Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
THE AUTHORS
Suka
Favorit
Bagikan
3. Masalah Baru

Episode 3

Sc. 14 EXT. JALAN RAYA - PAGI

Pagi-pagi sekali Ana sudah siap akan mengantar Raka pergi ke sekolah dengan sepeda motor matic bututnya.

ANA
Pegangan yang kenceng! Abang sih, kata Ami mandinya jangan lama, masih aja lama mandinya.

Raka menampakkan Wajah kesal.

RAKA
Kok nyalahin Abang. Kan Ami yang nyuruh mandinya lamaan dikit biar bersih. Pokonya kalau Abang terlambat, Ami tanggung jawab!
ANA
Kenapa Ami yang tanggung jawab?
RAKA
Pokoknya kalau terlambat semua salah Ami! Titik!

Ana hanya diam, tapi wajahnya terlihat kesal. Ia membawa sepeda motornya cukup kencang, hingga menyalip beberapa kendaraan lainnya. Supaya lebih cepat, Ana memilih melewati jalan tikus untuk menghindari kemacetan.

(Di depan gerbang sekolah) Semua murid sudah berbaris, bersiap akan melaksanakan upacara bendera. Ana menghentikan kendaraan, lalu Raka turun begitu saja dari sepeda motor. Tanpa berpamitan Raka berlari sambil berteriak.

RAKA
Kan telat, semua salah Ami!!

Melihat Raka terlambat, bahu Ana langsung turun.

ANA
Kenapa sih setiap senin selalu telat?

CUT TO

Sc. 15. INT. RUMAH EDI/KAMAR ANA - MALAM/PAGI

(Malam) Setelah suaminya pergi ke toko, Ana tidak bisa tidur, lalu iseng mengambil hape dari bawah bantal dan mengetik sebuah cerita dengan judul ‘Naik Ranjang’ setelahnya ia upload di komunitas menulis terbesar di facebook. Karena kantuk menyerang, akhirnya ia memutuskan langsung tidur.

(Subuh) Ana bangun dan mengecek ponsel. Kaget saat melihat ceritanya ramai dengan like dan komentar menggunung. Hari tiba-tiba masuk kamar, membuat Ana gugup.

HARI
Mi, udah salat subuh?
ANA
Ini baru mau salat, Yah. Alarm hape bunyi jadi cek sekilas.

Kembali meletakkan ponsel ke bawah bantal.

HARI
Buruan salat, keburu abis waktunya.

Bergegas Ana bangkit dan keluar kamar untuk wudhu, setelahnya langsung salat subuh, sementara suaminya merebus air untuk membuat teh.

CUT TO

Sc. 16 EXT. RUMAH EDI/TERAS DEPAN - SORE

Ana menelepon Lia sambil duduk di kursi teras.

INTERCUT

ANA
Sumpah demi Tuhan. Aku lagi seneng banget ini!
LIA
Aku belum cek facebook nih. Wah ... selamat, ya! Semoga ini awal yang baik kamu bisa jadi seorang penulis. Tapi bentar, kamu ... nggak cerita kan sama suami?
ANA
Gila. Mana berani, baru juga baikan, masak musuhan lagi sih!

Mendengar jawaban Ana, Lia tertawa terbahak-bahak.

Lia
Ya, udah. Pokoknya kamu harus semangat! Jangan sia-siakan kesempatan emas ini.
ANA
Kamu jangan lupa mampir ke tulisan aku, ya! OTW Novel solo, aaaaa!!

Berteriak, senang.

LIA
Iya, nanti aku pasti like, coment and share. SEMANGAT jadi penulis sejati!! (Berteriak). Eh, ngomong-ngomong udah dulu, ya. Aku kerja dulu.

Kini Berbisik.

ANA
Oke, doakan aku, Li!
LIA
Pasti! Aku tutup, Na. Assalamualaikum
ANA
Makasih banyak bebs, Waalaikumsalam

Berdiri dan sedikit melompat bahagia. Ana masuk menuju ruang keluarga.

(Ruang Keluarga) Ketika Ana melintas di depan TV. Ana melihat salah satu televisi swasta yang sedang membahas beredarnya kabar burung bahwa akan ada penghapusan pelajaran Agama di sekolah-sekolah. Tiba-tiba ia memiliki ide untuk menyelipkan pesan betapa pentingnya pelajaran Agama itu untuk anak-anak di sekolah.

CUT TO

Sc. 17 INT. RUMAH EDI - MALAM

(RUANG MAKAN) Setelah makan malam bersama dan mengobrol sebentar dengan keluarga Ana masuk ke kamar. Hari dan Edi masih sibuk membahas sesuatu di meja makan, sementara anak-anaknya bermain di ruang keluarga bersama Rana.

(KAMAR ANA) Perlahan Ana menutup pintu kamar dan memainkan ponselnya sambil berbaring. Ia membuka aplikasi facebook dan mengunjungi komunitas tempat menulisnya kemarin. Senyumnya mengembang melihat ceritanya yang disukai dan dikomentari ribuan orang. Semua koment tak ada yang terlewat dibacanya. Puas membaca koment pembaca, ia mulai menulis untuk episode kedua.

ANA (V.O) : Bagaimana caranya nyelipin pesan kalau pelajaran Agama itu penting banget?

Berpikir keras. Saat Ana sedang asik menulis tiba-tiba suaminya masuk. Bergegas Ana menyimpan gawainya.

HARI
Mi, belum tidur? Anak-anak malah udah tidur semua di kamar kakeknya. Ayah langsung ke toko, ya! Dah malam.

Ana pura-pura menguap.

ANA
Iya, Ayah.
HARI
Tutup pintunya!

Lalu keluar dari kamar menuju ke pintu belakang.

ANA
Iya, Ayah.

Berdiri mengikuti langkah kaki suami mengantar sampai ke pintu dapur.

(DAPUR) Ana berdiri di depan pintu mengantar kepergian suami. Setelah suami menjauh, cepat-cepat ditutup pintunya dan kembali ke kamar.

(KAMAR) Kembali memegang hape dan melanjutkan tulisan, setelahnya upload ke komunitas menulis. Selang beberapa menit, terlihat beberapa orang yang sudah mampir dan menyukai tulisannya. Awalnya Ana tersenyum, tapi lama-lama dahinya mengerut. Orang-orang yang tidak tahu niat Ana untuk menyelipkan pesan moral di sana protes.

PEMBACA 1 : Penulisnya nggak bener, nih. Menyesatkan. Itu tokoh perempuan masih masa iddah woy, mana boleh asal nikah!
PEMBACA 2 : Mbak, cerita ini sesat. Apa mbaknya nggak tahu berapa lama masa iddah untuk seorang wanita?
PEMBACA 3 : JANGAN DILANJUTKAN! BELAJAR AGAMA YANG BENER AJA DULU, BARU NULIS!!
PEMBACA 4 : Ini bukan lagi plot hole, CACAT LOGIKA!

Keringat membanjiri wajah Ana. Bukan hanya satu dua koment menjatuhkan, bahkan ribuan.

ANA (V.O) : Niat awal kan ingin menyelipkan pesan bahwa Ilmu agama itu penting kok jadi gagal. Banyak yang salah paham. Padahal maksud awal siapa tahu dan bisa jadi masalah dalam cerita itu akan benar-benar terjadi di dunia nyata, persis seperti yang dialami oleh tokoh dalam cerita. Dan hal itu terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai ilmu agama, salah satu dampak kalau pelajaran Agama di sekolah benar-benar dihapuskan. Ya Allah kok malah jadi banyak yang salah paham ya? Lagipula di dalam cerita, si wanita masih perawan.

Setahu Ana kalau menjadi janda, sedangkan si wanita masih perawan, maka tidak ada masa Iddahnya. Ana terlihat sibuk membalas koment pembaca, belum selesai satu sudah menumpuk ribuan koment lainnya sehingga balasan komentnya tertimbun. Ana Berdiri dan mondar-mandir dalam kamar, cemas.

ANA
Ya Allah, Bagaimana cara jelasinnya, ya?

Setiap kali mengecek fb, Ana akan duduk berjongkok sambil meremas kepala, pusing. Hujatan-hujatan dari semua tokoh masyarakat berdatangan, bahkan beberapa ada yang mengaku ulama.

ANA (V.O) : Aku menuliskan tokoh dalam cerita adalah seorang guru sejarah, dan tokoh itu memanggil kedua orang tuanya dengan sebutan Umi dan Abah. Jelas aneh ini. Kok baru ngeh sih?

Ana kembali mengecek koment pembaca di media sosialnya.

PEMBACA ke xx : Tokohnya manggil Umi dan Abah masak ilmu agamanya sejengkal itu? Apalagi tokohnya seorang guru?
PEMBACA ke xxx : Tanggung jawablah sebagai penulisnya, atau diganti saja 1 bulan ganti 3 atau 5 bulan, kelar!

Dan seterusnya ....

Ana masih bertekad mempertahankan tulisannya. Ia melirik jam, di sana sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Ana bimbang.

ANA (V.O) : Ya Allah kok jadi kacau seperti ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Harusnya aku paham itu komunitas yang besar. Apa aku telepon Lia?

Ana sibuk menelepon Lia, tapi tidak diangkat, mungkin sudah tidur. Ia mengingat-ingat siapa kira-kira yang bisa membantunya. Ana ingat, ada salah satu guru menulisnya di salah satu komunitas yang nampak ramah, dibanding guru lainnya. Ana langsung mencari nama Maya di facebooknya, setelah ketemu Ana memberanikan diri mengirim messenger.

ANA : Assalamualaikum, Uni.
Cukup lama, namun akhirnya pesan itu dibaca dan dibalas.
MAYA : Waalaikumsalam, Dek ...
ANA : Uni, Maaf ganggu malam-malam. Saya salah satu murid Uni di Komunitas belajar dan menulis, mau curhat sedikit Uni, saya sedang ada masalah, boleh?
MAYA : Oh, iya. Salam kenal ya, Dek. Silahkan, Kalau Uni bisa bantu nanti Uni bantu.

Malam itu mereka bertukar pikiran sampai jam 12 malam lebih, tapi Ana masih tak menemukan titik terang. Meskipun Maya sudah memberi masukan ini dan itu.

CUT TO

Sc. 18 INT. DAPUR - PAGI

Ana memasak, tapi wajahnya lesu. Ayah mertua yang melintas akan pergi mengajar, meliriknya sekilas. Rana yang akan pergi kuliah juga meliriknya sekilas, tapi Ana hanya diam dan lesu. Noval bermain ponsel di ruang keluarga. Kepala Ana pusing memikirkan masalahnya. Hari mendekat, pamit akan membuka toko.

HARI
Ami, ayah berangkat, ya!

Ana diam saja, Hari kembali memanggil, tapi masih sama. Akhirnya Hari Menyenggol bahu Ana. Ana Terkejut, meletakkan pisau dan menatap suami.

ANA
Ayah? Kenapa? Ngagetin aja.
Melihat Ana tidak fokus membuat Hari kembali marah.
HARI
Ayah ini pamit dari tadi. Kok malah dicuekin? Mikirin apa sih?
ANA
Ehh, (Gelisah) nggak mikirin apa-apa kok, Yah.

Hari Langsung pergi dengan wajah tidak bersahabat. Ana terduduk lesu, sambil mengusap wajah kasar, putus asa.

ANA
Ahhh ya Allah .... Ada-ada aja sih masalah.

Sc. 19 INT. KAMAR ANA - Sore

Ana baru selesai salat Asar. Matanya sembab, basah dan bengkak. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ana mengambilnya dan terlihat nama Lia di layarnya. Ana menggeser tombol hijau.

INTERCUT

LIA
Halo Assalamualaikum, Na. Maaf udah dua hari aku off, kamu nelepon, ya?
ANA
Waalaikumsalam, Li.

Ana menangis.

LIA
Kenapa lagi, Na?
ANA
Aku mau berenti aja nulis, malu Li.
LIA
Loh, kok? Padahal beberapa waktu yang lalu kamu bilang otw novel solo kok gitu?
ANA
Ceritaku di part 2 cacat logika, aku di hujat orang seindonesia, aku malu, Li. Padahal niat awal ingin menyelipkan sebuah pesan, saat kujelaskan mereka masih tidak terima. Saat alurnya kuubah malah semakin berantakan. Aku mau berenti aja nulis, Li.

Semakin kencang menangis. Kepalanya bersandar di kasur yang tak memiliki ranjang.

LIA
Udah? Baru segini kamu nyerah? Ana, ini baru permulaan. Bagaimana kamu akan menghadapi hal yang lebih besar kalau hanya hal semacam ini aja bikin kamu tumbang? Kamu lihat tuh niki dan artis lainnya yang setiap hari dihujat. Kamu belum ada apa-apanya dibanding mereka.
ANA
Beda, Li. Mereka memang artis kontroversial, sedangkan aku? Aku hanya penulis pemula yang bersikap sok pintar.
LIA
Ya,sok pintar dan baperan! Catat!

Hening, hanya terdegar suara isak tangis Ana. Lia melanjutkan kata-katanya. Dia merasa kasihan juga kepada sahabatnya.

LIA
Na, niat kamu kan baik, kamu ingin menyelipkan pesan, niat baik itu pasti sudah di catat Allah, Na. Ya, meskipun gagal. Bayangkan bagaimana kalau suatu saat niat kamu berhasil dan tulisan kamu bisa memberi pencerahan untuk masyarakat di Indonesia ini. Hal yang besar itu terjadi tidak akan mudah seperti membalikkan telapak tangan. Kamu pasti akan melewati beberapa masalah untuk membuatmu semakin kuat.
ANA
Aku nggak bisa. Aku nggak sehebat itu, Li

Meringis dengan suara tertahan.

LIA
Kamu pasti bisa, Na. Bangkit Yuk, ayo usaha lagi. Bagaimana caranya melewati masalah ini. Aku di sini terus support kamu meski pun seisi dunia ini nanti membencimu.

Terdiam, lalu menghapus air mata.

ANA
Kamu kok baik banget sih, Li.
LIA
Bukan cuma baik, kamu lupa kalau aku juga pinter.

Tertawa. Mencoba menghibur Ana.

ANA
Iya kamu itu pinter, nggak ada duanya. Pokoknya makasih untuk semuanya.

Berkata dengan suara serak. Menangis sambil tertawa.

CUT TO

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@Rifatia : Awalnya aku dulu gitu, Mbak. Alhamdulillah, sekarang sudah punya 10 buku modal nekat dan maju terus nulis di sana, meski nggak mudah 😁 Makasih sudah mampir Mbakku ❤️🙏
3 tahun 7 bulan lalu
Saya jadi inget dulu ikutan juga komunitas menulis di fb... daannn seringnya jadi penonton aja... 😂🙈
3 tahun 7 bulan lalu