Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
131. INT. RUMAH NISA (KAMAR NISA) - SORE
Nisa masih nampak begitu terpuruk. Ia masih belum bisa menerima kepergian Regi. Nisa berdiri di depan jendela kamarnya yang terbuka, ia memandang ke arah luar dengan tatapan kosong. Dalam benaknya, Nisa hanya membayangkan wajah Regi. Laki-laki yang sangat ia sayangi, yang kini sudah pergi meninggalkannya untuk selamanya.
NISA
CUT TO:
ESTABLISH PERGANTIAN HARI.
132. INT. RUMAH REGI (KAMAR REGI) - SIANG
Karena rasa rindu yang tak terbendung, dan rasa kehilangan yang masih melekat. Nisa memutuskan datang ke rumah Regi, dan dengan se-ijin Mahesa, Nisa masuk ke dalam kamar Regi. Gadis itu ingin mengenang masa-masa yang pernah ia lewati saat menghabiskan waktu seharian bersama Regi.
Suasana yang tak banyak berubah di dalam kamar Regi, membuat Nisa semakin teringat dan merindukan Regi. Perlahan ia berjalan menelusuri setiap bagian di kamar Regi. Melihat barang-barang Regi, baju-baju Regi, terutama baju yang sering Regi kenakan saat bekerja, semakin membuat Nisa tak bisa menahan air matanya.
Saat Nisa duduk di tempat biasa Regi mengerjakan pekerjaannya, tidak sengaja pandangannya tertuju pada sebuah kertas yang dilipat, dan di bagian depan bertuliskan nama Nisa, kertas itu tertindih oleh sebuah buku. Dengan sangat antusias bercampur rasa penasaran, Nisa langsung mengambil dan membuka lipatan kertas itu lalu membacanya.
REGI (O.S)
Nisa benar-benar tidak bisa menahan air matanya. Saat membaca sajak itu sambil mengenang kembali kebersamaannya bersama Regi. Meski terlambat ia temukan, namun Nisa bahagia. Karena ternyata Regi masih sempat menulis sajak cinta terakhir untuknya.
CUT TO:
133. INT. KANTOR MAJALAH (KANTOR BOS) - SIANG
Risya memberikan secarik kertas kepada Rian.
RISYA
Kertas yang berisi sajak dengan tulisan tangan terakhir Regi, masih dengan kertas yang sama dengan kertas yang waktu itu Regi pakai. Karena masih jelas terlihat ada beberapa tetes darah yang sudah mengering menghiasi kertas sajak itu.
RIAN
Rian memandang heran kertas berhiaskan tetes-tetes darah yang sudah mengering.
RISYA
RIAN
Awalnya Risya ragu, karena dia takut Rian akan marah kepadanya. Tapi Risya juga tidak mungkin terus berbohong, dengan terus berpura-pura mengakui kalau sajak itu karyanya. Padahal jelas-jelas bukan Risya yang membuatnya.
Akhirnya Risya menceritakan semuanya kepada Rian. Bahwa sebenarnya sajak-sajak yang selama ini diposting di majalah, bukanlah sajak yang dibuat Risya sendiri. Melainkan dari seseorang yang mengaguminya. Dan karena sang pengagum rahasia kini sudah tiada lagi di dunia, itu berarti tidak akan ada lagi sajak-sajak cinta untuknya. Dan tidak akan ada lagi sajak yang bisa Risya posting di majalah.
RISYA
Tapi untung saja Rian bisa mengerti dan mau memaafkan Risya.
RIAN
RISYA
Risya cukup lega.
CUT TO:
134. MONTAGE
Saat majalah ‘Bintang’ edisi terbaru keluar dan beredar di pasaran, dengan cover ‘Sajak cinta terakhir’ itu laku keras. Banyak sekali para pembaca yang menyukai sajak yang diposting di majalah ‘Bintang’ edisi terbaru itu.
Tapi tidak bagi Risya, Nisa dan Mahesa. Setiap kali mereka membaca sajak itu, mereka pasti akan meneteskan air mata dan langsung teringat kepada Regi. Karena hanya mereka bertiga yang benar-benar mengerti isi dari sajak terakhir itu.
Saat tubuhku semakin merapuh,
Harapan yang kupunya semakin sirna
Hingga segalanya serasa tak berjiwa
Hanya kepedihan yang mengisi hariku tanpa lelah
Kapan nafasku ini berhenti menghela?
Kapan sakit ini lelah menyiksaku?
Padahal aku sudah tak berdaya lagi
Bahkan air mata pun tak lagi kumiliki
Sajak ini, sajak terakhir untukmu...
Mungkin sudah saatnya aku berhenti
Untuk menjejalimu dengan segala rasa yang kupunya
Agar ketenangan dan kebahagiaan dapat lagi kau rasakan
Tanpa ada lagi aku, yang selalu mengusikmu
Utuh hatimu telah kau berikan padanya
Tulus cintamu telah kau serahkan untuknya
Dan aku semakin tak berhak, memilikimu
Sajak ini, sajak cinta terakhir untukmu...
Dan hari ini, maafkanlah rasaku
Yang t’lah menghadirkan resah dalam tiap nafasmu
Biarkan aku pergi bersama kesalahanku
Biarkan Tuhan yang akan menghukumku
Jika menyakitkan,
Aku akan tetap menikmatinya
Senja telah berbisik padaku, berpamitan tanpa suara
Menyambut malam yang dingin dan sunyi
Sudah waktunya kupejamkan mata yang lelah ini
Tapi aku takut?
Akankah pagi menyambutku dengan senyuman khasnya?
Ataukah mata ini akan terpejam selamanya?
Entahlah, aku hanya bisa memasrahkan diri
Hidup ini bukan milikku
Ada sebongkah kekuatan indah yang mengaturnya
Dialah yang paling mengerti akan sesuatu
Yang kelihatannya tak berarti
Seperti aku, manusia yang malang ini
Sajak ini, sajak cinta terakhirku...
Jika esok pagi tak lagi kutemui
Jika mentari sudah tak sudi memberiku hari
Maka biarkan kuberikan segaris senyuman
Untuk kalian simpan dalam ingatan
Bahwa aku pernah benar-benar hidup untuk kalian
Maafkan aku, maafkanlah rasakku
Kembalilah sayang!
Temukan semua yang t’lah hilang
Agar aku mampu tidur dengan tenang
Meski jauh aku akan tetap memandang
Berbahagialah wahai kalian yang aku sayang
CUT TO:
135. MONTAGE
Setelah kepergian Regi, Mahesa benar-benar menepati janjinya. Mahesa jadi lebih rajin kuliah, karena ini merupakan semester terakhir baginya. Meskipun harus mengerjakan banyak tugas, tapi Mahesa tidak pernah mengeluh atau bahkan menghindar seperti yang sering ia lakukan dulu. Mahesa sangat berharap sekali, jika dia mampu meraih nilai terbaik dan lulus dengan hasil tertinggi. Dengan kerja kerasnya, juga suport yang selalu Risya berikan untuk Mahesa selama masa-masa itu. Membuat Mahesa semakin bersemangat.
CUT TO:
ESTABLISH PERGANTIAN HARI.
136. EXT. HALAMAN KAMPUS - SIANG
Akhirnya, hari wisuda itu tiba. Mahesa benar-benar lulus dengan nilai terbaik. Di sela-sela pemberian selempang gelar dan toga, sesosok bayangan yang menyerupai Regi hadir dan tersenyum bangga melihat Mahesa, yang telah berhasil mewujudkan impiannya.
MAHESA (V.O)
Raut wajah Mahesa sedikit sendu saat memegang toga, dan tanpa terasa air matanya menetes begitu saja.
CUT TO:
137. EXT. PAMAKAMAN UMUM - SORE
Usai pelantikannya, dengan mengenakan jas putih, jas kebanggaan seorang dokter. Mahesa yang ditemani Risya dan Nisa pergi ke makam Regi. Mahesa ingin memamerkan apa yang baru saja ia dapatkan kepada Regi.
MAHESA
Mahesa sudah tidak bisa menahan lagi kesedihannya, sambil memegang batu nisan di tempat peristirahatan terakhir Regi.
RISYA
Risya mengelus pundak Mahesa yang saat itu berada di sampingnya.
MAHESA
Mahesa tersenyum sambil mengelus Nisan Regi.
Secara bersamaan mereka memejamkan mata, dan mendoakan Regi di dalam hati. Setelah selesai, mereka menaburi bunga ke atas makam. Mahesa dan Risya beranjak dari duduk mereka, namun Nisa masih terlihat setia memandangi batu Nisan Regi dengan tatapan sendu, namun berusaha tetap tersenyum.
Mengerti perasaan Nisa, Mahesa dan Risya memilih pergi dan menunggu Nisa dari kejauhan saja.
NISA
Nisa tersenyum sambil menatap batu nisan Regi.
NISA
Nisa tersenyum sambil mengelus nisan Regi lalu menciumnya.
-FREZEE-