Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
ARAH ASA
Suka
Favorit
Bagikan
1. Bagian 1

OVER BLACK:


TERDENGAR SUARA KETIKAN.


WIDURI (O.S.)

Aku selalu penasaran. Kelak, seperti apa orang akan mengingatku.


FADE IN:


1. EXT. JALANAN — MORNING 1


Langit cerah. Jalanan ramai. Suasananya menyenangkan.


WIDURI, 23 tahun, mengayuh sepeda pelan. Di keranjang sepeda ada kotak makan siang. Dia menggendong ransel berisi laptop dan keperluan lain.

 

WIDURI (V.O.) (CONT'D)

Ayahku bilang, orang harus punya cukup alasan. Bisa aja, orang nggak mau mengingat siapa aku. Atau, karena aku yang nggak begitu sulit buat nggak diingat.

 

2. INT. KIOS BUKU — DAY 2

 

Sebuah KIOS BUKU yang kecil. Tumpukan buku hampir memenuhi ruangan. Di rak-rak dan juga di lantai. Widuri duduk lesehan di depan laptop. Membaca surat elektronik yang dikirim ke akun internetnya.

 

Di sebelah laptop ada DUA PAKET pesanan pembeli dari layanan online yang siap kirim.

 

WIDURI (V.O.) (CONT'D)

Karena itulah, aku selalu menulis semua apa yang ingin kuingat kelak. Kali aja, itu juga yang bakal bikin orang ingat sama aku. Seperti aku yang selalu ingat sama kamu. Walaupun, enggak sepanjang waktu.

 

ALE, 23 tahun, tinggi dan kurus, teman Widuri masuk. Ale mengenakan pakaian rapi dan masker. Dia mendekat kemudian duduk di sebelahnya Widuri.

 

Ale melongok ke laptop sembari menggulung lengan kemeja. Widuri menjauh. Ale meringis. Dia bangkit berdiri. Mengambil GITAR penuh stiker di atas rak yang menghadap ke luar.

 

Kemudian Ale duduk berseberangan dengan Widuri. Dia pun mulai memainkan nada.

 

WIDURI

Gimana wawancaranya?

 

Ale mengangkat wajah. Lalu menggeleng.

 

Widuri menegakkan punggung. Dia terkejut.

 

WIDURI (CONT'D)

Nggak diterima?!


ALE

(Melepas masker)

Bukan.
(Beat)
(Tersenyum tipis)
Lo sendiri. Aman?

 

Widuri tersenyum kecut. Tapi pandangannya ke Ale menuntut diterangkan.

 

Ale menghela napas. Merasa tak nyaman. Konsentrasinya memainkan nada buyar.

 

ALE

Katanya ntar bakal dihubungi.


WIDURI

Kapan?


ALE

Entah. Cuma kalau dalam sebulanan enggak dihubungi. Berarti gue enggak kesaring.

 

Pandangan Widuri menajam.

 

WIDURI

Ini salah lo sendiri. Sok-sokan resign sebelum Covid dulu. Gini kan jadinya. Padahal tahu sendiri kalau nyari kerjaan nggak hanya susah. Tapi mustahil.

 

Ale berhenti memainkan nada. Kemudian mendekap gitar.


ALE

Kan dulu gue resign karena mau skripsi, Wid. Bakal keteter kalau gue sok maksain ngerjain dua-duanya.

 

Widuri menutup laptop. Pandangannya ke Ale mengasihani.

 

Ale meringis. Dia teringat sesuatu.


ALE (CONT'D)

Oh ya, hari ini kan tanggal 12. Bukannya ada pengumuman lomba novel yang kemarin itu?

 

Widuri ingin menghindar tapi tak bisa.

 

WIDURI

Nggak usah ditanyalah. Lo sendiri juga tahu kebiasaan kalah gue.


ALE

Ya, bagus dong kalau itu udah jadi kebiasaan.

 

Widuri tertawa sarkas. Tapi Ale tersenyum penuh arti.

 

ALE (CONT'D)

Sebab, kalau udah terbiasa kalah. Artinya tinggal nunggu kebiasaan menangnya aja.

 

Widuri merasa kagum dengan kata-kata Ale.

WIDURI

Masa? 


ALE

Iya lah. Hukum alam kan gitu. Lo kerja. Lo panen. Ya kan?

 

Widuri menggoda Ale.

 

WIDURI

Terus, kapan gue panennya?


ALE

Kalau udah siap dipanenlah.

 

Widuri dan Ale tertawa.

 

Mulut Widuri membentuk kata “thank you”. Ale membalas dengan mengangkat alis.


WIDURI

Eh, lo mau lama kan di sini?

 

Ale curiga.

 

Widuri mengambil kantong di bawah meja. Memasukkan kedua paket ke dalamnya.


WIDURI (CONT'D)

Gue ada pesenan. Musti antar barang nih.


ALE

Cuma itu?


WIDURI

Nggak sih, ada lagi. Habis nganter paket, gue mau pulang. Mandi.

 

Ale menatap Widuri protes.

 

Widuri berdiri. Memakai masker.


WIDURI (CONT'D)

Kalau sampe magrib gue enggak datang. Tutup aja. Kuncinya gue ambil ke rumah lo besok.


ALE

Terserahmulah.

 

Widuri tertawa. Lalu keluar membawa kantong berisi paket dan pergi.

 

3. EXT. KANTOR AGEN PENGIRIMAN BARANG — CONTINUOUS 3

 

Hari sangat panas. Sedangkan jalanan sibuk. Widuri memasuki kantor agen pengiriman barang yang sepi. Di dalamnya, seorang Perempuan Muda, 24 tahun, sedang mengetik di komputer.

 

Widuri memberikan paket beserta uang pas kepada Perempuan muda itu.

 

Perempuan muda mencetak struk bukti pengiriman dan memberikannya ke Widuri.

 

Widuri keluar. Sebelum pergi, dia memotret struk dan mengirimkannya ke pembelinya.


4. EXT. RUMAH WIDURI — AFTERNOON 4

 

Terlihat rumah Widuri yang sangat sederhana. Bangunannya sudah berusia tua dan dikapur putih. Ada tanaman hias dalam pot kaleng bekas yang sedang berbunga. Widuri memasuki halaman. Lalu memarkir sepeda.

 

OKI, 17 tahun, adik Widuri, duduk di teras sambil bermain ponsel.

 

Widuri mendekat. Menepuk pundak Oki. Oki menoleh.

 

WIDURI

Gimana? Lulus kan?

 

Oki mengangguk malas. Widuri tersenyum senang.

 

WIDURI (cont’d)

Ibu udah diberi tahu?

 

Oki mengangguk. Widuri balas mengangguk, lalu masuk ke dalam rumah.


5. INT. RUMAH WIDURI — RUANG TENGAH - EVENING 5

 

Seperti penampakannya dari luar, bagian dalam rumah Widuri terlihat lebih sempit dan banyak barang. Ada tiga lemari, dua di antaranya lemari kaca yang penuh dengan buku. Di atas lemari kaca ada banyak piala. Di dinding yang kapurnya sudah kusam ada beberapa piagam penghargaan milik almarhum Ayah Widuri. Di sampingnya lagi ada foto-foto Widuri dan Oki ketika masih kecil.

 

Widuri menyiapkan makan malam. Di meja ada sayur bayam, ikan kembung masak sambal, dan kue lapis pandan cokelat.

 

RAHMI, 57 tahun, ibunya masuk. Baru selesai shalat. Rahmi duduk dan mengambil makanan.

 

RAHMI

Oki sudah makan?

 

Widuri menggeleng.

 

RAHMI (CONT’D)

Nggak kamu suruh makan?


WIDURI

Udah, Bu. Nanti katanya.

 

Rahmi mulai makan sambil terus bicara.

 

RAHMI

Kamu juga kenapa nggak makan?

 

Widuri melirik jam dinding. Pukul 18.30 WIB. Dia merasakan pandangan ibunya, kemudian terpaksa mengambil makanan.

 

RAHMI (CONT’D)

Soal yang dulu-dulu ibu bilang Wid.

 

Widuri berhenti makan. Perasaannya tak enak.

 

RAHMI (cont’d)

Lusa kamu diminta ke klinik. Bawa surat lamaran. Bu Kepala mau wawancara kamu langsung.(beat) Ibu kan bulan ini terakhir kerja. Jadi, seperti yang udah Ibu omongin sama Bu Kepala, kamu nanti yang gantiin Ibu.

 

Widuri berharap ada keajaiban agar lolos dari percakapan ini. Tapi, dia malah menangkap senyuman penuh arti Rahmi yang membuatnya canggung.

 

RAHMI (cont’d)

Tapi seperti yang udah disepakati. Nanti pesangonnya cuman separo. Makanya kemarin Ibu nemuin Mang Ikhsan ke rumahnya. Katanya udah ada yang mau nawar kios.

 

Widuri terus menatap Rahmi. Dadanya deg-degan.

 

RAHMI (CONT’D)

Oh ya, jangan lupa juga kamu beresin. Tadi Ibu lewat sana berantakan sekali. Mana tahu besok orangnya mau ngecek, kan?

 

WIDURI

Harus banget dijual ya, Bu?

 

RAHMI

Ya harus. Memangnya nanti kamu bisa bagi waktunya di klinik sama kios?

 

Widuri berusaha mengalihkan pandangan dari tatapan Rahmi. Tapi malah pandangannya tertumbuk pada lemari kaca berisi buku-buku.

 

RAHMI (CONT’D)

Kamu kan enggak bisa ngandelin Ale terus. Kamu juga enggak mampu bayar orang karena pemasukkan dari sana udah lama enggak ada.

 

WIDURI

Ada kok Bu.

 

Rahmi berhenti makan.

 

RAHMI

Ya kalau ada mana? Bisa buat nutup biaya masuk kuliah Oki?

 

Wajah Widuri murung. Dia menundukkan kepala.

 

RAHMI (CONT’D)

Oki loh Wid, enggak bisa nanti-nanti. Lagian kan kita udah janji sama almarhum Bapak. Syukur-syukur Oki masuk kedokteran UI kan?

 

Rahmi masih ingin bicara banyak. Tapi melihat wajah Widuri membuatnya mengurungkan niat.

 

Rahmi tersenyum dan bangkit. Memungut piring bekas makannya dan membawanya ke belakang.

 

Widuri menatap punggung ibunya berjalan menjauh.


6. INT. RUMAH WIDURI — KAMAR WIDURI - NIGHT 6

 

Kamar Widuri yang sempit diisi furnitur-furnitur sederhana yang usianya sudah tua semua. Ada tempat tidur, lemari yang cerminnya kusam. Serta meja dan kursi belajar.

 

Widuri duduk di tempat tidur menyandar ke dinding. Di sebelahnya ada dokumen-dokumen pribadi miliknya. Pandangannya menerawang ke luar lewat jendela yang masih dibuka. Di tangannya, dia memegang SURAT WASIAT dari almarhum ayahnya. Dia baru saja membaca ulang surat wasiat itu.

 

 

 

 

 

 

 

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Good
2 tahun 1 bulan lalu