Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
107. EXT/INT. PEMUKIMAN KUMUH, RUMAH PETAK KONTRAKAN TINI – SIANG
Tampak Rian dan Tini berjalan berdampingan di pemukiman kumuh, lalu Tini menghentikan langkah di depan rumah petak kontrakannya. Tini mengetuk pintu, lalu pintu dibuka dari dalam dan kemudian di ambang pintu tampak Dino (berusia kira-kira sebelas tahun). Dan melihat wajah Dino mendadak jantung Rian berdegup kencang. Wajah Dino sangat mirip dengannya, bagai pinang dibelah dua. Seketika Rian ingin menubruk dan memeluk bocah itu untuk melepas rasa rindu dan menebus rasa bersalahnya selama ini. Tapi hal itu ia urungkan. Ia segera sadar, sesuatu yang dihentak, dipaksakan, walau itu bertujuan baik, hasilnya pasti akan tetap buruk. Akhirnya Rian hanya diam, terpana.
RIAN (V.O.)
Biarlah semua berjalan secara perlahan-lahan. Dengan hidup selalu bersama dengannya, suatu saat nanti anak itu pasti akan tahu, bahwa aku adalah Ayahnya.
Melihat Rian hanya diam mematung, Tini cepat berinisiatip.
TINI
Dino, kenalkan, ini Oom Rian.
Tampak Rian sedikit tersentak, lalu buru-buru mengulurkan tangan dan Dino segera menyambutnya dan mencium tangan Rian. Kemudian tampak Rian terharu.
RIAN (V.O.)
Ah, ini tentu hasil didikan dan ajaran dari Tini. Tini, engkau telah mendidik anak kita dengan baik. Dan aku ingin Dino tumbuh besar dan dewasa menjadi anak yag lebih baik lagi. Karena itu Tin, aku harus menikah denganmu. Harus!
CUT TO
108. EXT. RUMAH DINAR, TERAS DEPAN – SORE
Dinar dan Rian duduk bersisihan. Wajah Rian tampak sangat tegang (karena ada sesuatu yang akan diucapkan, tapi ia sangat berat untuk memulai menyatakanya. ) Sedang Dinar tampak sudah tidak sabar.
DINAR
(menyelidik)
Kamu kok kelihatan tegang, bingung, Mas. Ada apa, sih?
Rian tidak segera menyahut. Matanya menerawang jauh ke depan. Setelah menghela nafas panjang, baru ia berucap.
RIAN
Ada berita buruk, Din.
DINAR
(memotong dan matanya sedikit melebar)
Berita buruk apa?
Kembali Rian menghela nafas panjang, sebelum berkata.
RIAN
(dengan suara berat)
Aku baru saja berjumpa dengan Tini, pacarku waktu di desa dulu. Dan aku akan segera menikah dengan Tini.
DINAR
(heran bercampur kaget)
Ha, menikah dengan Tini? (berdiri dari duduk, lalu menghadap ke arah Rian) Lalu bagaimana dengan hubungan cinta kita dan rencanamu untuk meminangku, Mas? (mengembangkan kedua belah tangan) Bagaimana...?
RIAN
Terpaksa hubungan cinta kita harus putus dan aku gagalkan rencanaku untuk meminangmu,Din
DINAR
(heran bercampur kesal)
Putus...? Kau gagalkan rencanamu untuk meminang aku? (sangat marah) Semudah itu kau mengambil keputusan ini, Mas. Semudah itu?!
Rian kembali tidak segera menyahut, ia berdiri dari duduk, lalu berjalan mondar-mandir, setelah itu baru ia berkata.
RIAN
Hal ini sudah aku pertimbangan masak-masak, Din. Karena Tini telah punya anak yang benihnya berasal dari aku, dan yang lebih parah lagi, sekarang Tini mengidap AIDS.
Mendengar penjelasan Rian ini Dinar mulai menangis, air mata tampak bergulir membasahi pipinya.
DINAR
(suaranya parau, mengandung tangis)
Aku nggak peduli dengan semua alasanmu itu, Mas. Nggak peduli! (jeda) Kau harus memikirkan perasaanku, Mas, juga pengorbanan cintaku padamu.
Sejenak Rian terdiam (ia segera sadar, kekerasan tidak bisa dilawan dengan kekerasan. )
RIAN
(lembut dan sabar)
Dinar, cobalah kau pahami dengan sungguh-sungguh. Tini telah punya anak dari benihku dan yang lebih parah, kini dia telah terjangkit AIDS! Sedang kau Din, aku belum pernah menyentuh tubuhmu. Kau masih suci. Dan kau juga sudah hampir meraih gelar sarjana. Walau putus hubungan cinta denganku, masa depanmu masih sangat cerah, Din. Sedang Tini…? (suaranya berubah sedikit parau) Begitu banyak duka derita yang telah dia alami, karena ulahku. Dan dengan AIDS bersarang di tubuhnya, mungkin usianya tak akan lama lagi…
Dinar diam, menunduk, wajahnya nampak geram.
RIAN
(melanjutkan)
Kau bisa memahami keputusanku kan, Din?
Dinar tidak segera menjawab. Perlahan-lahan ia mengangkat wajah, lalu ditatapnya Rian lekat-lekat.
DINAR
(Suaranya bergetar, karena menahan emosi)
Jadi sudah bulat keputusanmu untuk meninggalkan aku?
Sesaat Rian dilibat kebimbangan. Tapi setelah menghela nafas panjang, kebimbangn itu hilang.
RIAN
(mengangguk tegas)
Iya.
Tanpa berkata-kata lagi Dinar langsung membalik badan dan menghambur lari masuk ke dalam rumah. Ditutupnya pintu depan rumahnya dengan suara berdebam. Sesenggukan suara tangisnya jelas terdengar oleh Rian, tapi ia diam mematung di tempatnya berdiri.
RIAN (V.O.)
Ah, sakit hati yang dirasakan Dinar, seiring berjalannya waktu, perlahan-lahan pasti akan sirna (lalu dengan langkah-langkah tenang, Rian pergi meninggalkan rumah Dinar.)
CUT TO
109. INT. RUMAH DINAR, KAMAR DINAR – SORE
Dengan menangis sesenggukan Dinar duduk di ranjang menghadap ke arah pintu yang terbuka lebar, lalu muncul Pranoto yang baru pulang dari kerja, tampak tangannya masih menjingjing tas kerja. Melihat kedatangan ayahnya, Dinar segera menghambur memeluk Pranoto dan dengan merebahkan kepala di dada ayah, sesenggukkannya terdengar semakin keras.
Sang ayah pun tanggap, ada satu hal yang dahsyat lagi yang mengguncangkan dada putri semata wayangnya. Maka, dengan kelembutan seorang ayah, dibelai-belainya rambut Dinar.
PRANOTO
(lembut dan sabar)
Din, bagikan dukamu pada aku, biar kesedihan hatimu berkurang, Nak.
DINAR
(dengan menahan isak)
Mas Rian memutuskan hubungan cintanya dengan dsaya, Ayah. Karena dia akan segea menikah dengan pacarnya yang lama.
Mendengar penuturan putri tunggalnya ini, sang ayah ikut bersedih. Ia akan ikut menangis, tapi dengan segala daya ia tahankan tangis itu. Karena sepenuh hati segera sang ayah menyadari, tangisnya hanya akan membuat kesedihan Dinar makin berlipat. Maka ditepuk-tepuknya punggung Dinar dengan penuh kasih sayang.
PRANOTO
Din, kau harus sabar dan tabah menghadapi cobaan ini. Karena sudah jelas, beginilah takdir cintamu. .
Dinar melepas pelukkannya pada Pranoto.
DINAR
(mirip rintihan)
Ayah, mungkin ini salah saya juga, karena saya tidak mau menuruti permintaan Ibu tiri.
PRANOTO
Sudahlah, tak perlu menyesali keputusan yang telah engkau ambil. (jeda) Tapi memang ada baiknya juga kau temui Ibu tirimu itu. Mintalah maaf padanya. Bagimanapun juga, dialah yang merawat dan mendidikmu sedari kau masih bayi.
DINAR
Apakah boleh Ayah, kalau saya juga minta pertimbangan Ibu Marni, agar saya bisa kembali menjalin cinta dengan Kak Riko?
PRANOTO
(tegas)
Kau sudah dewasa, Dinar. Lakukanlah apa yang kau anggap baik,” ucap ayah tegas.
Dinar menghela nafas lega. Ucapan ayah ini membuatnya tentram. Dan secercah harapan berpijar di hatinya. Harapan untuk dapat kembali menggapai cinta Riko.
CUT TO