Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Bakti Ayah Belia (Screenplay)
Suka
Favorit
Bagikan
9. Wawancara di Srikandi Creativa (Scene 34)

34. INT. KANTOR - RUANG MEETING - DAY

Bakti duduk dengan postur kaku dan ekspresi tegang. Kaki kanannya terus bergoyang-goyang. Di bawah meja, tangannya sudah basah karena keringat dingin.

Di hadapan Bakti, ada Astrid yang sedang membaca dokumen dan Ardi geleng-geleng kepala. Bakti menelan ludah begitu Astrid berpaling dari dokumen dan menatapnya.

ASTRID

Oke, saya sudah baca sekilas CV kamu. Jujur, saya lumayan takjub karena kamu punya cukup banyak pengalaman kerja di berbagai tempat selama 4 tahunan belakangan ini.

BAKTI

Terima kasih, Bu.

ASTRID

Tapi kamu beneran hanya lulusan SMA?

(menoleh ke Ardi)

Bukannya kalian kenal pas lagi sama-sama kuliah di Bandung?

ARDI

Bakti dulu sempet kuliah di ITB juga, Kak. Pas gue tingkat tiga, dia TPB. Terus kita satu kosan gitu.

(berdecak)

Elo enggak nyimak cerita gue nih ternyata.

ASTRID

Nyimak kok bagian itu, makanya tak pikir Bakti lulusan ITB juga kayak kamu. Tapi, pas dilihat di CV-nya, ternyata cuma lulusan SMA.

(beat)

Ya boleh dong di-cross check lagi?

BAKTI

Iya, Bu. Saya dulu sempet kuliah di ITB. Tapi cuma dua semester aja, soalnya saya berhenti kuliah.

ASTRID

Kenapa berhenti kuliahnya?

BAKTI

Saya punya anak, Bu.

ASTRID

Punya anak? Nikah muda terus punya anak? Gitu maksudnya?

BAKTI

(menggelengkan kepala)

Enggak, Bu, enggak nikah. Tapi saya punya anak.

Astrid terdiam untuk mencerna jawaban Bakti. Tak lama kemudian, dia pun menganggukkan kepala. Sudah paham, walaupun ekspresinya terlihat terkejut.

ASTRID

O... kay. Jadi kamu punya anak dan kamu yang merawat anaknya. Sendiri. Begitukah?

BAKTI

I-iya, Bu. Begitulah kurang lebih.

ASTRID

Wow. Itu bukan keputusan yang mudah, lho. Meninggalkan kuliah untuk anak, di usia semuda itu. Apalagi kamu laki-laki.

ARDI

Belum lagi dulu dia dapet full beasiswa. Terus IPK semester pertamanya aja 4. Pokoknya pinter bangetlah ini si Bakti.

ASTRID

Beda jauhlah ya intinya sama kamu, Di. Begitu, kan?

Ardi manyun dan menatap Astrid dengan tatapan masam. Tidak bisa membalas Astrid. Sedangkan Astrid mengangkat bahu, menyunggingkan senyum penuh kemenangan. Bakti hanya bisa mengulum senyum menyaksikan interaksi Ardi dan Astrid.

ASTRID (CONT'D)

Jujuran aja nih ya, Bakti. Sebenernya saya agak masih kurang sreg sama bagian pendidikan terakhir kamu.

Bahu Bakti seketika menciut, mulai merasa tidak percaya diri.

ASTRID (CONT'D)

Orang lain yang bekerja sebagai staf di sini at least pendidikan terakhirnya adalah S1. Lulusan SMA hanya untuk OB, cleaning service, driver, atau tenaga pendukung setara lainnya.

(beat)

Makanya, saya jadi punya concern mengenai ini.

Bakti mengerucutkan bibirnya dan menundukkan kepala, sudah tidak punya keberanian untuk menatap Astrid.

Ardi menghela napas memandangi Bakti. Raut wajahnya penuh prihatin. Dia bertukar pandang dengan Astrid, kemudian Astrid memberi tanda agar Ardi yang bicara dengan Bakti.

ARDI

Ti, concern utama kakak gue bukannya takut elo enggak bisa catch-up sama kerjaan di sini. Begitu juga dengan gue. To be honest.

Bakti mengangkat wajahnya, menatap Ardi dan Astrid bergantian. Bingung.

ARDI (CONT'D)

Untuk urusan kompetensi lo, gue yakin banget elo pasti bisa catch-up dengan cepat dan mudah. Gue enggak khawatir sama sekali untuk urusan itu. Gue tau betapa canggihnya elo, makanya gue pede buat nawarin posisi ini ke elo.

(beat)

Tapi, persaingan antar staf di lingkungan kantor itu enggak kaleng-kaleng, Ti. Termasuk di kantor ini.

ASTRID

Kamu pasti dianggap masuk lewat jalur nepotisme, jalur orang dalam. Sama seperti Ardi dulu pas baru gabung di kantor ini. Ya... ada benarnya juga, sih. Saya juga enggak bisa ngelak.

(beat)

Tapi, kalau saya pribadi sih prefer bilang itu koneksi, bukannya nepotisme. Karena pada akhirnya, kembali lagi ke kinerja orang yang direkrut. Kalau oke, ya lanjut. Kalau enggak, ya sudah goodbye. Selesai.

Bakti menganggukkan kepala, sudah mulai memahami situasinya.

ASTRID (CONT'D)

Meskipun saya ada setitik concern mengenai kamu, tapi saya percaya sama rekomendasinya Ardi. Saya tau betul si Ardi ini enggak bakal kasih saya rekomendasi yang enggak-enggak.

ARDI

Jadi, asalkan elo bisa cuek dan tahan sama omongan orang-orang, elo pasti bisa survive. Kalau urusan kerjaan, gue bener-bener yakin elo pasti bisa. Malah, gue mulai takut elo bakalan nyusul gue. Hahahaha!

Bakti tertawa mendengar kalimat terakhir Ardi. Dia sudah tidak setegang dan segelisah tadi. Ardi tersenyum kecil melihat perubahan sikap Bakti.

ASTRID

Jadi gimana, Bakti? Tolong yakinkan saya supaya saya tidak perlu lagi memusingkan concerns yang tadi sudah saya dan Ardi jabarkan ke kamu.

Bakti mengangguk. Dia duduk tegak dan berdeham, membuat Astrid dan Ardi benar-benar fokus kepadanya.

BAKTI

Iya, Bu Astrid, terima kasih untuk kesempatan dan perhatian Ibu, juga Bang-eh, Pak-

ARDI

Elo manggil gue Pak, Pak, gue tampol lo, Ti.

BAKTI

Ampun, Bang, hehe.

(tersenyum simpul)

Jadi, terima kasih untuk kesempatan dan perhatian Bu Astrid dan Bang Ardi ke saya. Saya sangat menghargai semua itu. Terima kasih.

(beat)

Saya juga paham persaingan di lingkungan kerja, yang seringkali tidak sehat, Bu, Bang. Bagi saya, yang suka gonta-ganti tempat kerja, itu bukan hal yang baru, hehe.

(menghela napas)

Saya datang ke kantor ini untuk hidup yang lebih baik untuk saya dan anak saya, Bu, Bang. Saya ingin fokus mencari nafkah dan juga belajar.

ARDI

Orang-orang di kantor ini seneng banget lho ngegosip, Ti. Gue sama Kak Astrid aja sering diomongin sama mereka. Cuman, mereka cuma berani di belakang doang kalau sama kita berdua.

(beat)

Gue enggak tau dah gimana jadinya kalau sama elo nanti. Gimana tuh, Ti?

Bakti terkekeh, kemudian tersenyum lebar. Astrid dan Ardi kompak mengangkat sebelah alis mereka tinggi-tinggi, membuat mereka berdua terlihat mirip.

BAKTI

Kalau diomongin orang, udah biasa. Mungkin sekarang bahkan udah kebal.

(beat)

Semenjak punya anak, udah macem-macem yang saya denger tentang saya dari orang-orang. Memang sih, awalnya sedih dan enggak terima karena kebanyakan omongan yang jahat dan melenceng jauh dari kenyataan.

(beat)

Tapi, ya lama-lama jadi enggak peduli juga karena saya fokus aja untuk hidup anak saya.

ARDI

Duh, Ti, hati gue nyess lagi, kan!!

ASTRID

Norak banget deh kamu, ih.

Astrid mendorong bahu Ardi kencang-kencang. Kemudian, dia menatap Bakti lekat-lekat, sampai Bakti salah tingkah sendiri dipandangi seperti itu.

ASTRID (CONT'D)

Ya udah, kita bahas kontrak sekarang gimana?

BAKTI

S-siap, Bu!

Bakti tersenyum lebar, selebar-lebarnya. Ia memandangi Astrid dan Ardi dengan penuh terima kasih.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar