Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
ARAH ASA
Suka
Favorit
Bagikan
3. Bagian 3

15. INT. RUMAH WIDURI — KAMAR WIDURI - MORNING 15

 

Widuri duduk di tepi tempat tidur. Memandangi dirinya memakai pakaian yang disediakan ibunya dalam cermin lemari. Hatinya merasa gamang.


16. INT. RUMAH WIDURI — DEPAN KAMAR WIDURI - CONTINUOUS 16

 

Widuri keluar kamar. Dia berpapasan dengan Oki.

 

Oki ingin berkata sesuatu. Tapi temannya di luar sudah berteriak memanggil. Oki pun segera pergi.

 

Widuri menatap punggung Oki menjauh. Perasaannya semakin tak menentu.


17. E/I. JALANAN — BAJAJ - MOMENTS LATER 17

 

Widuri menatap kosong ke jalanan. Tiba-tiba ponselnya berbunyi.

 

Ale mengirim pesan. Bunyinya: “Gue nggak kesaring”.

 

Widuri enggan membalas. Hatinya terasa perih.


18. EXT. KLINIK — CONTINUOUS 18

 

Bajaj berhenti di depan pintu gerbang. Widuri turun. Di pos satpam, ada lima orang yang terdiri dari dua laki-laki dan tiga perempuan seusianya memakai pakaian rapi. Mereka tengah berbicara dengan satpam. Widuri ragu mendekat.

 

Kemudian dua orang yang terdiri Lelaki dan Perempuan berjalan keluar. Mereka pun berpapasan.

 

LAKI-LAKI

(sinis)

Pokoknya harus punya jurus the power of orang dalam. Kalau nggak, sarjana pun nggak bakal laku.

 

Si Perempuan tertawa sinis. Sekalipun tidak saling kenal, tapi Widuri merasa disindir.

 

Widuri terus berjalan. Menahan rasa sungkan mendekati pos satpam.

 

Saat sudah dekat, tiga orang yang tersisa berbalik meninggalkan pos satpam. Salah seorang perempuan di antaranya menatap Widuri. Menatap tas di mana tampak ujung amplop cokelat menonjol keluar.

 

Di pos, muka Satpam terlihat masam.

 

SATPAM

Merasa dipanggil interview juga?!

 

Widuri menelan ludahnya.

 

WIDURI

Saya anaknya Bu Rahmi. Disuruh ke sini sama Bu Kepala.

 

SATPAM (CONT’D)

Oh, kamu anaknya Bu Rahmi cleaning service?

 

Widuri menahan napas.

 

SATPAM (CONT’D)

Langsung saja ke resepsionis.

 

Widuri mengangguk dan pergi masuk ke dalam klinik.


19. INT. KLINIK — RUANG KEPALA - CONTINUOUS 19

 

Dr. Nurmala, 55 tahun, memeriksa dokumen Widuri.

 

Widuri memperhatikannya segan. Perasaannya tegang.

 

Dr. Nurmala mengangkat wajah. Tersenyum ramah.

 

DR. NURMALA

Jadi selain jaga kios, kamu belum pernah kerja di luar sama sekali? Di pabrik atau di tempat lain?

 

Widuri mengangguk. Dr. Nurmala merasa heran.

 

DR. NURMALA (CONT’D)

Selama empat tahun semenjak kamu lulus SMA?

 

Widuri merasa canggung. Tak tahu harus membalas apa.

 

DR. NURMALA (CONT’D)

Tapi Ibu kamu sudah sering ngasih tahu kamu soal kerjaannya di sini, kan?

 

WIDURI

Sudah, Bu.

 

Dr. Nurmala tersenyum. Raut mukanya lega.

 

DR. NURMALA

Kelihatannya simpel, ya. Cuma bersih-bersih. Tapi tanggung jawabnya besar.

 

Widuri menggigit bibir. Raut mukanya mendadak muram. Memperlihatkan ketidakyakinan.

 

DR. NURMALA (CONT’D)

Oh ya, nanti dua hari sebelum masa kerja Ibu kamu habis. Kamu sudah bisa mulai kerja.

 

WIDURI

Enggak pakai training dulu, Bu?

 

DR. NURMALA

Enggak perlu. Selain siap kerja, saya yakin kerjaan ini enggak susah dikerjain.

 

Widuri menatap Dr. Nurmala. Hatinya merasa tidak nyaman.


20. EXT. KOMPLEK KIOS — DAY 20

 

Hari sangat panas. Terlihat hampir semua kios yang ada di situ masih tutup semenjak pandemi. Sebagian malah gulung tikar.

 

Widuri berjalan di trotoar. Di depan kiosnya, ada Ale dan Yudhis.

 

Melihat pakaian Widuri, Ale tidak berusaha menutupi rasa penasarannya.

 

WIDURI

Kalian udah lama?

 

YUDHIS

Lumayan kering sih.

 

Yudhis dan Widuri tertawa.

 

Widuri mengambil kunci dalam tas dan membuka kios.

 

Ale dan Yudhis membantu Widuri membuka kios.


21. INT. KIOS — MOMENTS LATER 21

 

Widuri duduk menyandar pada rak buku. Wajahnya tampak stres sekalipun dia bersikap biasa-biasa saja. Sementara Ale dan Yudhis sama-sama menyimpan rasa ingin tahu yang besar.

 

Ale mengalihkan perhatian. Dia memainkan gitar. Pura-pura mendiskusikan nada yang salah dengan Yudhis.

 

Handphone Widuri bunyi. Dia membuka pesan yang dikirim seseorang. Setelah mengirim balasan, Widuri bangkit berdiri. Memungut sebuah paket di atas rak.

 

WIDURI

(ke Ale)

Gue antar paket dulu, ya.

 

Ale menganggukkan kepala.

 

Yudhis memandang tangannya Widuri memegang paket. Dia lalu berdiri.

 

YUDHIS

Mau pergi? Saya temani, ya?

 

22. EXT. TROTOAR — CONTINUOUS 22

 

Widuri dan Yudhis berjalan bersisian.

 

Yudhis mencuri-curi pandang membuat Widuri merasa salah tingkah.

 

YUDHIS

Tumben pakaiannya rapi begini? Bikin saya ngerasa hari ini jadi hari yang formal.

 

Widuri tertawa.

 

WIDURI

Saya juga nggak tahu kenapa. Tumben-tumbenan aja hari ini pengin merasa formal.

 

YUDHIS

Kalau gitu, jadinya perasaan saya nggak salah kan?

 

WIDURI

Kenapa ngerasa salah?

 

YUDHIS

Karena saya ngerasa ada temennya.

 

WIDURI

Masalah banget ya kalau nggak ada temennya?

 

YUDHIS

Nggak juga. Cuman kalau kita lagi sama seseorang dan ngerasa sendirian, itu artinya ada yang nggak bener, kan?

 

Tatapan Widuri ke Yudhis penuh tanya.

 

Yudhis tersenyum misterius.


23. INT. RUMAH WIDURI — RUANG MAKAN - EVENING 23

 

Widuri memberesi piring bekas makan di meja. Sementara Rahmi mengupas buah jeruk.

 

Ponselnya berbunyi. Widuri membaca pesan yang masuk. Raut mukanya berbinar-binar.

 

Rahmi melirik Widuri tak suka. Seleranya makan buahnya hilang.

 

YUDHIS: Apa besok harinya masih formal?

 

WIDURI: Entah. Tapi saya nggak ada ide.

 

YUDHIS: Perlu bantuan?

 

Widuri mengetik. Tiba-tiba...

 

RAHMI

Gimana tadi interviewnya, Wid?

 

Widuri berhenti mengetik. Dia menoleh.

 

WIDURI

Lancar, Bu.

 

Widuri melanjutkan ketikannya.

 

Ada notifikasi Ale mengirim pesan di grup chat.

 

Widuri melewati pesan chat Ale di grup dan melanjutkan mengetik untuk Yudhis.

 

RAHMI

Ditanya apa aja kamu?

 

Widuri terus mengetik.

 

Ale mengirim pesan chat pribadi. Widuri membacanya dari pop-up.

 

ALE: Lu mau ke kios nggak?

 

RAHMI (Cont’d)

WID!

 

Widuri berhenti. Dia menoleh Rahmi.

 

Tatapan Rahmi marah. Pandangannya menyuruh Widuri duduk.

 

Widuri mematikan ponsel. Lalu duduk. Dia mengatur kata.

 

WIDURI

Soal pengalaman kerja yang Widuri enggak punya, Bu.

 

RAHMI

Namanya wawancara. Pengalaman udah pasti ditanyain.

 

Widuri merasakan pandangan menyelidik Rahmi.

 

RAHMI (CONT’D)

Yang lain, Wid. Masa wawancara cuman ditanya gitu aja.

 

WIDURI

Kan cuman formalitas, Bu?

 

RAHMI

Wawancara kerja nggak ada yang namanya cuman formalitas ya Wid! Jangan asal ngomong kamu!

 

Oki masuk. Dia dari depan. Melihat situasi yang tegang, dia buru-buru pergi ke kamar.

 

Pandangan Rahmi mengikuti Oki. Saat kembali ke Widuri, Widuri sedang menatapnya.

 

RAHMI (CONT’D)

Kasih tahu ibu. Ibu pengen tahu.

 

WIDURI

Apa sih Bu pentingnya?

 

RAHMI

Ya memangnya kalau nggak penting buat kamu harus nggak penting juga buat ibu?!

 

Widuri merasa kesal.

 

WIDURI

Widuri mulai kerja dua hari sebelum masa kerja Ibu selesai. Enggak pakai training karena dianggapnya Widuri siap kerja. Begitu yang Ibu bilang?

 

RAHMI

Memangnya ada hal lain lagi yang perlu dibilang? (Beat) Lagian, tadi sore Mang Ikhsan bilang. Besok orangnya mau lihat kios.

 

WIDURI

Tapi Widuri belum yakin, Bu. (beat) Lagian kios juga enggak bisa dijual. Itu wasiat Bapak ke Widuri.

 

RAHMI

Terus kalau nggak dijual mau bayar uang masuk kuliah Oki pakai apa?!

 


SMASH CUT TO:

 

24. INT. KAMAR OKI — SAME TIME (EVENING) 24

 

Oki duduk menyandar ke pintu. Mendengarkan kata-kata ibunya dengan seksama. Perasaannya campur aduk. Dia merasa serba salah.

 

RAHMI (V.O.) (CONT’D)

Orang kalau uang pesangon Ibu dibayar penuh juga enggak bisa nyampe setengahnya lunasin uang masuk kuliah Oki nanti, kok.

 


CUT BACK TO:

 

25. INT. RUANG MAKAN — SAME TIME (EVENING) 25

 

Rahmi menatap Widuri marah. Widuri menelan ludah pahit.

 

RAHMI (CONT’D)

Atau kamu mau rumah ini yang kita jual? Iya?!

 

WIDURI

Bu, Widuri enggak yakin. Di klinik tadi Widuri lihat orang-orang yang ditolak kerja. Mereka enggak dapat karena enggak ada koneksi.

 

Rahmi menahan amarah.

 

RAHMI

Gini ya, Wid. Yang harusnya kamu pikir itu yang penting ada kerjaan. Bukan soal gimana cara dapatnya. Mereka Wid, ibu yakin juga mikirnya sama kayak ibu. Kecuali kamu punya cara lain bayar uang kuliah Oki tanpa perlu merasa jadi manusia paling enggak ada gunanya sekalipun udah ngorbanin ini itu.

 

WIDURI

Widuri enggak bisa lepasin wasiat Bapak, Bu.

 

RAHMI

Wasiat apa?! Yang enggak ada gunanya itu?!

 

WIDURI

Ada Bu, ada. Dari kemarin Widuri bilang ada.

 

RAHMI

Ya itu karena kamu yang bilang. Satu-satunya yang berguna dari kios itu ya dijual.

 

Widuri dan Rahmi bersitatap.

 

WIDURI

Kios itu wasiat Bapak yang harus Widuri jaga, Bu. Ibu tahu gimana usaha Bapak bisa punya kios sendiri. Lagian gimana Ibu bisa mikir Widuri bakalan tahan kerja ngegantiin Ibu tanpa enggak ngebayangin separo uang pesangon Ibu itu.

 

Rahmi tak mau terus berdebat. Dia bangkit berdiri lalu pergi ke kamarnya.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar