Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
THE AUTHORS
Suka
Favorit
Bagikan
11. Firasat Ibu

Episode 11

Sc. 60 EXT. KAMAR ANA - SUBUH

(Kamar) Ana selesai salat subuh. Terlihat ia sedang melipat mukena, setelahnya langsung duduk di depan meja bulat membuka laptopnya. Sekilas ia menscroll cerita yang sudah ditulis sebelum dikirim ke percetakan.

ANA (V.O)
Baru kali ini ngangkat cerita tentang adat istiadat dan budaya daerah suami. Alhamdulillah ya Allah ceritanya meledak. Bismillahirrahmanirrahim semoga awal yang baik.

Sedang asik memeriksa tulisan ponsel bergetar. Fokus Ana dari layar laptop kini ke hape yang ada di samping laptopnya. Ana mengambilnya, lalu memeriksanya. Wajah Ana berubah sedih setelah melihat layar ponsel. Pesan dari Vero kakak iparnya menunjukkan foto bapaknya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan alat bantu pernapasan. Ana mengetik balasan.

ANA : Bapak kenapa, Kak?
VERO : Sakit, sejak jam 3 dini hari sesak napas dan lemas.

Ana bergegas keluar kamar menuju teras belakang rumah untuk melakukan vidio call dengan saudaranya yang ada di sana. Ana menelepon Eva (P/34), saudarinya nomor 2 dari 4 bersaudara. Panggilan diterima nampak wajah Eva yang sedang cemas.

EVA
Halo, Assalamualaikum, Na.
ANA
(Mata sudah berkaca-kaca.) Waalaikumsalam, Mbak. Gimana keadaan Bapak, Mbak?

Eva mengarahkan kamera hape ke Bapaknya, Tofa (L/60). Ana menutup mulut dengan sebelah tangan, air matanya mengalir melihat bapaknya. Terlihat Tofa sedang duduk membungkuk diganjal banyak bantal bagian dadanya dengan mata terpejam.

ANA
(Menangis) Mbak, kenapa Bapak tidurnya seperti itu?
EVA
Bapak nggak bisa berbaring, Dek. Katanya sesak napas. Dari kemarin sore merasakan lemah dan sesak, pagi ini Mbak nekat ajak ke klinik. Mbak nggak tahan lihatnya kesakitan, Na.

Eva keluar ruang kamar ruang inap, menangis.

ANA
Mbak, aku pulang. (Dengan suara serak)

Tiba-tiba Hari pulang dari Mushola bersama dua anaknya dan Edi. Melihat Ana menangis di teras belakang rumah Hari mendekat.

HARI
Kenapa Ami nangis?
ANA
Bapak, Yah ... Bapak, sakit ....

Ana Semakin kencang menangis. Hari mengambil ponsel dari tangan Ana dan berbincang dengan keluarga istrinya. Sementara Ana terus saja menangis. Kemudian Noval dan Raka ikut menyapa keluarga Ana di desa. Setelah telepon mati Ana masuk ke kamar. Duduk dipinggir ranjang terus menangis. Hari mendekat.

HARI
Gimana, mau pulang? Kalau udah terlihat di Bapak kan enak, biar nggak khawatir lagi.
ANA
Tapi Raka sekolah, Yah ...
HARI
Ya udah, nanti kasih tahu aja kalau mau pulang ke desa, ya! Raka bisa kita ijinkan sama gurunya.

Ana mengangguk, Hari masih berusaha menenangkan istrinya, mengusap-usap bahunya, kemudian keluar rumah mengajak dua anaknya. Tidak berapa lama notifikasi dari ponselnya kembali berbunyi. Ana memeriksanya.

VERO : Pulanglah, dari pada nanti kamu menyesal.

Seketika Ana tertelungkup di atas kasur dan menangis sejadi-jadinya. Sadar waktunya tidak banyak ia bangkit dan menghapus air mata. Ana keluar rumah dan bertanya pada Rana yang sedang menjemur pakaian.

ANA
Ran, Kak Hari mana sama anak-anak?

Rana kebingungan melihat wajah Ana basah oleh air mata. Rana menjawab, seraya menunjuk ke arah

RANA
Ke sana, Mbak. Mungkin main ke rumah Mas Rega, temennya.

Tanpa pikir panjang Ana berlari menyusul suaminya ke rumah Rega (L/36) tanpa alas kaki. Sesekali tangannya menyeka air mata. Bayang-bayang kebersamaanya bersama sang Bapak terus berputar diingatan.

FLASH BACK TO

Sc. 61 EXT. TAMAN BOROBUDUR - MALAM

Tofa dan Ana sedang menjenguk sang kakek Sono (L/85) di Magelang, yang saat itu sedang sakit. Malamnya Tofa mengajak Ana yang saat itu berumur tujuh tahun keliling taman sekitaran candi Borobudur dengan sepeda ontel. Berhubung yang jaga candi kenal jadi diperbolehkan masuk. Di atas sepeda.

ANA
Pak, itu hewan apa sih yang terbang-terbang ada lampunya?
TOFA
Itu namanya kunang-kunang, Nak.
ANA
Boleh ditangkep?
TOFA
Jangan lah, Nak. Hewan itu berhak hidup juga. Sebagai manusia yang memiliki akal jangan sampai kita menyakiti mereka.
ANA
Cuma pegang aja, Pak. Nggak di apa-apain.
TOFA
Janji?
ANA
Janji

Sepeda menepi di bawah pohon yang terdapat banyak kunang-kunang. Tofa menurunkan Ana dan membiarkan anak itu berlarian mengejar hewan-hewan berlampu itu.

FLASH BACK CUT TO

Sc. 62 EXT/INT HALAMAN RUMAH REGA/DALAM MOBIL - PAGI.

Ana terengah-engah sampai di rumah Rega. Ia langsung mendekati Hari dengan berurai air mata yang membuat Hari heran.

HARI
Kenapa, Mi?

Ana Memegang tangan Hari dengan wajah sedih.

ANA
Ayah, Ami pengen ketemu Bapak. Kita harus pulang, Yah.
HARI
(Menarik Ana dalam pelukan) Iya, stt ... jangan nangis. Kita pulang, ya. Kita pasti ketemu sama Bapak.

Pulang dari rumah Rega, Ana langsung memandikan Noval dan Raka, lalu membereskan pakaian untuk menginap beberapa hari. Air matanya tak henti-henti mengalir dari sudut mata. Diperjalanan sesekali Hari menoleh ke arah Ana yang nampak gelisah. Mereka harus menempuh lima jam perjalanan menuju ke desa di mana orang tua Ana tinggal. (Dalam mobil) Hari memegang tangan Ana. Ana menoleh kemudian memaksakan tersenyum.

HARI
InshaAllah Bapak baik-baik saja.

Ana kembali menangis. Sementara Noval dan Raka terlelap di jok bagian belakang.

CUT TO

Sc. 63 INT. RUMAH TOFA/KAMAR KLINIK - SIANG

Sesampainya di rumah Tofa, Ana dan Hari langsung memasukkan barang-barang ke rumah, lalu langsung menuju klinik di mana Tofa di rawat. Sesampainya di klinik Ana berjalan cepat menuju kamar di mana Tofa di rawat, sedangkan Hari menunggu di luar karena anak-anak dilarang masuk.

(Kamar rawat) Terlihat Tofa duduk di pinggiran ranjang dengan kaki menjuntai ke bawah dan wajah menunduk dengan napas ngos-ngosan, hidungnya terpasang selang oksigen. Sedangkan Eva dan Nur duduk lesehan di bawah lengkap dengan penutup masker di wajah. Ana memasuki ruangan.

ANA
Assalamualaikum. Ya Allah Bapak ....
(Mencium punggung tangan Tofa dan memeluk lama)
Bapak gimana keadaannya? (Melepas pelukan menatap Tofa dengan seksama)
TOFA
(Bicara dengan napas ter-engah-engah)
Sesak ... rasanya sesak.
ANA
Bapak nggak susah duduk terus? Apa nggak susah? Baring aja, Pak.

Duduk di samping Tofa mengelus-elus punggungnya.

TOFA
Ya susah, capek. Tapi kalau berbaring malah tidak bisa bernapas.

Ana Mengambil minyak kayu putih, kemudian mengoleskannya di bagian dada dan punggung belakang Tofa.

ANA
Bapak, yang sabar ya ... InshaAllah sebentar lagi sehat.
NUR
Udah dari kemarin sakitnya, Cuma parahnya malam ini. Ibu sampe potongin ayam dan menempelkannya ke dadanya karena Bapakmu bener-bener nggak bisa napas.
ANA
Ya Allah, Bapak ....

Tofa Menoleh ke arah Ana, tersenyum.

TOFA
Nggak apa-apa besok sembuh.

Ana Menangis, menyandarkan kepala ke punggung sebelah kanan Tofa.

ANA
Pak, sembuh ya ...

Tofa Mengangguk lemah seraya tersenyum tipis. Tofa merasa lelah, sehingga Nur berdiri dan menyusun bantal bertumpuk lalu diletakkan ke depan Tofa untuk bersandar.

NUR
Kurang nggak, Pak, bantalnya?
TOFA
(Menyandarkan kepala ke bantal) Udah, segini aja. (Memejamkan mata)

Nur duduk di bawahnya, memijat kakinya, sedangkan Ana turun dari ranjang dan baru sadar belum menyalamai Nur dan Eva. Segera ia menyalami mereka satu persatu, lalu duduk di samping Eva.

EVA
Jam berapa dari sana?
ANA
Abis dikabarin aku langsung berangkat, Mbak.

Setelahnya mereka terlibat obrolan ringan dengan suara yang kecil, supaya tak mengganggu. Tidak berapa lama Hari masuk karena anak-anak dijemput oleh Vero, kakak ipar Ana. Sempat mengobrol sebentar lalu keluar lagi karena menemani tamu dari luar kota yang akan menjenguk Tofa.

CUT TO

Sc. 64 INT. RUMAH TOFA - MALAM

Ana dan Nur pulang untuk Mandi. Di klinik ada saudari tertua Ana, Ida (P/38) dan saudari ketiga Ana, Nia (P/32). Ana baru saja masuk ke rumah, sedangkan Nur baru selesai salat Asar. Hari pulang saat itu juga karena mobil akan di pakai Edi besok. Nur keluar kamar.

ANA
Bu, Ibu istirahat dulu, ya. Ibu nggak tidur udah dari semalam. Nanti ikut sakit kalau nggak istirahat.
NUR
Pokoknya Ibu mau nemenin Bapak. Perasaan Ibu itu nggak enak. Pas Bapakmu sakit, kenapa bertepatan dengan hari lahirnya. Ibu merasa bapakmu akan pergi meninggalkan kita semua.
ANA
Ibu, nggak boleh ngomong gitu. Kita harus positif thinking, ya!

Nur hanya diam, ia menarik napas panjang, kemudian bersiap kembali ke rumah sakit. Perkataan Ana sama sekali tak digubrisnya.

CUT TO

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar