Episode . 13
Sc. 71 INT. RUMAH TOFA - SIANG/SORE
(Ruang keluarga) Ana memarkir sepeda motor di halaman rumah Tofa, kemudian langsung masuk menemui saudara-saudaranya di ruang tengah. Ana menceritakan semua kepada para saudarinya, sambil mengucap banyak syukur.
(Dapur) Setelah bertemu para saudarinya Ana mencari keberadaan ibunya yang nampak sibuk di dapur. Terlihat Nur sedang sibuk mempersiapkan makanan untuk tahlilan nanti malam bersama para tetangga. Ana langsung memeluk ibunya. Beat.
ANA
Ibu, Bapak sudah sampai di syurga. Bapak sudah bicara sama Allah secara langsung untuk meluaskan rejekiku. Penjualan bukuku terus naik, Bu dan alhamdulillah pendapatanku makin meningkat.
NUR
(Menangis terharu)
Alhamdulillah ya Allah. Jangan lupa sedekah ya, Nak ....
ANA
Pasti, Bu. Sedekah tahun ini akan kuniatkan untuk Bapak. Supaya pahalanya mengalir untuk Bapak.
NUR
(Mengangguk cepat, tersenyum, menangis)
Alhamdulilah ya Allah
ANA
(Melerai pelukan)
Aku masuk ya, Bu.
Nur mengangguk. Setelah itu Ana kembali ke dalam.
(Ruang Keluarga) Ana duduk di depan Eva, mengeluarkan amplop berwarna coklat dan memberikannya pada Eva.
ANA
Mbak, ini untuk tambahan tahlilan Bapak. Uang sebelumnya itu dari Mas Hari. Alhamdulillah hari ini Allah luaskan rejekiku, semoga bisa membantu ya, Mbak.
(Mengulurkan amplop)
EVA
Aamiin, udah bilang sama Ibu?
ANA
Udah.
EVA
Alhamdulillah ....
Eva tersenyum haru sembari mengusap pipi Ana.
CUT TO
Sc. 71 EXT/INT HALAMAN RUMAH TOFA - MALAM
Malamnya acara tahlil berjalan dengan lancar meskipun hujan deras, tapi banyak orang yang datang. Hari dan keluarga kembali hadir untuk ikut mendoakan Tofa. Jam 11 malam pihak keluarga Hari langsung pulang, hanya saja Hari tetap tinggal untuk menemani Ana. Semua keluarga Hari sudah duduk rapi di dalam mobil. Hari, Nur dan Ana beserta keluarga besar mengantar kepergian mereka.
EDI
Pulang dulu, semua. Assalamulaikum.
(Melambaikan tangan)
KELUARGA ANA
Wa’alaikumsalam, Pak. Hati-hati di jalan ...
Edi Melambaikan tangan, tersenyum. Mobil meninggalkan pekarangan rumah. Selepas mengantar kepulangan keluarga Hari, semua keluarga kembali masuk ke dalam.
(Ruang Keluarga) Empat bersaudara berkumpul di ruang tengah.
AIDA
Ana,rencana kita mau nyumbang Al-Qur’an di Masjid gimana? Sekalian kita niatkan untuk Bapak.
ANA
Hayuk, aku ngikut aja Mbak. InshaAllah bermanfaat kalau kita salurkan ke masjid, karena banyak anak-anak yang biasa mengaji di sana, yang akan membacakannya.
EVA
Nanti biar aku yang belanja di toko OL. Al-Quran-nya bagus-bagus.
INA
Rencana patungan berapa?
AIDA
Aku segini (Kode tangan)
ANA
Aku sama kayak Mbak Aida
EVA
Aku yang belanjain--nya.
Semua tertawa.
AIDA
Kalau lagi nggak ada jangan dipaksain.
(Menyentuh bahu Eva)
EVA
Aku kan udah bilang bantuin belanjanya aja. Duitnya ya dari kalian semua. InshaAllah next sumbangan aku ikut, soalnya bulan ini lagi banyak banget kebutuhan.
ANA
Oke fix, 40 hari Bapak kita nggak bagi buku tahlil, tapi sedekah Iqro dan Al-Quran ke Masjid.
ALL
Mengangguk mengerti.
CUT TO
Sc. 72 EXT - HALAMAN RUMAH TOFA - PAGI
Ana, Hari dan kedua anaknya sudah bersiap akan pulang ke kampung halaman Hari. Nur terus saja menangis di pelukan Ana. Ketiga saudarinya juga ikut menangis.
ANA
Ibu, yang sabar ... Nanti Ana janji bakal sering telepon Ibu, ya.
Nur Melepas pelukan, berganti memeluk Noval, lalu menciuminya dengan Haru.
NUR
Jangan nakal ya cucu Mbah Nun.
Noval menangis histeris. Anak itu tidak mau pulang.
NOVAL
Ami nggak mau pulang. Mau sama Mbah Nun aja di sini.
NUR
Nanti ke sini lagi sama Ami sama Ayah ya sayang. Sudah jangan nangis.
(Menghapus air mata Noval)
Raka Mendekati Nur dan ikut memeluk seraya menangis.
RAKA
Mbah Nun, jangan nangis. Abang jadi ikut sedih.
Nur Menurunkan Noval, duduk berjongkok memeluk mereka berdua. Mencium Raka dan Noval secara bergantian.
NUR
Nanti Mbah Nun ke sana ya, Nak. Sekarang Abang sama adek pulang dulu bareng Ami dan Ayah.
Kedua cucunya Memeluk Nur seraya menangis. Hari mendekati kedua anaknya, perlahan melerai pelukan itu dan menggendong keduanya menuju sepeda motor. Ana kembali memeluk Nur sambil mengusap-usap bahu sang Ibu.
ANA
Ibu jangan lupa makan sama salat. Aku pamit.
NUR
Kamu itu, jangan lupa istirahat, kalau capek tidur, jangan nulis melulu. Pikirkan kesehatanmu.
Ana mengangguk, mengambil punggung tangan Nur dan menciumnya lama, kemudian mencium semua bagian wajah sang Ibu. Setelah itu mendekati semua saudarinya. Mereka saling memeluk dan mencium satu sama lain. Ana berjalan ke arah sepeda motor. Mencoba menenangkan Noval yang masih menangis. Kemudian naik dan memeluk anaknya seraya memberi pengertian.
ANA
(Sudah di atas sepeda motor)
Ibu, semuanya, Ana pamit. Assalamulaikum.
ALL
Waalaikumsalam
Perlahan sepeda motor meninggalkan pekarangan rumah. Tangan Ana masih melambai meskipun jarak sudah cukup jauh, begitu juga keluarganya.
CUT TO
Sc. 73 INT. RUMAH EDI/KAMAR ANA - MALAM
Ana nampak berbaring santai di atas ranjang. Raka dan Noval sudah terlelap. Ia sedang asik membalas chat di group para penulis.
NISA (S.O) : Aku barusan lihat ada sponsor aplikasi bacaan berbayar lewat di timeline facebookku. Udah gambarnya gitu, bacaannya juga gitu. Miris banget tahu nggak? Mereka apa nggak mikir jejak digital mereka nanti masih tertinggal sementara tulisan mereka yang seperti itu terus dibaca orang lain. Dosa jariyah, bakal terus ngalir selama dia di dalam kubur.
MAYA (S.O) : Uni dulu juga ada adegan malam pertamanya, meskipun nggak berlebihan, tapi alhamdulilah sekarang buku Uni dah diedit semua jadi aman dibaca semua usia. InshaAllah.
Ana terdiam. Menegakkan punggung dan memijat kening. Ia coba survey ke semua pembacanya dengan cara mengirim chat mereka satu-satu menanyakan tanggapan mereka soal buku yang ia tulis, lalu Ana sibuk membaca balasan dari pembacanya.
PEMBACA 1 (S.O) : Menurut aku biasa aja, Mbak. Malah kesannya manis kok tanpa ada kesan vulgar ataupun jorok.
PEMBACA 2 (S.O) : Agak, Mbak, tapi nggak berlebihan. Masih dalam tahap wajar. Lagi pula dibuku yang ada adegan peluk cium kan udah menikah, jadi jatuhnya halal, kan?
PEMBACA 3 (S.O) : Emmm, menurutku malah kurang greget Mbak. Kurang hott! Hahahaha
PEMBACA 4 (S.O) : Manis, mungkin bisa dibilang ‘Semi’ tapi nggak terlalu berlebihan.
Ana termenung sejenak. Wajahnya nampak berpikir keras hingga menimbulkan keringat di dahi. Ana kembali berbaring dan ikut nimbrung di chat author yang sudah menumpuk, chat dari beberapa penulis yang lain.
ANA (S.O) : Di bukuku memang ada adegan ranjangnya Mbak- Mbak tapi menurut pembacaku itu manis, nggak vulgar.
MAYA (S.O) : Iya, dek. Tapi imajinasi anak-anak kita nggak ada yang tahu. Pikiran mereka bisa aja kemana-mana kan? Lalu, takutnya karena mereka merasa manis dan indah mereka jadi praktekin tuh ke pacarnya atau ke orang terdekatnya. Apalagi kalau abis baca mak mak bilang langsung nyariin suami buat praktek. Itu berarti tulisan kita menimbulkan nafsu, Dek. Kami bicara begini karena di sini kita sudah seperti keluarga. Jadi sudah sewajarnya mengingatkan demi kebaikan bersama.
ANA (S.O) : Iya, Un. Aku paham. Makasih sudah diingetin semua. Tapi penjualan bukuku juga terhandle kok Uni. Kalau di bawah umur nggak aku kasih. Aku juga nggak segan-segan blokir pembaca yang masih di bawah umur 20 tahun.
NISA (S.O) : Keren Mbak Ana. Semoga emak yang beli buku sama Mbak, suatu saat bukunya nggak ditemuin sama anak-anaknya yang mungkin nggak sengaja main ke kamar emaknya. (Emot ketawa)
IFAH (S.O) : Kalau aku ada juga adegan malam pertamanya, tapi aku ganti semacam kiasan gitu. Jadi kalau yang baca dibawah umur InshaAllah dia nggak ngerti. Dan di bukuku nggak ada adegan peluk juga cium. Semua aku umpamakan sesuatu, jadi InshaAllah nggak ada adegan sentuhannya.
NISA (S.O) : Di bukuku yang sebelumnya juga Un, ada adegan malam pertama. Tapi aku ganti sama puisi. Bagiku tetep indah aja bacanya. Dan InshaAllah nggak mengurangi kemanisannya. Tetep bikin baper dan indah kok.
Maya (S.O) : Iya, jangan takut nggak laku. Uni dulu takut juga nggak laku, nyatanya setelah Uni edit Alhamdulillah penjualan tetap baik kok.
Sementara isi group terus membahas soal tulisan vulgar. Ana memilih duduk, merenung.
ANA (V.O) : Ya Allah, apa benar tulisan aku tuh vulgar? Tapi kenapa aku tetap merasa tulisan aku itu manis. Nggak vulgar dan nggak ada kata-kata jorok. Bukankah wajar-wajar aja kalau ada adegan cium dan peluk antara suami istri?
Lama kelamaan Ana terlelap, ponsel di tangan perlahan lepas sendiri dari genggaman. Tiba-tiba kepala anak bergerak ke kanan dan kiri dengan wajah dipenuhi keringat. Ana berteriak-teriak memanggil Ibu.
CUT TO
Sc. 74 EXT. HALAMAN LUAS - SIANG
Disebuah tempat Ana sedang berdiri di depan gubuk beratap jerami. Di sana terlihat Nur dibaringkan di atas besi besar persis seperti alat pemanggang ayam/ikan. Di bawahnya terdapat bara api yang sangat panas. Nur merintih meminta pertolongan Ana. Tubunya sudah bengkak dan biru karena terkena jilatan Api.
NUR
Ana, tolong Ibu, Nak. Panas ... Panas
(Merintih)
Ana Berusaha menjauhkan bara api dibawah tubuh Nur menggunakan ranting kayu sambil menangis.
ANA
Ibu, bertahan Bu. Tolong! Siapapun yang ada di sini tolong!
(menjerit, menangis sambil terus berusaha menolong Ibunya)
NUR
(Tubuhnya semakin membengkak, rintihannya semakin menyakitkan) Ana, tolong Ibu Nak... tolong.
Ana membuang kayu yang ada di tangannya, ia berlari cepat ke sebuah rumah lalu kembali berlari cepat membawa seember air. Setelah sampai di depan gubuk Disiramkannya air itu ke bara api. Sialnya api semakin membesar dan Nur semakin merintih kepanasan.
ANA
Ibu ... Ibu!! Ya Allah tolong Ibu saya! Huhuhu Ibuu!!
(Menjerit histeris)
CUT TO
Sc. 75 INT. KAMAR ANA - TENGAH MALAM
Ana membuka mata, napasnya ngos-ngosan dan tersenggal. Ia langsung duduk dan terlihat bingung. Diusapnya wajah yang penuh keringat dan air mata. Ana melirik jam. Jam menunjukkan pukul 02.00 tengah malam. Ana menutup wajah degan kedua tangan, menangis terisak-isak. Ana mendekati rak bukunya. Mengobrak-abriknya dan menyobek isi dibagian-bagian yang menurutnya mungkin vulgar. Ana terduduk, menangis,dan bayang-bayang dosanya seakan terus membuntuti.
ANA
Astaghfirullahalazim ya Allah, Astaghfirullah ... huhu, maaf ya Allah. Mungkin ini caramu menegurku. Sekali lagi maafkan hamba ya Allah (Menangis)
Ana segera menghapus air mata dan turun dari ranjang. Ana keluar kamar menuju ke kamar mandi. Membasuh wajah sambil menangis, kemudian mencoba menenangkan diri sejenak, setelahnya baru mengambil air wudhu. Ana kembali ke kamar, langsung menjalankan salat tahajud.
ANA
(Selesai salat)
Assalamaulaikum warohmatullah, Assalamulaikum warohmatullah.
Ana menengadahkan tangan berdoa sambil menangis pilu.
ANA (V.O)
Ya Allah yang Maha Besar, Maha Tinggi dan Maha segalanya. Hamba tahu engkau Maha Pengampun juga Maha Penyayang. Tolong bimbing hati hamba menuju ke jalan yang lurus ya Allah. Hamba tahu dosa hamba tak terhitung lagi, mungkin mimpi barusan adalah caramu menegurku karena hati ini telah mati, sehingga tidak tembus di nasehati oleh sahabat sendiri. Bukakan pintu maafmu ya Allah, hamba janji akan memperbaiki semuanya. Sekali lagi ampunin hamba ya Allah ....
Ana bersujud sangat lama dengan derai air mata, memohon pengampunan. Denting jam dan sunyinya malam menjadi saksi penyesalannya.
FADE OUT