Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
123. RUMAH ASRI, KAMAR ASRI – SIANG
Kita melihat Asri kembali naik ke tempat tidur dan kembali merebahkan diri, matanya yang tetap basah oleh air mata juga kembali menatap kosong ke langit-langit. Lalu (seakan tidak ia sadari) tangan kanannya mengelus-elus perutnya. Dan tiba-tiba ia ingat pada Riko, lalu seberkas ide muncul di benaknya dan tampak bibirnya tersenyum.
ASRI (V.O.)
Nanti sore aku harus ke tempat praktek pribadinya Kak Riko. Akan aku paksa Kak Riko, biar dia mau menuruti permintaanku.
CUT TO
124. INT. TEMPAT PRAKTEK PRIBADI RIKO – RUANG TUNGGU PASIEN & RUANG PRAKTEK – MALAM
Tampak ada Asri di antara lima pasien yang sedang menunggu giliran untuk diperiksa, lalu Tina (asistennya Riko) menyebut giliran pasien yang akan diperiksa.
TINA
Bu Asri, silakan masuk ke ruang praktek.
Asri bangkit berdiri dari duduk, lalu melangkah ke arah pintu ruang praktek dan mengetuk pintu, lalu masuk dan ketika sudah berada di dalam ruang praktek, Asri yang lebih dulu menyapa Riko.
ASRI
(tersenyum & ramah)
Selamat sore, Dokter Riko…
Masih ada rasa cinta Riko pada Asri, sehingga walau Asri telah melukai hatinya, ia tidak bisa marah pada Asri. Kedatangan Asri ini justru merupakan surpraise buatnya. Wajah Riko tampak sumringah.
RIKO
(gembira)
Hei, Asri… Apa kabar?
Asri tidak segera menjawab. Ia menarik kursi di seberang meja di hadapan Riko, lalu duduk.
ASRI
Asyik nih, pasienmu mulai banyak.
RIKO
Belum terlalu banyak. Tapi sudah lumayanlah.
ASRI
Semuanya memang butuh proses ya, Dok?
RIKO
(tersenyum & menggoda)
Seratus untuk Asri. (kemudian serius) Oya, tumben kamu ke tempat praktek pribadiku. Ada perlu apa?
ASRI
(mengajuk)
Kalau datang ke sini, ya sakit dong, Dok.
RIKO
(tertawa kecil)
Ah, nampaknya kamu sehat-sehat saja. Apa keluhanmu?
ASRI
(tegas)
Aku hamil.
Spontan Riko terdiam. Asri juga diam. Sejenak hening di ruang praktek pribadi Riko itu. Hening yang mencekam. Tapi Riko—Dokter Riko segera menguasai keadaan.
RIKO
Kamu sudah nikah?
ASRI
(menggeleng kuat-kuat)
Belum
RIKO
(menghela nafas berat, lalu bertanya dengan tajam)
Jadi mau apa kamu datang ke tempat praktekku?
ASRI
(memelas/menghiba)
Tolong bantu aku, untuk menggugurkan kandunganku, Dokter.
Riko kembali menghela nafas berat, kemudian wajahnya tampak geram.
RIKO (V.O.)
Asri, kau telah melukai hatiku. Dan sekarang, giliran mendapat musibah, kau minta tolong padaku! Bah!
Sejenak wajah Riko tampak kesal. Tapi segera ia pasang wajah yang ramah lagi. (Riko—Dokter Riko segera sadar, saat ini ia sedang praktek dan Asri adalah pasiennya, karena itu ia harus bersikap profesional.)
RIKO
(lembut)
Kenapa kamu ingin menggugurkan kandunganmu, As? Apa kekasihmu itu tidak mau bertanggung jawab?”
Asri menggeleng.
RIKO
(heran)
Lantas kenapa?
ASRI
(sedih)
Dia menipuku. Ngakunya bujangan, ternyata dia sudah punya anak istri.
Riko menghela nafas berat (ia ikut prihatin dengan kejadian yang menimpa Asri ini).
RIKO
(lembut)
Sudah berapa bulan usia kandunganmu?
ASRI
Tiga bulan.
RIKO
(mengulang dengan pelan)
Tiga bulan. (kemudian Riko—dokter Riko mengangguk-angguk. Dan tanpa sadar jari-jari tangannya mengetuk-ngetuk meja kerjanya. Tapi segera ia kembali ingat, bahwa saat ini ia sedang menghadapi seorang pansien; walau Asri mantan kekasihnya. Kemudian Riko bertanya dengan penuh tekanan) Asri, usia kandungannmu sudah tiga bulan, sudah cukup besar, sudah berbentuk janin. Jadi kalau kamu menggugurkannya, sama saja kamu membunuh bayimu. Tentu kamu tidak mau dituduh sebagai pembunuh, kan?
Kali ini Asri terdiam. Sejenak ia tampak merenung. Tapi kemudian ia meraung.
ASRI
(makin sedih)
Ah, nggak peduli Dok. Aku nggak peduli walau dituduh sebagai pembunuh. Pokoknya, janin ini harus lenyap dari rahimku!
Kini giliran Riko—Dokter Riko yang terdiam, tapi tampak ia berpikir keras.
RIKO
(sangat tenang)
Oke, kalau itu keputusanmu. Tapi aku tetap nggak mau membantumu, untuk menggugurkan kandunganmu. Selain dilarang oleh agama, hal itu juga melanggar kode etik kedokteran dan melanggar hukum. Aku nggak mau gara-gara membantu menggugurkan kandunganmu, lantas aku masuk penjara.
ASRI
(sambil menangis, merengek)
Tapi Kak Riko, kau temanku, bahkan bekas pacarku. Jadi… jadi… tolonglah aku, Dokter. Tolonglah aku…
Riko—dokter Riko kembali terdiam dan diam-diam pula ia menghela nafas panjang, kemudian hatinya mengeluh.
RIKO (V.O.)
Oh Asri, kenapa aku tak bisa membencimu walau kau telah melukai hati dan kini hendak menyeretku ke dalam jurang kehancuran? Kenapa...??
Lalu Riko menatap Asri lekat-lekat, tapi belum sempat ia bicara, Asri sudah kembali meraung.
ASRI
(tangisnya semakin menjadi-jadi)
Kak Dokter, tolonglah aku Kak Dokter, tolonglah aku... Aku benar-benar nggak menghendaki janin yang ada di rahimku ini tumbuh, lalu lahir. Aku benar-benar nggak menghendaki, Dokter…
Riko memandangi Asri, senyuman tipis terlihat di bibirnya.
RIKO (V.O.)
Hem, wanita memang lebih banyak menggunakan emosoinya daripada akal pikirannya.
Lalu tampak Riko mengangguk-angguk (sebuah ide—yang menurutnya cemerlang—melintas di benaknya.)
RIKO
(tegas)
Hentikan tangismu, Asri. Hentikan. Aku akan menolongmu.
Perlahan-lahan tangis Asri mereda. Lalu ia mengambil tisu dari tas dan mengusap air matanya. Sedang Riko berdiri dari duduk dan melangkah ke lemari obat yang ada di ruang praktek itu.
CUT TO
Tampak Riko sudah kembali duduk di meja prakteknya dan menyerahkan pada Asri kantong plastik kecil berisi obat berwarna putih.
RIKO
Ini diminum sehari tiga kali. Dan harus dihabiskan.
Asri menyambuti kantong plastik kecil berisi obat itu, kemudian tampak ia membaca tulisan yang tertera di kantong plastik itu.
ASRI
(lirih)
Untuk menggugurkan kandungan 1 X 3. (kemudian tampak wajah Asri berubah ceria, lalu berkata dengan nada ceria pula) Terima kasih Kak Dokter Riko, terima kasih…
CUT TO
125. EXTT/INT. JALANAN, TAKSI & APOTEK – MALAM
Tampak lalu lintas yang padat tapi lancar, lalu tampak sebuah taksi meluncur dengan tenang dan jok belakang taksi itu nampak Asri sedang mengamati kantong plastik berisi obat yang diberikan oleh Dokter Riko tadi. Dan dalam hati ia kembali membaca tulisan Riko yang tertera di kantong plastik kecil itu.
ASRI (V.O.)
Untuk menggugurkan kandungan 1 X 3. (jeda, tampak Asri merenung dan tiba-tiba sebersit keraguan menyelinap di benaknya) Benar nggak sih ini obat untuk menggugurkan kandungan? (jeda) Jangan-jangan… jangan-jangan… Ah, sebaiknya aku crosscheck ke apotek.
ASRI
(ke sopir taksi)
Pak, kalau melewati apotek, tolong mampir sebentar, ya. Saya mau beli obat.
SOPIR TAKSI
Baik, Mbak.
Sejenak kemudian tampak taksi masuk ke halaman parkir sebuah apotek.
CUT TO
126. INT. APOTEK – MALAM
Tampak Asri sudah bediri berhadapan dengan (seorang gadis) yang bertugas di counter penjualan.
ASRI
(sambil menyodorkan kantong plastik berisi obat pemberian Dokter Riko)
Mbak mau tanya, apa benar ini obat untuk menggugurkan kandungan?
Gadis penjaga di counter penjualan menyambuti dan meneliti dengan cermat obat yang ada di kantong plastik kecil itu.
PETUGAS COUNTER PENJUALAN
(sambil mengembalikan kantong plastik kecil berisi obat itu)
Ah bukan, Mbak. Ini vitamin, yang justru untuk menguatkan kandungan.
ASRI
(sambil menerima kembali kantong plastik berisi obat itu)
Terima kasih Mbak, mari. (lalu Asri beranjak keluar dari apotek dan melangkah ke)
CUT TO
127. EXT/INT. AREAL PARKIR APOTEK & TAKSI – MALAM
Tampak Asri menghempaskan diri di jok belakang taksi dengan rasa kesal. Taksi pun kembali melaju, keluar dari areal parkir, sedang Asri merutuk dalam hati.
ASRI (V.O.)
Kurang ajar bener Kak Riko. Aku minta obat untuk menggugurkan kandungan, malah diberi vitaman untuk menguatkan kandungan! (jeda) Huh, kau telah menipuku, Kak Dokter Riko! Tunggu pembalasanku! (Sejenak Asri merenung, lalu mengangguk-angguk.)
ASRI
Pak Sopir, tolong cari jalan memutar, kita ke Senen, Pak.
SOPIR TAKSI
(heran)
Lho, tadi kata Mbak ke Rawamangun. Sekarang minta putar arah ke Senen. (sedikit kesal) Gimana sih, Mbak?
ASRI
(tersenyum sedikit kecut)
Bapak cari duit, kan?
SOPIR TAKSI
Iya, Mbak.
ASRI
Nah kalau gitu, ikuti perintah saya. Jangan kuatir, Pak. Berapa pun argo taksi, pasti saya bayar.
Pak sopir taksi tidak komentar lagi. Ia mengarahkan taksi ke arah Senen.
CUT TO
128. EXT. SEKITAR STASIUN SENEN – MALAM
Tampak kios-kios kaki lima dan semrawutnya keadaan di sekitar Stasiun Senen, lalu tampak Asri berada di satu kios kaki lima itu. POV Asri: penjaga kios (berwajah keras.)
PENJAGA KIOS
Mau cari apa, Mbak?
ASRI
Ada obat keras yang bisa untuk menggugurkan kandungan, Pak?
PENJAGA KIOS
Oh ada Mbak, ada… (lalu pejaga kios itu mencari obat yang mau dibeli oleh Asri dan setelah ketemu, ia sodorkan sekotak obat berukuran cukup besar pada Asri dan Asri menyambuti, kemudian mengamatinya.)
ASRI
Hem, banyak sekali isinya, Pak. Kalau saya beli limabelas butir aja, boleh?
PENJAGA KIOS
Boleh, Mbak.
ASRI
Kalau gitu saya beli limabelas butir.
Penjual obat meladeni permintaan Asri. Dan setelah membayar harga obat, Asri meninggalkan kios obat pinggir jalan itu, kembali ke
CUT TO
129. EXT/INT. JALANAN, SEKITAR STASUN PASAR SENEN & TAKSI – MALAM
Tampak Asri masuk ke dalam taksi yang tadi dinaikinya, yang masih setia menungu, di pinggir jalan.
SOPIR TAKSI
Sekarang ke mana, Mbak?
ASRI
Ke tujuan semula, Pak. Ke rumah saya, di Rawamangun.
Taksi kembali melaju dan tampak Asri kembali merenung.
ASRI (V.O.)
Masih ada satu langkah lagi yang harus gue lakuin, sebelum gue laporin Kak Dokter Riko ke polisi. Gue harus mencetak foto mesra gue dengan Kak Riko di gedung bioskop. Ya, sebelum sampai rumah, gue harus mampir dulu di studio foto.
CUT TO
130. INT. KANTOR POLISI, RUANG PENGADUAN – SIANG
Asri tengah bicara serius dengan seorang polisi, lalu tampak Asri menyodorkan barang bukti berupa sekantong plastik berisi obat pemberian (Dokter) Riko dan foto mesra Asri bersama Riko di gedung bioskop.
POLISI
Alat buktinya sudah cukup kuat, Mbak. Dan kami akan segera menindak lanjuti.
ASRI
(puas)
Terima kasih, Pak.
CUT TO