Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
88. INT. KAFE PANDERMAN – MALAM
Seorang penyanyi sedang menyenandungkan lagu berirama lembut, sedang kursi-kursi yang tersedia telah dipenuhi oleh pengunjung, lalu tampak Asri duduk berdampingan dengan Tondo sedang dihampiri seorang pelayan.
TONDO
Kamu mau minum apa?
ASRI
Mas Tondo sukanya apa?
TONDO
Bir.
ASRI
Aku ikut Mas Tondo aja.
Pada pelayan Tondo memesan dua botol bir. Setelah pelayan berlalu Tondo mengetuk-ketukkan jari tangannya ke atas meja, mengikuti irama musik lembut yang masih berlangsung secara live.
ASRI
Kayaknya Mas Tondo suka dengan musik yang berirama lembut.
TONDO
Bukan hanya yang lembut, tapi semua aliran musik, saya suka. Tapi tentu yang enak didengar. (jeda) Kamu suka dansa?
Asri menanggapinya hanya dengan senyuman. Sementara itu pelayan sudah kembali muncul, menyuguhkan bir pesanan mereka berdua. Lalu Tondo menuangkan bir ke dalam gelas dan meminumnya, begitu pula dengan Asri. Dan melihat cara Asri menuang bir ke dalam gelas dan meminumnya, Tondo pun tahu, kalau Asri sudah terbiasa minum bir.
Sementara itu lagu yang dibawakan penyanyi sudah berakhir dan penyanyi itu membawakan lagu yang lain, tapi tetap berirama lembut.
TONDO
Satu botol harus dihabiskan, ya?
Kembali Asri menanggapinya hanya dengan senyuman. Tatkala Asri sudah menenggak dua gelas bir, Tondo mengajaknya berdansa. Asri tidak menolak. Kemudian keduanya asyik berdansa.
TONDO
(berbisik di telinga Asri)
As, pulang dari kafe ini, kamu mampir ke apartemenku, ya? Ada hadiah istimewa yang akan kuberikan padamu.
ASRI
Apa itu?
TONDO
Yaa kalau aku sebutkan sekarang, kurang istimewa lagi jadinya.
ASRI
(mencubit leher Tondo)
Ah, kau bikin aku penasaran.
Tondo meringis (sakit tapi nikmat.)
CUT TO
89. INT. APARTEMEN TONDO, RUANG TAMU & RUANG DALAM – MALAM
Asri duduk di kursi dengan wajah sedikit teler (karena kebanyakan minum bir) dan di dinding di belakang Asri tampak terpajang lukisan sepasang kuda yang sedang berlari. Kemudian muncul Tondo dari dalam, tangan kanannya yang membawa arloji ia sembunyikan di punggung. Dan ketika sudah berada di dekat Asri, arloji itu ia sodorkan ke arah Asri.
TONDO
Nih, hadiah untukmu.
Melihat arloji pemberian Tondo, semangat Asri meletup, wajahnya tampak berseri.
ASRI
(sambil menyambuti arloji)
Wah, indah sekali, Mas. (memandangi arloji dari emas yang tampak berkilauan ditimpa cahaya lampu dengan kagum) Boleh aku langsung memakainya?
TONDO
Ya, pakailah…
Asri mengenakan arloji itu di tangan kirinya, lalu kembali memandanginya dengan penuh kekaguman. Dan pada saat itulah dengan penuh kelembutan dan kemesraan Tondo membelai rambut Asri yang panjang terurai. Asri Diam. Tondo makin berani. Ia pagut bibir Asri dan Asri membalas pagutan itu. Lalu Tondo membimbing Asri masuk ke ruang dalam. Dan... (Close Up) lukisan sepasang kuda yang sedang berlari...
CUT TO
90. EXT. TEMPAT KOS RIAN, HALAMAN DEPAN/TERAS & JALANAN DEPAN – PAGI
Dengan memakai training Rian melakukan senam ringan, tampak keringat mulai keluar dari tubuhnya. Kemudian ia berhenti melakukan senam dan duduk santai di lantai, memandangi jalanan yang tidak terlalu ramai (tidak terlalu banyak kendaraan bermotor yang berlalu lalang)
Sesaat kemudian melintas (seorang anak remaja) pedagang koran dengan menggunakan sepeda ontel yang di bagian depannya ada keranjang yang terbuat dari kerangka besi dan di dalam keranjang besi itulah koran-koran dagangan itu diletakkan.
PEDAGANG KORAN
Koran, koran Minggu. Kompas, Republika, Sindo, Warta Kota, Pos kota, Berita Kota. Koran, koran Minggu…
RIAN
(berteriak)
Koran…!
Pedagang koran menghentikan laju sepeda ontelnya.
PEDAGANG KORAN
Koran, Oom?
Rian melambai dan pedagang Koran mendekati Rian dan Rian bangkit dari duduk menghampiri pedagang koran.
RIAN
Aku lihat-liat dulu, ya?
PEDAGANG KORAN
Silakan, Oom.
Lalu tampak Rian sibuk melihat-lihat koran dagangan yang ada keranjang besi. Kemudian ada satu koran yang menarik hatinya.
RIAN
(heran)
Reportase Kota…?
PEDAGANG KORAN
Iya, Oom. Itu koran baru.
RIAN
(bergumam)
Hem, makin banyak aja koran kriminal... (memperlihatkan koran yang dipegangnya) Saya beli ini deh, Reportase Kota.
PEDAGANG KORAN
Tiga ribu, Oom.
RIAN
Mahal amat?
PEDANGANG KORAN
(berpromosi)
Iya Oom, biar koran baru, koran kriminal, tapi tampilannya sangat bagus.
RIAN
Ah, bisa aja kamu. (lalu Rian merogoh saku celana trainingnya, ada selembar uang limaribuan, kemudian ia menyodorkan uang itu pada pedagang koran.)
Pedagang koran itu menyambuti, kemudian merogoh saku celananya untuk mengambil uang kembalian.
RIAN
(cepat/memotong)
Nggak usah, deh. Kembaliannya buat kamu, cuma dua ribu ini.
PEDAGANG KORAN
(senyum)
Terima kasih, Oom. (kemudian kembali mengayuh sepeda ontelnya, berlalu.)
Sedang Rian kembali duduk santai di lantai sambil sepintas lalu memperhatikan judul-judul yang tertera di halaman satu. Kemudian ia tampak serius, ketika membaca judul (INSERT FRAME) Seorang Wanita Pegawai Panti Pijit Tradisional Menjadi Korban Tabrak Lari
Lalu tampak dengan serius Rian membaca isi beritanya. (Setelah membaca, tahulah ia, bahwa si pengecut yang melakukan tabrak lari itu adalah... dirinya! Tapi ia bersikap tak peduli.)
RIAN (V.O.)
Hem, gue nih, yang menyerempet cewek itu kemarin. (jeda) Tapi masa badolah.
Hanya luka ringan ini, walau harus masuk rumah sakit. (jeda) Tapi wartawan Koran Reportase Kota ini juga bego. Masak gue cuma nyerempet, ditulis menabrak! Kalau gue trabrak, korbannya pasti sudah mampus, atau paling tidak luka parah. Ini nyatanya hanya luka ringan! Huh, asal tulis. Dasar wartawan nggak profesional!
Lalu tampak iseng, Rian mengamati foto korban yang menyertai berita itu. Lalu sesaat ia tampak tercenung (hatinya berdebar). Kembali ia amati foto itu lebih cermat dan ia kembali tercenung (hatinya makin berdebar.)
RIAN (V.O.)
Tini...? (tidak yakin). Tidak mungkin! (jeda) Kampung halamanku dan Tini di Makasar, sangat jauh dari kota. Jadi mana mungkin Tini yang anak udik itu berani berangkat seorang diri ke Jakarta? (jeda) Jakarta ini sangat luas, kalau ada seorang cewek yang wajahnya mirip dengan Tini, hal itu bisa saja terjadi.
Rian kembali mengamati foto di Koran Reportase Kota, lalu ia tampak penasaran, kemudian beranjak ke
CUT TO
91. INT. TEMPAT KOS RIAN, KAMAR KOS RIAN – PAGI
Rian menaruh Koran Reportase Kota di atas meja, lalu membuka laci meja, mengambil album foto dan menaruhnya di atas meja, lalu ia membuka lembar pertama, kemudian ia dampingkan foto yang ada di koran Reportase Kota dengan foto yang ada di album itu dan diamatinya kedua foto itu dengan sangat, sangat cermat. Dan… kini baru ia benar-benar yakin, bahwa: wanita pegawai panti pijit tradisional yang menjadi korban tabrak lari itu adalah Tini (bekas kekasihnya saat ia masih tinggal di desanya di Makassar).
RIAN (V.O.)
Bener, ini Tini, pacarku waktu tinggal di desa dulu.
Rian menghela nafas sepenuh dada.
RIAN (V.O.)
Tini, mengapa kau bisa terdampar di Jakarta dan bekerja di panti pijit tradisional? Apa sesungguhnya yang telah terjadi pada dirimu, Tin. Apa…??? (jeda/merenung) Tini, aku harus segera membezukmu. Harus!!
Kemudian tampak Rian lemas (kehilangan gairah) dan ia merebahkan diri di tempat tidur, matanya kosong menatap langit-langit. Lalu teringat ia akan masa lalu cintanya bersama Tini saat ia masih tinggal di desa dulu (saat keduanya baru lulus dari SMA).
DISSOLVE TO:
92. EXT. RUMAH RIAN DI DESA, TERAS DEPAN – SENJA
Rian dan Tini berdiri berhadap-hadapan. Wajah Tini tampak sangat sedih.
RIAN
(menyelidik)
Ada apa, Tin. Nampaknya kau sedang bersedih?
Tini hanya mengangguk, lalu menyeret Rian keluar rumah.
RIAN
Hampir magrib, Tin. Tak baik keluar rumah.
Tini berlari-lari kecil menjauhi Rian sambil melambaikan tangan, agar Rian mengikutinya. Didera penasaran, Rian pun membuntutinya, hingga keduanya masuk ke dalam Taman Hutan (taman yang dipenuhi oleh pepohonan yang biasa tumbuh di hutan belantara.) Sebuah mata air yang airnya melimpah hingga membentuk danau kecil, melengkapi keasrian taman itu. Lalu di hamparan rumput dekat mata air itulah Tini berhenti, duduk dengan kaki berselonjor. Rian duduk di sampingnya dengan nafas sedikit terengah.
RIAN
(penasaran)
Ada apa sebenarnya Tin, kau mengajakku ke tempat yang sepi ini?
Tini tidak segera menjawab. Pandangannya menerawang jauh ke depan, ke ufuk barat yang indah dengan semburat warna lembayung di kaki cakrawala.
TINI
(lirih)
Aku mau dijodohkan…
RIAN
(membelalak)
Hah, dijodohkan? Dengan siapa?
TINI
(lirih)
Pak Barjo…
RIAN
(memotong/tak sabar)
Pak Barjo si bandot tua yang tuan tanah itu?
Tini mengangguk lemah.
RIAN
(geram)
Bajingan! (jeda) Lantas kau mau?
Tini terdiam dan Rian menatapnya dengan seksama.
RIAN (V.O.)
(bergetar karena menahan emosi)
Tin, betapa cantiknya kamu... (lalu Rian merangkul Tini dan Tini juga merangkul Rian. Kemudian di layar tampak sepasang harimau sedang bermesraan.)
CUT TO
Rian dan Tini duduk berdampingan, wajah keduanya tampak berseri.
TINI
Rian, ayo kita kawin lari.
Rian membisu.
TINI
Kau nggak berani?
Rian membeku.
TINI
(mengejek)
Huh, ternyata kau pengecut!
Rian tersenyum pahit.
RIAN
(lirih)
Bukan begitu, Tin. Kau tau, kita berdua sama-sama baru lulus SMA. Aku belum bekerja. Mau dibiayai dengan apa rumah tangga kita nanti?
TINI
(sinis)
Jadi kau nggak mau bertanggung jawab atas perbuatan yang baru kau lakukan padaku?
Rian bungkam.
TINI
(makin sinis)
Huh, dasar pengecut! (kemudian suaranya mulai mengandung tangis) Menyesal aku punya kekasih seperti kamu! Menyesal!
Lalu Tini merentak berdiri dan berlari menjauhi Rian dengan isak yang tertahan.
Sedang Rian menatap punggung Tini dengan sorot mata hampa.
CUT TO
93. EXT. RUMAH TINI DI DESA, TERAS & HALAMAN DEPAN – SORE
Scene ini menampilkan acara pernikahan Tini dengan Pak Barjo yang cukup meriah, tamu yang datang sangat banyak, kemudian tampak Rian berdiri agak jauh dari rumah Tini dengan sorot mata yang hampa dan berkaca-kaca ia menatap ke arah pelaminan, di mana Tini dan Pak Barjo sedang duduk dengan anggun sebagai pengantin.
RIAN (V.O.)
Tin, pernikahanmu dengan Pak Barjo membuat hatiku terluka. Dan rasanya luka hati ini baru bisa terobati kalau aku pergi jauh merantau. Mungkin aku akan merantau ke Jakarta, Tin.
DISSOLVE TO
94. INT. TEMPAT KOS RIAN, KAMAR KOS RIAN – PAGI
Kita kembali ke kamar kos Rian. Tampak Rian merentak bangkit dari berbaring, lalu ia menghela nafas panjang.
RIAN
(tegas)
Tini, aku harus sesegera mungkin menemuimu. Harus!
CUT TO
95. EXT. RUMAH SAKIT MUDA MEDIKA, BAGIAN DEPAN – SIANG
Tampak Rian berdiri di hadapan (cewek) petugas bagian informasi.
PETUGAS INFORMASI
(ramah)
Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?
RIAN
(sambil menyodorkan koran Reportase Kota edisi Minggu yang dibawanya ke hadapan petugas bagian informasi.)
Mbak, apa pasien ini masih dirawat inap di sini?
Dengan cermat sang petugas bagian informasi mengamati judul berita dan foto yang ditunjukkan oleh Rian di Koran Reportase edisi Minggu itu. Lalu:
PETUGAS INFORMASI
Pasien yang ini baru saja pulang, Pak. Kira-kira setengah jam yang lalu.
RIAN
(heran)
Kok cepat sekali?
PETUGAS INFORMASI
pasien itu sesungguhnya tidak mengalami luka yang berarti, Pak. Kemarin dia cuma pingsan, mungkin karena kepala bagian belakangnya membentur benda keras. Tak lama berada di rumah sakit ini, sebenarnya dia sudah siuman dan diperbolehkan pulang. Tak perlu dirawat inap. Tapi Bapak Gragal, Bos tempat dia bekerja minta supaya dia dirawat inap di sini. Katanya supaya bisa beristirahat dengan tenang, agar kondisinya cepat pulih, sehingga bisa cepat bekerja lagi.
RIAN
(mengangguk-angguk)
Terima kasih, Mbak. (lalu tampak Rian melangkah pergi menjauhi petugas informasi).
RIAN (V.O)
(sambil berjan melihat arloji)
Udah siang nih, aku harus tugas liputan. Besok aja deh, aku ke panti pijit tradisional tempat Tini kerja.
CUT TO