Episode 14
Sc. 76 INT. RUMAH EDI/KAMAR ANA - PAGI
Ana mencari nomor telepon Lia dan menekan tombol hijau di layar.
INTERCUT
ANA
Assalamualaikum, Li ...
LIA
Waalaikumsalam, Na. Tumben banget pagi-pagi nelepon?
Tiba-tiba Ana Menangis, kemudian menceritakan mimpinya semalam.
ANA
Aku takut, Li.
LIA
Itu pasti terlalu kamu pikirin, jadinya seperti itu. Kamu kok jadi nyiksa diri kamu sendiri, Na.
ANA
Aku merasa berdosa banget, Li. Aku berasa buruk seburuk-buruknya.
Meringis, meremas kepala, menangis.
LIA
Na, jangan terlalu dipikirkan dong. Nanti kamu sakit. Intinya nulis aja yang baik-baik. Berkarya aja terus, Na. Masalah dosa serahkan sama Allah. Cuma dia yang berhak menentukan semuanya. Kamu boleh dengerin omongan atau nasehat orang, tapi kalau bikin kamu ancur, mending jangan. Fokus berkarya aja, udah!
ANA
Aku mau hentikan penjualan buku elektronikku di google, Li. Nanti bakal aku revisi semua bukuku. Sumpah aku berasa buruk banget.
LIA
Loh, kenapa?
ANA
Soalnya kalau beli ebook nggak terhandle siapa aja yang beli. Aku takut ada anak dibawah umur yang beli, Li.
LIA
Bener, juga. Kalau buku cetaknya gimana?
Ana
Alhamdulillah sejauh ini aman, soalnya melalui aku dulu baru aku lempar ke marketer. Jadi yang masih di bawah umur nggak aku kasih.(Nangis mulai mereda)
LIA
Dahlah, jangan nangis lagi, ya! Percaya Allah itu maha pengampun, Na.
Ana mengangguk sambil mengusap air mata.
ANA
Makasih ya, Li. Kamu pasti ikut pusing.
LIA
Udah biasa kok.
Mereka tertawa bersamaan. Ana menutup telepon dan mengirim chat ke group author. Ana menceritakan mimpinya di sana. Satu persatu mengucap MashaAllah dengan kejadian yang menimpa Ana, mereka juga lega karena Ana menyesal dan mengaku ada yang salah dengan tulisannya serta berjanji akan merevisi semua tulisannya menjadi lebih baik lagi. Tiba-tiba Ana lupa ingin bertukar buku dengan Nisa, sehingga ia mengatakannya.
ANA
(Sambil menghapus sisa air mata)
Maaf OOT Mbak Nisa, jadi tukeran buku kah? Aku mau buku Mbak, ya.
NISA
Jadi, dong. Aku mau yang terbaru ya, Mbak. Oke nanti aku kirim. Japri alamat, Mbak.
ANA
Asiapp!
Setelah berbalas pesan dengan group author kece Ana segera meletakkan hapenya dan menuju dapur untuk memasak sarapan.
CUT TO
Sc. 77. INT - KAMAR ANA - MALAM
Ana menimang-nimang buku di tangan.
ANA (V.O) : Aku paham kalau Mbak Nisa adalah salah satu penulis yang berkata tidak untuk film dan buku pornografi. Meskipun menurutku buku karyaku tidak porno, tapi ada adegan romantis yang bisa membuat para pembaca baper dan tentu saja Mbak Nisa tidak akan menyukai itu
Akhirnya buku di tangan dikembalikan ke rak dan Ana mengganti buku itu dengan buku lain yang menurutnya tidak ada unsur yang terlalu romantis di dalamnya. Ana menuliskan sebuah catatan di buku itu.
ANA : Assalamualaikum, Mbak. Maaf aku nggak bisa kasih buku yang Mbak maksud, soalnya buku ini yang paling minim adegan romantisnya. Selamat membaca ya, Mbak. Maaf kalau tulisanku belum sebagus Mbak. Salam sayang ...
Kemudian Ana membubuhkan tanda tangan, dilanjutkan dengan membungkusnya.
CUT TO
Beberapa hari kemudian.
Sc. 78. INT - RUANG MAKAN - SIANG
Ana sedang menyuapi anaknya makan.
NOVAL
Ami, apa Ami sekarang sudah jadi artis? Adek suka deh kalau Ami jadi artis.
ANA
Belum, kayaknya Ami nggak akan jadi artis. Ami nulis aja, Nak. Mana bisa Ami masuk TV. Ayo buka mulutnya. Aa....
(Mempraktikkan membuka mulut lebar-lebar)
NOVAL
Aaamm!! (Tersenyum menguyah) Nanti buku Ami laku seribu ya. Biar kita bisa main ke mana-mana. Ke Malaysia, ke Jawa ke mana mana mana aja!
ANA
Kita berangkatin Mbah Nun yang ada di desa umroh dulu ya, Nak. Baru kita jalan-jalan.
NOVAL
Apa itu umroh Ami?
ANA
Umroh itu ibadah, Nak sebelum kita naik haji.
NOVAL
Oh, umroh itu salat ya, Ami?
ANA
Nanti aja Ami jelaskan makan dulu.
Noval berhenti bertanya, anak itu makan dengan lahapnya. Tiba-tiba ponsel Ana bergetar. Sebuah chat masuk dari Nisa.
Nisa : Assalamualaikum, Mbak. Mbak kok yang dikirim buku ini? Padahal aku bilang mau nunggu buku yang itu(emot sedih)
Ana terdiam, ia meninggalkan anaknya, sambil meminta Noval untuk makan sendiri di meja makan.
ANA
Makan sendiri ya, Nak!
Noval
Ami, mau kemana?
ANA
Ada kerjaan bentar.
(Kamar Ana) Ana duduk di ujung ranjang dan berusaha memberi pengertian pada Nisa dengan membalas chatnya.
ANA : Nggak, apa Mbak. Takut lama kalau nunggu cetakan ke 2 (Emot ketawa)
NISA : Kenapa sih mba aku gaboleh nunggu? Padahal kan aku ga keberatan. Rasanya tu kaya lagi beli sesuatu ke toko, terus di toko aku mau beli richeese nabati. Mbak adanya coki-coki. Aku bilang aku nunggu nabati aja. Tapi nggak dibolehin sama yang jual dan dipaksa suruh bawa pulang coki-coki. Akunya jadi mikir, aku ada salah apa ya kok nggak boleh baca yang itu? Dari sejak di grup aku bilang mau nunggu, mbaknya maksa nggak boleh aku nunggu. Padahal loh aku nggak akan review aneh-aneh atau jelek. Nggak sejahat itu aku mbak (emot nangis)
ANA : Ya Allah Mbak sumpah aku nggak mikir kek gitu. Aku cuma malu, di sana ada adegan malam pertama, meski pun nggak vulgar, tapi tetap rasanya nggak enak. Aku menghormati mbak karena tulisan Mbak itu bagus dan aku malu. Alasannya cuma itu. Maaf Mbak maaf ... Nggak gitu maksud aku. Aku cuma malu aja. (Emot nangis)
NISA : Novel yang lain juga banyak adegan ranjangnya, tapi pas review aku nggak sebut-sebut, Mbak. Aku cuma kasih saran aja, nggak ada niatan sama sekali buat maksa. Kalau belum bisa ya nggak apa-apa namanya juga manusia butuh proses, tapi ternyata Mbak serius kirim buku yang lain. Aku serius sampe nangis pas buka bungkusnya. Ya Allah aku nggak sejahat itu Mbak.
Ana menunduk, terlihat bingung. Lalu kembali membalas pesan. Sesekali Ana mengusap air mata, lalu kembali menunduk, kemudian mengetik pesan lagi. Seperti itu terus ...
NISA : Jadi aku luruskan sekalian ya mbak supaya di antara kita nggak ada salah paham.
ANA : Maaf, Mbak. Sumpah, alasan aku cuma itu. Nggak ada maksud lain apalagi berpikir Mbak bakal review buku aku jelek-jelek.
Dalam chat Ana maupun Nisa berdamai, tapi tidak dengan hati. Karena setelah itu perubahan besar justru terjadi. Nisa jadi jarang nimbrung di group, hanya saat penting saja. Di Facebook, Nisa juga tidak pernah mampir ke status-status Ana. Hingga akhirnya Ana merasa bersalah. Segala cara dilakukan Ana supaya bisa kembali dekat, sayang semua sudah tidak lagi sama. Ana menatap wall Facebook Nisa lama, kemudian dengan terpaksa menekan tombol berhenti mengikuti. Lalu mengusap ujung mata, menangis.
ANA(V.O)
Mungkin, Mbak masih marah. Aku harap status-statusku tidak lagi muncul di beranda Mbak setelah aku melakukan ini. Aku paham, Mbak juga pasti tidak nyaman ada aku di group itu. Kebetulan ada event di salah satu aplikasi baca. Aku akan berdalih ingin berkonsentrasi mengikuti event menulis script film dan keluar dari sana untuk beberapa saat. Aku harap Mbak bisa kembali seperti biasa dan merasa nyaman setelah aku tidak ada lagi di sana.
CUT TO