gue kebetulan menyewa kamar di lantai tiga, karena di lantai lain udah penuh semua.

LUSI
(tersenyum)Kayaknya gue udah bisa tebak. Jangan bilang...

DIMAS
Ya. Kamar kosong itu menjadi penyebab semua keanehan ini. Gue nggak pernah mengalami hal seperti ini, Lus.


Rudi yang telah berbincang-bincang dengan kawannya, sebentar ikut menimbrung dengan Dimas dan Lusi.


RUDI
Apaan nih? Kyaknya asik.

LUSI
Dimas sedang cerita penyebab kemurungannya selama ini.


Rudi tampak tertarik. Ia juga duduk di dekat Dimas, tepatnya di bawah loker.


RUDI
Wah, iya. Ini yang gue tunggu. Kenapa lu baru cerita sekarang?

DIMAS
Gue belum siap. Gue nggak yakin ini semua hanya halusinasi gue semata atau memang kamar kosong yang ada di lantai tiga itu benar-benar berhantu.

RUDI
Kamar kosong?

LUSI
Dimas ini tinggal di lantai tiga. Di lantai itu ada satu kamar yang terus dikosongkan oleh pemilik kosnya.

RUDI
Terus?

DIMAS
Ya, Bu Erlina yang punya kos itu sih bilangnya karena letak kamarnya nggak strategis, soalnya ada di pojok. Dia bilang kalau sampai dua sampai tiga bulan nggak ada yang mau menyewa, dia akan jadikan itu gudang beneran.

LUSI
Apa yang lu lihat, Dim?

DIMAS
(terdiam) Inilah.
(beat)
Terserah lu mau percaya atau nggak. Tapi gue terus mengalami hal aneh setiap gue pulang dari kerja. Ya, terlepas karena kosan gue ini agak nyeremin saat malam. (beat) Setiap gue masuk ke kamar, selang beberapa menit, gue selalu mendengar langkah kaki. Berjalan ke kamar paling ujung, bahkan membuka pintu kamar itu dan gue denger juga suara dia mengunci kamar itu.

LUSI
Lu udah cek siapa dia?

DIMAS
Ya. Gue sempat melihatnya sekali. Itu waktu hari-hari pertama gue ada di kosan... Waktu itu, gue lihat perempuan rambut panjang, pakai gaun tidur terusan putih, jalan ke kamar paling ujung itu. Dia masuk gitu aja, tanpa melihat gue.

RUDI
Lu udah cek, dia menapak apa enggak?

DIMAS
Jelas menapak, orang dia jalan. Gue ingat betul!

RUDI
Ah, itu berarti manusia. Lu terlalu berhalusinasi. Mungkin saja itu adalah anaknya atau sanak saudaranya.

DIMAS
Gue nggak yakin. Kalau pun iya mana mungkin Erlina tega membiarkan saudaranya tidur di kamar kosong yang sudah rusak begitu. Kayu-kayu ranjangnya lapuk, nggak ada kasur tentu saja. Plafon rusak, tumbuh jamur di mana-mana, belum lagi lumut. Debu. Sarang kecoak. Sarang laba-laba. Bau pengap. Beberapa ventilasi sengaja ditutup pakai kayu.

LUSI
Lu udah masuk?!

DIMAS
Saat gue lihat perempuan itu pertama kali, gue minta Bu Erlina untuk memeriksa kamar itu. Lagipula, Bu Erlina nggak punya anak perempuan.

Lusi dan Rudi tercekat mendengarnya.

CUT TO:

FLASHBACK

37. EXT. SELASAR SAMPING RUMAH UTAMA (ERLINA)- PAGI

Dimas mengikuti Euis yang berjalan di selasar samping rumah utama Erlina. 


DIMAS
Euis, kita akan ke mana?

EUIS
Kang Dimas lebih baik makan di ruang makan. Jalan sini lebih dekat, dan nggak perlu masuk ke rumah utama. Tapi, kalau Kang Dimas mau masuk lewat pintu depan juga nggak apa-apa sih, asal nggak malu (terkekeh)

DIMAS
Ah, begitu. Tapi, Euis. Kayaknya saya tunggu di sini saja. Nggak enak sarapan di dalam.

EUIS
Nggak apa-apa kok, Kang Dimas. Bu Erina sudah mengizinkan. Ini sudah biasa. Jadi, saya buatkan nasi goreng spesial, ya?

DIMAS
I-Iya, boleh (canggung)... Tapi Euis, sepertinya lebih baik saya tunggu di sini. Biar saya makan di sini saja.

Dimas melihat suasana di dekat situ cukup rindang. Ia melihat pepohonan yang tumbuh di sekiar rumah indekos.

Dimas menunggu Euis memasakkan sarapan untuknya. Ia sesekali celingukan, melihat rumah utama Erlina yang lumayan besar. Dimas menikmati desau pepohonan di sekitar rumah indekos.

Tak lama, Euis kembali ke hadapannya dengan sepiring nasi goreng dan segelas teh tawar.


EUIS
Silakan, Kang Dimas. Padahal, Bu Erlina ingin Kang Dimas makan di dalam, lho.

DIMAS
(terkekeh)Nggak apa-apa. Saya di sini saja. Ngomong-ngomong, terima kasih.

EUIS
Iya.


Euis kemudian duduk di sampingnya. Agak berjarak. Perempuan Sunda itu pun menikmati suasana yang nyaman dan sejuk di selasar samping tersebut.


EUIS (CONT'D)
Jadi, Akang Dimas mau tahu ada kejadian apa di kamar itu? (setengah berbisik)


Dimas yang sedang menikmati nasi goreng buatan Euis lantas tersadar kembali dengan niatnya sebelum ini.


DIMAS
Ya, tentu. (sambil meminum seteguk teh tawar)
EUIS
(mengangguk)


Dimas menghentikan makannya sebentar.


EUIS (CONT'D)
Tapi, sebelum itu, saya mau tanya satu hal sama Akang.

DIMAS
Apa?

EUIS
Apa yang Akang lihat setiap malam?

Dimas terdiam seketika. Ia lantas meletakkan piring nasi gorengnya di sisinya.


DIMAS
Saya, melihat seorang perempuan. Jalan di depan kamar saya, terus sampai ke depan kamar kosong itu... Bahkan setiap malam, saya terus mendengarnya. Waktu pertama kali di sini bahkan saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, perempuan itu memasuki kamar yang hampir rusak itu. (beat) Saya sempat pikir, apa itu anak perempuan Bu Erlina atau salah satu keponakannya.

EUIS
(menggeleng)Sudah hampir sepuluh tahun saya di sini, sejak saya masih kecil dan ikut ibu saya yang juga kerja di sini. Bu Erlina tidak pernah punya anak perempuan apalagi keponakan perempuan. Semua anak dan keponakannya laki-laki.

BACK TO:


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar