Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Skrip Sajak Cinta Terakhir
Suka
Favorit
Bagikan
18. PART 18
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

127. INT. RUMAH REGI (KAMAR REGI) - SORE

Dengan tubuh yang lemah, Regi beranjak dan berjalan menuju kursi. Regi duduk, lalu tangannya mengambil secarik kertas dan sebuah pena. Sambil batuk-batuk, Regi menuliskan sesuatu di atas kertas putih yang masih terlihat kosong, tanpa hiasan apapun.

Regi menulis kalimat pertama di kertang kosong. ‘Saat tubuhku semakin merapuh, harapan yang kupunya semakin sirna,’

Regi berusaha untuk menyelesaikan tulisannya. Meski dengan susah payah. Diiringi batuk-batuk dan rasa sakit yang terus menyerang. Dengan tangan yang penuh darah, Regi terus mencoba menggerakkan pena di tangannya.

Sakit yang dirasakan Regi semakin memuncak, tanpa terasa darah dari hidungnya menetes ke atas kertas sajak itu. Regi semakin tidak kuat menahan rasa sakit, tangannya semakin melemas dan perlahan kepala Regi menyentuh meja tepat di atas kertas sajak. Regi berusaha mengambil pena untuk meneruskan sajaknya yang belum selesai. Tulisan pun makin tidak jelas, karena Regi semakin kesulitan untuk menggerakkan tangannya. Perlahan Regi menutup matanya. Pena yang Regi pegang terjatuh dari genggamannya.

CUT TO:

128. EXT. RUMAH REGI - SORE

Terlihat Risya baru saja tiba di depan rumah Regi. Risya langsung bergegas turun dari motornya.

Tidak lama berselang Mahesa pun tiba, ia bergegas turun dari motornya dan menghampiri Risya yang berdiri di depan pintu. Mahesa panik.

MAHESA

Ris dimana bang Regi?..

RISYA

Aku pikir kamu nggak akan peduli lagi tentang keadaan bang Regi..

MAHESA

Tolong jangan bahas itu! Sekarang bang Regi dimana?..

RISYA

Aku juga nggak tahu, perasaan aku bener-bener nggak enak banget..

Mahesa langsung membuka pintu yang tak terkunci dan langsung masuk diikuti Risya. Mahesa dan Risya begegas berlari.

CUT TO:

129. INT. RUMAH REGI (KAMAR REGI) - SORE

Mahesa langsung membuka pintu kamar Regi. Seketika mereka kaget melihat Regi tergolek lemah di atas meja kerjanya. Ditambah saat melihat darah yang masih ada di hidung Regi, tangan Regi dan di atas kertas.

Mahesa menghampiri dan langsung mengecek denyut nadi lewat tangan dan leher Regi, tiba-tiba Mahesa menangis. Mahesa tidak bisa mengendalikan dirinya, ia hanya mampu terhempas lemas dan tak percaya dengan apa yang terjadi pada Regi.

RISYA

Sa, ayo cepet kita bawa bang Regi ke rumah sakit!!.. (panik)

Tapi Mahesa tetap diam membisu, hanya air mata yang terlihat berjatuhan membasahi pipinya.

RISYA

Mahesa ayo!!!..

Tapi Mahesa tetap diam.

RISYA

Bang, bangun! Bang Regi bangun!..

Risya mencoba membangunkan Regi.

Sementara Mahesa tetap membisu, ia sama sekali tidak menghiraukan Risya. Namun tiba-tiba Mahesa beranjak dari duduknya dan melemparkan barang-barang yang ada di sekitarnya. Mahesa bener-bener terlihat seperti orang gila. Bahkan Mahesa memukul cermin yang ada di hadapannya saat itu, sampai retak dan tangannya terluka dengan darah yang menetes.

Risya hanya diam melihat Mahesa bersikap seperti itu. Setelah sedikit tenang, perlahan Mahesa pun berjalan mendekati tubuh Regi yang sudah tak bernyawa.

MAHESA

Bang Regi..

Kaki Mahesa terasa lemas. Ia terduduk di lantai sambil memegang kursi yang Regi duduki. Perlahan tangan kanan Mahesa meraih tangan Regi yang sudah tergulai lemas, pucat dan dingin. Lalu menempelkan punggung tangan Regi tepat di keningnya diiringi tangis.

MAHESA

Bang, aku pulang... aku kangen sama Abang. Maafin aku Bang. Aku belum bisa jadi adik yang baik untuk Abang. Tapi aku janji, aku akan berubah. Aku akan buktikan, aku bisa jadi apa yang aku mau. Aku akan berusaha. Tapi aku butuh Abang..

Mahesa melepaskan tangan Regi, kedua tangannya berganti meraih bahu Regi dan menggoyangkan tubuh Regi.

MAHESA

Bang Regi bangun! Becanda-nya nggak lucu. Bangun, Bang! Bangun! Ayo Bang, bangun! Kita ke perkebunan. Balap sepeda seperti waktu itu. Ayo Bang, bangun! Sekarang suruh aku untuk kuliah, seperti hari kemarin. Abang harus bangun dan hadir di wisuda aku nanti, Bang..

Mahesa menangis terpukul.

Risya pun merasa terpukul. Tapi tiba-tiba Risya terfokus pada secarik kertas yang Regi tiduri. Perlahan Risya mengambil kertas yang ada bercak darahnya itu. Risya langsung menatap barisan dari rangkaian kata yang telah berhasil Regi tuangkan, lewat pena bertinta hitam yang ditaburi tetesan-tetesan kecil darah menghiasi kertas putih itu.

Seketika saja air matanya mengalir usai membaca isi dari kertas yang kini ada di tangannya. Gadis itu terduduk mensejajarkan tubuhnya dengan Mahesa.

RISYA

Jadi... yang selama ini ngirim sajak cinta ke aku itu-

Risya tak mempercayai. Bahkan ia tak sanggup meneruskan perkataannya, tangisnya pecah. Mahesa mengangguk.

MAHESA

Iya Ris... selama ini bang Regi mencintai kamu..

Risya syok mengetahui kenyataan ini. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tak percaya sambil menatap ke arah Mahesa.

INSERT : Scene ketika Regi tidak sengaja menjatuhkan kertas, dan Mahesa menemukannya.

RISYA

Jadi, selama ini kamu tahu?..

Mahesa malah menundukan kepalanya, seakan tak berani menatap wajah Risya.

Tangan Risya meraih bahu Mahesa, dan mengangkat kepalanya yang tertunduk untuk mensejajarkan wajah mereka. Risya seperti memaksa Mahesa agar menatap wajahnya.

RISYA

Kenapa kamu baru cerita sekarang sama aku? Kenapa! ... Jangan bilang kalau gara-gara ini kamu bertengkar bahkan sampe membenci bang Regi? Bukan ini alasannya kan, Sa? Iya kan, Sa? Jawab aku!!!..

Mahesa malah menangis, ia tak sanggup untuk mengakui semuanya di hadapan Risya.

RISYA

(membentak) Jawab aku Mahesa!!!..

MAHESA

Maafin aku Ris... maafin aku..

Risya menangis histeris, ia tidak dapat mempercayai apa yang sebenarnya terjadi. Tak tega melihat Risya semakin bersedih, Mahesa pun meraih tubuh Risya dan memeluknya.

RISYA

Kenapa harus seperti ini, Sa? Kenapa? Kenapa?..

Risya sangat terpukul. Dengan penuh penyesalan Mahesa terus mendekap Risya yang sangat terpukul. Dan membiarkannya menangis di pelukan Mahesa.

CUT TO:

ESTABLISH PERGANTIAN HARI.

130. EXT. PEMAKAMAN UMUM - SIANG

Mahesa dan Risya masih berdiri di depan makam Regi dengan nisan yang bertuliskan ‘REGIANSYAH PRATAMA’. Mereka baru saja selesai menaruh bunga di atas makam Regi.

MAHESA (V.O)

Aku nggak pernah sadar akan penderitaan abang selama ini, bahkan aku nggak menemani di sisa waktu terakhir abang. Maafin aku, maafin semua salahku. Aku yakin, abang pasti menyesal telah berkorban banyak demi adik seperti aku. Tapi aku berharap Allah menggantinya, dan abang bahagia di atas sana. Aku janji bang. Aku akan menggapai cita-cita aku. Aku janji nggak akan mengecewakan abang lagi. Terimakasih atas semuanya, aku nggak mungkin bisa membalas semua yang pernah abang lakukan untuk aku..

Mahesa tampak penuh penyesalan, air matanya kembali menetes saat melihat ke arah batu Nisan.

RISYA (V.O)

Aku nggak pernah tahu, kalau selama ini abang menyimpan perasaan cinta sama aku. Maafin aku bang... kalau selama ini aku nggak pernah peka sama perasaan abang. Aku nggak pernah tahu kalau ternyata abang-lah orang yang selama ini mengagumi aku. Aku bener-bener minta maaf, karena aku sama sekali nggak bisa membalas perasaan abang. Aku sayang sama abang, karena bagi aku abang adalah kakak aku sendiri. Maafin aku, bang... karena aku hubungan abang dan Mahesa jadi seperti ini. Dan di saat terakhir abang, abang harus pergi dengan keadaan seperti ini. Aku yakin bukan ini yang abang mau, maafin aku bang. Maafin aku...

Risya cukup menyesal. Saat menyadari apa yang terjadi selama ini antara Regi dan Mahesa ada hubungan dengannya.

Langkah gontai membawa Nisa tepat ke depan mereka. Tubuhnya langsung terhempas, bersimpu di samping makam. Tangan kirinya memeluk Nisan yang bertuliskan nama Regi, sesekali tangan kanannya mengelus tumpukan tanah yang telah ditaburi banyak bunga.

NISA

Akang nggak boleh pergi!..” ujar seorang gadis yang terlihat sangat bersedih.

Pandangan Mahesa dan Risya langsung terfokus pada Nisa, sosok yang tak kalah terpukul akan kepergian Regi. Dan dia adalah Nisa.

NISA

Aku bahkan belum melihat akang untuk yang terakhir kalinya..

Perlahan Nisa beranjak dari posisinya, lalu melangkah menghampiri Mahesa dan Risya.

NISA

Kenapa kalian melakukan ini sama aku? kenapa kalian tega sama aku? Aku bahkan belum melihat wajahnya, dan mengucapkan selamat tinggal. Kenapa? Kenapa?..

Nisa makin menangis pilu. Karena Mahesa baru sempat memberitahu Nisa pagi tadi, padahal Regi menghembuskan nafas terakhirnya kemarin sore. Dan mereka tidak mungkin membuat Regi menunggu lebih lama lagi, sehingga mereka memutuskan untuk segera memakamkan jenazah Regi.

Mahesa dan Risya tidak bisa menahan kesedihan mereka, saat harus menerima kepergian Regi dan melihat seseorang yang begitu terpukul atas kepergiannya. Mahesa dan Risya sangat mengerti sekali bagaimana perasaan Nisa. Betapa terpukulnya gadis itu, saat dirinya tidak bisa melihat wajah kekasihnya untuk yang terakhir kali, dan mengantarkannya menuju tempat peristirahatan terakhir.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar