Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
THE AUTHORS
Suka
Favorit
Bagikan
10. Ujian Kesetiaan

Episode 10

Sc. 53 INT. RUMAH EDI - MALAM

(Kamar Ana) Ana sedang bersiap sembari menunggu Hari pulang. Tiba-tiba Noval masuk.

NOVAL
Ami, jadi mau beli bakso?

Ana terlihat masih sibuk memakai hijab di depan cermin.

ANA
Jadi, Nak. Kita nunggu Ayah, ya!
NOVAL
Oke amiku yang cantik.

Raka membuka pintu kamar, lalu masuk dan mendekati Ana.

RAKA
Ami, Ayah kok lama sih?

Ana Menoleh ke arah Raka kemudian Noval.

ANA
Sa-ba-r!

Raka dan Noval keluar kamar dengan bibir mengerucut. Ana hanya menggelengkan kepala. Tidak berapa lama terdengar suara sepeda motor berhenti di belakang rumah, lalu Hari masuk ke rumah. Ana tersenyum saat melihat suaminya memasuki kamar.

ANA
Ayah, capek nggak?
HARI
Kenapa emang?
(Duduk di kasur, menyusun uang.)
ANA
Ami mau traktir bakso atau sate.
HARI
Iya, ayah mandi dulu
ANA
Oke, jangan lama ya, Yah.

Hari Menyimpan uang dan mendekati Ana sambil menyambar handuk, lalu memberikan uang.

HARI
Ini untuk beli baksonya nanti.
ANA
(Merasa tidak enak)
Nggak usah, Yah. Ami ada kok uang. Karena itu udah berapa bulan Ami nggak minta uang. Alhamdulillah sekarang Ami sudah ada penghasilan.

Hari menarik lagi tangannya, tersenyum samar, lalu keluar sambil berkata.

HARI
Oh, ya sudah
ANA (V.O)
(Gelisah)
Aduh, kok mukanya nggak enak sih? Apa kata-kataku ada yang salah?

CUT TO

Sc. 54 INT. WARUNG BAKSO - MALAM

Ana, Hari, Raka dan Noval duduk di kursi warung.

ANA
Baksonya 4 ya, Pakde.

Penjual bakso menoleh ke belakang, karena masih sibuk meracik bakso di depan, di mana gerobaknya berada.

PANJUAL BAKSO
Oke, Mbak. Bakso apa aja?
ANA
Bakso uratnya 1, yang tiga bakso telur.
NOVAL
Ami adek mau bakso cacing.

Semua bingung bingung (Beat)

ANA
Mana ada bakso cacing. Adek tahu dari mana ada bakso cacing?
NOVAL
Waktu itu kita makan bakso cacing kok.

Ana semakin bingung, menatap Noval penuh tanda tanya.

ANA
Kapan?
HARI
Bakso dimana Mi yang ada bakso cacingnya?
PENJUAL BAKSO
(Terkekeh) Ada-ada aja maunya si adek.
(Geleng kepala yang lain ikut tertawa)
NOVAL
(Diam, kemudian mata mulai memerah)
Ami adek nggak bohong, kemaren itu kita pernah kok makan bakso cacing (Mulai menangis)
ANA
Kok nangis? Jangan nangis dong sayang, belum juga makan.
HARI
Adek, diem. Kalau nangis kita pulang.
(Memberi peringatan dengan wajah sangar)
RAKA
Mungkin bakso ulat, Mi.
ANA
Urat, apa ya? Oh ... (Mengulum senyum lalu menoleh ke arah penjual bakso) Pak, Bakso urat, atau ulat, atau bakso cacing satu ya.
NOVAL
Iya, Mi. Bakso ulat (Urat).

Semua orang yang ada di sana tertawa karena merasa lucu.

ANA
Iya, kita pesen bakso ulat 1 untuk adek, ya.

Penjual bakso tidak bisa menyembunyikan tawanya. Ia melayani pembeli sambil terus tertawa.

CUT TO

SC. 55 EXT. WARUNG - SIANG

Rana sedang berbelanja ke warung untuk membeli gandum. Sepeda motor di parkirnya dekat dengan warung itu.

RANA
(Berdiri di depan warung) Assalamualaiku, Mbak. Gandum ada?
PEMILIK WARUNG
Waalaikumsalam, Dek. Ada, mau berapa?
RANA
Beli satu kilo saja.
PEMILIK WARUNG
(Mengambil gandum, kemudian kembali mendekati Rana)
Dek, kamu adeknya Hari, kan?
RANA
Iya, Mbak, Bener ...
PEMILIK WARUNG
Bener nggak sih istrinya Hari itu yang nulis di facebook?
RANA
(Tersenyum samar)
Iya, bener Mbak.
PEMILIK WARUNG
Wah, titip salam, ya. Namanya udah dikenal di mana-mana. Luar biasa.

Pemilik warung bertanya banyak hal dengan Rana. Setelah berbalanja Rana langsung pulang.

CUT TO

Sc. 56 INT. RUMAH EDI/RUANG MAKAN - MALAM

Semua keluarga berkumpul di meja makan setelah magrib. Kecuali Hari, ia belum pulang ke rumah, sementara Noval dan Raka sedang mengaji di Musolah. Mereka baru saja selesai makan.

RANA
Mbak, tadi ada pemilik warung yang di ujung sana nanyain Mbak.
ANA
Nanya apa, Ran?
RANA
Soal Mbak nulis di media sosial, katanya fans Mbak itu banyak dari berbagai wilayah.

Ana hanya tersenyum samar.

EDI
Kamu dikenal di mana-mana, sementara para tetangga nggak ada yang tahu kalau kamu penulis.
ANA
Soalnya aku nggak pernah keluar rumah, Yah. Nggak pernah cerita-cerita sama orang.
EDI
Kenapa?
ANA
Ana pengen dikenal karena karyanya, bukan karena aku ini siapa, Yah.
EDI
(Mengangguk-angguk, mengerti)
Bener juga prinsip kamu.
RANA
Tapi keren loh Mbak kalau banyak yang tahu.
ANA
Mbak malu, Ran.
EDI
Kenapa musti malu, kita berkarya, bukan melakukan hal yang buruk.
ANA
Karena belum biasa kali, Ya.
RANA
Bisa jadi, Mbak. Banyak loh temenku pengen bisa nerbitin buku, tapi nggak bisa. Karena itu mereka terkagum-kagum saat tahu kalau ternyata Mbak itu penulis novel, apalagi sekarang novel itu sudah beredar sampai ke mana-mana. Malah sampai ke luar negeri malah.
ANA
Ah. kamu bisa aja Ran. Udah ah, Mbak mau kembali masuk ke kamar. Ada kerjaan.
RANA
Paling juga nulis.
EDI
Namanya juga penulis, aneh kamu Ran.

Rana hanya nyengir mendengar ucapan sang Ayah, sementara Ana kembali masuk ke kamar sambil tersenyum menahan malu.

CUT TO

Sc.57 INT. KAMAR ANA - TENGAH MALAM

SOUND EFFECT (Suara mengaji)

Samar-samar Ana membuka matanya, ia tertidur di meja bulat karena sedang mengerjakan naskah yang akan terbit bulan ini. Ana melihat ke arah jam dinding dengan mata menyipit. Jam 01. 30 tengah malam.

ANA (V.O)
Siapa yang mengaji? Sepertinya suara Ayah (Mertua)

Bergegas Ana keluar kamar menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu, setelahnya kembali ke kamar. Ana membentang sajadah dan melakukan salat malam.

ANA
Allahuakbar!

Khusyuk melakukan salat, setelah salam ia merangkak mendekati meja bulat dan kembali membuka laptopnya masih memakai mukena. Kantuknya hilang. Ana kembali masuk ke dunianya, kembali asik melanglang buana dengan imajinasinya sementara kedua tangan sibuk menerjemahkan isi kepala, hingga pukul 03.50 dini hari. Ana merasakan lelah, mulutnya terus saja menguap. Ana mematikan laptop dan berbaring di bawah meja bulat. Terlelap.

CUT TO

Sc. 58 EXT. KANTIN SEKOLAH RAKA - SIANG

Ana duduk menunggu anaknya pulang. Untuk menghilangkan kebosanan ia memainkan ponselnya. Tiba-tiba ada sebuah messenger masuk dari seseorang bernama Tama (L/47)

TAMA : Asslamualaikum, Ibu.
ANA : Waalaikumsalam, Pak.
TAMA : Ternyata Ibu seorang penulis novel terkenal, ya ...

Ana, berpikir sejenak kemudian memperhatikan foto profilnya.

ANA (V.O)
Siapa, ya?

Berpikir, kemudian wajahnya berbinar.

ANA : Pak, lupakah? Saya dulu murid Bapak. (Emot senyum)
TAMA : Hehehe, Iya. Bapak baru ingat apa kabar? Wah, sekarang makin cantik saja. kamu nikah sama orang mana?
ANA : Terima kasih tidak dibilang ganteng, Pak. (Emot ketawa) Saya menikah sama laki-laki daerah Sumatera.
TAMA : Wah MashaAllah ... beruntungnya laki-laki itu. Dapet istri seperti kamu, cantik, sholehah, terkenal dan pinter. Amalan apa yang dulu dilakukan suaminya sampai bisa mendapatkan wanita sepertimu. Ah, andai waktu bisa diulang dan kita bertemu di saat Bapak masih sendiri.

Ana terdiam, mencoba mencermati kalimat gurunya.

ANA : Bapak berlebihan, terima kasih, Pak.

Semakin lama Ana merasa sikap mantan gurunya semakin aneh saja. Gurunya mengatakan kalau ia suka membaca buku, sehingga sebagai ucapan terima kasih Ana berniat mengirim buku gratis padanya. Tiba-tiba semua anak sekolah sudah berhamburan di luar pagar.

RAKA
Ami!! (Di depan wajah ibunya)
ANA
(Kaget) Apa?
RAKA
Ami, abang panggil-panggil dari tadi nggak denger-denger, ih!!
(Kesal)
ANA
Oh, maaf, Nak. Ami lagi bales pesan temen Ami.
RAKA
Ayo pulang!!

Ana Bergegas menuju di mana sepeda motornya di parkir.

RAKA
Ami, cepet. Nanti abang ketinggalan film kartunnya.
ANA
Sabar dikit kenapa sih?

Ana mendekati Raka dengan mengendarai sepeda motornya, setelahnya Raka naik dengan wajah kesal. Dijalan mereka terus saja bertengkar. Raka yang kesal karena pulang terlambat, Ana yang kesal mendengar Raka marah-marah.

CUT TO

Sc. 59 INT. RUMAH EDI/KAMAR ANA

Ana menelepon Putri (P/29) sahabat di kampung halamannya.

INTERCUT

PUTRI
SERIUSS?!!
ANA
Masak aku bohong. Tapi udah aku kirim bukunya, semoga Pak Tama nggak pernah hubungin aku lagi.
PUTRI
Awas, kamu khilaf loh. Bapak itu cakep, lembut, romantis lagi. Sumpah aku takut kamu khilaf, Na.
ANA
Aku nggak gila, Put. Aku masih waras, aku udah nikah, udah punya anak. Pikiran aku nggak sedangkal itu.
PUTRI
Ya, maaf. Karena dulu kamu itu wanita yang paling mudah goyah kalau soal cinta. Aku cuma ingetin kamu aja. Kamu sedang diuji, Na. Nama kamu mulai dikenal banyak orang. Akan banyak ujian yang datang selain yang ini.
ANA
(Mendongak, memijat ketukuk)
Iya, aku paham. inshaAllah aku nggak akan khilaf.
PUTRI
Ya udah, jangan pikirin lagi. Kalau dia kirim puisi ucapinĀ aja makasih, nggak usah kamu bales puisi juga. Kalau dia chat lagi, balesnya lamain aja, misal dia chat hari ini kamu balesnya seminggu berikutnya atau lebih lama lagi. Biar dia kapok deketin kamu.
ANA
Iya, aku pikir juga gitu. Nggak sopan banget ya kalau aku blokir, biar bagaimanapun dia kan guru kita dulu.
PUTRI
Itu juga yang aku pikirin. Inget pesen aku, siapa pun nanti. Kalau ada orang yang deketin kamu, misal di mata kamu dia sepertinya jauh lebih baik dari suamimu. Istighfar, Na. Pikirkan anak-anakmu. Manusia nggak ada yang sempurna. Kak Hari yang udah nemenin kamu dari nol. ya ... meskipun ceritanya agak nyesek kalau inget soal dia yang melarang keras kamu nulis. Tapi coba kamu pikir-pikirkan lagi kelebihan suamimu yang lain. Orang yang baru belum tentu bisa mengerti keadaan keluarga besar kita, anak-anak kita dan kekurangan kita.

Ana terdiam, duduk diujung ranjang, menunduk sambil memijat kepala.

ANA
Iya, aku bakal inget.
PUTRI
Janji sama aku.
ANA
Iya ... janji.
PUTRI
Ya udah, aku tutup teleponnya ya. Anakku bangun bubuk nih. Assalamualaikum
ANA
Waalaikumsalam, titip salam untuk Ibu di rumah.
PUTRI
Oke, dahhh ....

Sambungan telepon terputus. Ana ambruk di kasurnya, mengembuskan napas berat, kemudian memejamkan mata.

DISOLVE TO

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar