Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Bunga Matahari
Suka
Favorit
Bagikan
13. 13. Linta yang Keterlaluan

EXT. DEPAN RUMAH SINTIA — PAGI

Kasa keluar dari pintu rumah Sintia dengan seragam sekolahnya. Kasa menutup pintu gerbang rumah Sintia dengan rapat, Kasa berjalan kaki menuju halte bus yang tidak terlalu jauh dari rumah Sintia.


CUT TO:


EXT. PERSIMPANGAN JALAN — PAGI

Sepanjang perjalanan menuju tempat tujuan, Kasa berjalan dengan santai. Tapi, ketika Kasa melangkahkan kakinya suara klakson motor dari arah belakang terdengar dan hal itu membuat Kasa refleks menoleh.

Sontak Kasa mengerutkan kening karena yang membunyikan klakson motor adalah Ale.


KASA

Lo ngapain sih bunyiin klakson? Gue kan jalannya di pinggir nggak nguasain semua jalanan.


ALE

Gue mau nyapa lo kali, bukannya nyuruh lo minggir.


KASA

Oh.


ALE

Pake nih. (memberikan helm)


KASA

(mengerutkan kening)

Ini ceritanya lo mau ngajakin gue ke sekolah bareng lagi nih?


ALE

Enggak, Sa. Gue nyuruh lo pake helm buat pentokin kepala lo ke tembok. (berdecak pelan) Segala pake nanya lagi.


KASA

(tersenyum geli, nerima helm)

Ih, pagi-pagi udah kesel aja nggak baik tahu, Le. Nanti muka lo keriputan.


ALE

Mau bareng nggak nih? Kalau nggak balikin helmnya.


KASA

Iya, bareng deh. Lumayan ngirit ongkos.


ALE

Ayo, buruan naik. 


KASA

Iya, Bapak ojek. 


Kasa menaiki motor Ale dan memakai helm untuk melindungi kepalanya. Kasa yang sudah memakai helm juga duduk di belakangnya, Ale pun segera menjalankan motornya.


CUT TO:


EXT. TEMPAT PARKIR SMA KASTURI — PAGI

Kasa turun dari motor Ale, melepas helm yang dia gunakan dan memberikan benda tersebut kepada pemiliknya.


ALE

Sa?


KASA

Kenapa?


ALE

Lo nggak marah kan kalau pulang sekolah nanti gue nggak nganterin lo pulang? Soalnya sore ini gue harus latihan.


KASA

(mengerjap-ngerjap)

Ha? Kenapa gue harus marah?


ALE

(menggaruk kepalanya yang tidak gatal)

Ya, kali gitu lo ngarepin dianterin pulang sama gue. Soalnya kan kemaren gue pernah bilang mau nganterin lo pulang.


KASA

Kepedeaan banget sih lo. (terkekeh pelan) Gue malah nganggep omongan lo yang kemaren itu cuma candaan.


FADE IN wajah Ale yang terlihat malu karena salah dalam menerka.


KASA

(tersenyum geli)

Omong-omong, makasih tebengannya bapak ojek.


ALE

(mengangguk singkat)

Sama-sama, ibu Kasa.


KASA

Gue ke kelas duluan, ya.


Ale mengangguk untuk kedua kalinya, Kasa segera melangkahkan kakinya meninggalkan tempat parkir. 


CUT TO:


MONTAGE:

1. Meski kelasnya terdengar bising karena jam kosong, Kasa masih bisa fokus untuk menulis cerita karangannya tanpa ada gangguan sedikitpun.

2. Di jam istirahat Kasa memilih untuk duduk di bawah pohon di halaman belakang sekolah, ada sebungkus roti juga susu cokelat yang menemaninya. Kasa kembali menulis melanjutkan cerita karangannya dengan lancar.

3. Di dalam bus menuju perjalanan pulang, Kasa menyumpal kedua telinganya dengan earphone, selama dalam perjalanan Kasa terus menulis cerita karangannya. Kasa tersenyum karena berhasil melanjutkan cerita karangannya. Kemudian Kasa menutup bukunya karena bus berhenti di halte tujuannya. Kasa segera turun dari bus.


CUT TO:


INT. KAMAR KASA — SORE

Di meja belajarnya Kasa begitu serius menulis kelanjutan cerita karangannya yang tadi sempat tertunda di bus. Tanpa mengetuk pintu Linta memasuki kamar Kasa, berjalan menghampiri Kasa dengan malas. 


LINTA

Woi, Sa! Lo dipanggil nyokap gue tuh.


Kasa menoleh dan melihat Linta yang ada di belakangnya sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada.


KASA

Onti manggil aku?


LINTA

Iya, katanya nyokap gue mau minta tolong sama lo.


KASA

Oh, oke.


Kasa menutup bukunya, bangkit dari posisi duduknya dan keluar kamar untuk menemui Sintia. Kasa memang sudah keluar dari kamarnya, tapi Linta sama sekali belum beranjak dari kamar Kasa.

Linta menoleh menatap pada buku bersampul oranye yang ada di atas meja belajar Kasa. Karena penasaran Linta mengambil buku itu untuk dibaca.

Linta mendengkus sebal karena tahu jika Kasa kembali menulis cerita karangan dan sebelumnya Linta tahu jika Kasa sudah berhenti menulis. Linta menutup buku Kasa dan membawanya pergi meninggalkan kamar Kasa. 


CUT TO:


INT. RUANG TAMU RUMAH SINTIA — SORE

Kasa dan Linta berpapasan, Kasa sudah membantu Sintia dan perempuan itu ingin kembali ke kamar.

Linta berdecak sebal semantara Kasa menatap buku bersampul oranye yang ada di tangan Linta.


KASA

Lin. Itu buku aku, ya?


LINTA

(mengangguk singkat)

Emang.


KASA

(memelototkan mata karena terkejut)

Kamu mau apain buku aku?


LINTA

Mau gue bakar.


KASA

Kenapa?


Linta menatap tajam seraya melipatkan kedua tangan di depan dada.


LINTA

Segala tanya kenapa? Lo itu udah bikin gue kesel! Gue kan udah pernah bilang sama lo berkali-kali. Impian lo jadi seorang penulis itu nggak akan pernah terwujud, Sa. Lo itu cuma buang-buang waktu!

(beat)

Jadi penulis juga nggak bisa menjamin biaya hidup lo nantinya.


KASA

(menggeleng tidak setuju)

Enggak, Lin. Kamu salah, kalau aku ngelakuinnya dengan serius pasti akan ada hasilnya kok.


LINTAN

Omong kosong.


KASA

Balikin buku aku.


LINTAN

Enggak!


Kasa melangkah maju untuk mengambil bukunya, tapi Linta malah menghindar.


KASA

Lin, aku mohon balikin buku aku.


LINTAN

Enggak akan!


KASA

LINTA!


Linta mendorong Kasa agar menjauh darinya dan berjalan dengan tergesa-gesa.


CUT TO:


EXT. HALAMAN DEPAN RUMAH SINTIA — SORE

Linta melempar buku Kasa di tong sampah yang kebetulan sedang membakar sampah berupa kertas bekas juga daun kering.

CLOSE UP buku bersampul oranye yang mulai terbakar.


KASA

LINTA!


Kasa yang berteriak melihat bukunya dibakar, Kasa buru-buru mengambil air untuk memadamkan api. Linta mendesis karena api yang sebelumnya membakar sampah telah padam.


LINTA

Lo itu, ya! Gue itu berusaha buat nyadarin lo dari cita-cita lo yang nggak jelas itu! Tapi malah lo keterlaluan kayak gini. Lo itu harusnya berterima kasih sama gue!


Kasa terdiam meratapi bukunya yang rusak karena terkena api. Karena diamnya Kasa membuat Linta semakin kesal.


SINTIA

Ini ada apa sih ribut-ribut?


Dengan keheranan Sintia berjalan menghampiri Linta dan Kasa. Sintia pun melihat wajah Linta yang terlihat kesal kemudian beralih menatap Kasa yang menangis. Sintia menyentuh pundak Kasa. 


SINTIA

Loh? Kamu kenapa nangis, Sa? (menatap Linta) Kamu apain Kasa, hah?!


LINTA

Aku nggak ngapa-ngapain dia kok, dianya aja yang lebai. (melangkah pergi)


SINTIA

Linta! Kamu mau ke mana?


Linta berhenti melangkah menoleh ke belakang menatap Sintia.


LINTA

Pergilah, aku tuh paling males kalau denger Mama ngomel-ngomel apalagi kalau ada sangkut pautnya sama Kasa.


Selesai berbicara Linta kembali melangkah memasuki rumah, sama sekali tidak memedulikan Sintia.


SINTIA

Linta! Mama belum selesai ngomong sama kamu! Sini kamu!

(beat)

LINTA!


Karena terlanjur kesal dengan anaknya dengan emosi Sintia menyusul Linta.

Kasa yang masih menangis itu mengambil bukunya yang rusak, mengusapnya pelan menghilangkan abu yang menempel di buku. Kasa memeluk bukunya dengan tangis yang semakin bertambah.


CUT TO:


EXT. TERAS MINIMARKET — MALAM

Ale keluar dari minimarket dengan membawa sebungkus plastik berukuran sedang. Ale sedikit menaikkan alisnya saat melihat Kasa yang duduk di bangku teras. Ale tersenyum simpul seraya melangkah mendekati Kasa.

Tanpa menoleh menatap Kasa, Ale duduk di kursi sebelah Kasa.


ALE

Ini namanya kebetulan atau takdir, ya? Udah 3 kali loh kita ketemu di sini. (tertawa kecil)


Karena Kasa tidak merespons, Ale menoleh dan pemuda itu terkejut karena baru menyadari jika wajah Kasa terlihat muram seakan perempuan itu sedang tidak baik-baik saja.


ALE

Lo kenapa, Sa?


KASA

(menghela napas)

Gue nggak apa-apa, Le.


ALE

Enggak apa-apa, tapi mata lo sembab begitu.

(beat)

Nggak apa-apa, kalau lo belum siap cerita.


Keduanya sama-sama diam selama beberapa menit dengan fokus yang sama-sama menatap lurus ke depan.


KASA

Le?


ALE

Hm?


KASA

Cita-cita lo apa?


ALE

Jadi lumba-lumba.


Menoleh, menatap Ale sebal.


KASA

Gue serius, Aleee!


Ale juga ikut menoleh, menatap Kasa dengan tawa ringannya. 


ALE

Iya, maap. Lagian tampang lo sedih banget sih jadinya gue kesian.


Ale mendapat satu pukulan di pundak dan itu cukup membuat Ale mengaduh kesakitan.


ALE

Oke, gue serius. (berdeham pelan) Kalau ditanya soal cita-cita. Dari dulu sampai sekarang cita-cita gue nggak pernah berubah. Gue kepingin jadi atlet voli.


KASA

Ada nggak yang menentang cita-cita lo?


ALE

Ada, dan gue nggak terlalu peduli sama mereka. Karena pada dasarnya gue sendiri yang menentukan suatu saat nanti mau jadi apa, bukan mereka. Karena ini hidup gue bukan hidup mereka.


KASA

Kalau orang tua lo gimana?


ALE

Orang tua gue ngebebasin anak-anaknya buat pilih cita-citanya masing-masing, karena katanya mereka nggak ada hak buat menentukan anak-anaknya harus jadi apa.

(beat)

Ya, asalkan pilihan anak-anak mereka bukan hal yang buruk. Orang tua gue bakalan selalu ngedukung kok.


Kasa terdiam menatap ujung kakinya yang memakai sandal. Sementara Ale masih menatap Kasa.


ALE

Kalau lo gimana?


KASA

Gue nggak tahu.


ALE

(mengerutkan kening)

Lo belum cerita tentang cita-cita lo yang jadi penulis sama orang tua lo?


KASA

(menghela napas)

Jangankan buat cerita, gue aja nggak tahu di mana keberadaan orang tua gue sekarang.


ALE

(meringis pelan merasa bersalah)

Maaf, Sa. Gue nggak tahu.


KASA

Enggak apa-apa, gue udah terbiasa kok hidup tanpa mereka. Dan hal yang gue pikirkan juga bukan tentang mereka kok. (masih menunduk untuk kedua kalinya menghela napas) Gue punya sepupu, dia nyuruh gue buat berhenti jadi penulis karena kata dia jadi penulis itu nggak akan ada hasilnya.


ALE

Wah, sepupu lo itu bener-bener, ya! Dia nggak tahu siapa JK Rowling? Apa perlu gue ceritain biografinya JK Rowling sampai telinga dia sakit?

(beat)

Terus lo diem aja? Lo harus lawan dan lo harus bilang sama dia, kalau lo bisa sukses.


Kasa hanya diam, masih betah menundukkan kepala.


ALE

Sa?


KASA

(mendesah pelan)

Gue nggak tahu, Le. Gue juga takut kalau apa yang sepupu gue bilang itu bener. Apa gue nyerah aja, ya? 


Ucapan Kasa membuat Ale kesal, tapi saat ini Ale tidak boleh melupakan kekesalannya karena Kasa sedang bersedih. Ale bangkit dari duduknya.


ALE

Ikut gue, yuk.


Kasa mendongak menatap Ale dengan heran.


KASA

Ke mana?


ALE

Udah ikut aja, nanti juga lo tahu.


Tanpa mendengar persetujuan Kasa terlebih dahulu, Ale segera meraih pergelangan tangan Kasa. Membawa perempuan itu untuk mengikuti langkah kakinya. 


CUT TO: 


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar