Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Bakti Ayah Belia (Screenplay)
Suka
Favorit
Bagikan
4. Kegamangan Bakti (Scene 17-22)

17. INT. RUMAH SAKIT - LORONG RUANG BERSALIN - DAY/NIGHT

TITLE: 5 BULAN KEMUDIAN.

Santi dan Raka duduk di kursi besi di samping pintu ruang bersalin. Jenar dan Bowo duduk di kursi besi, berseberangan dengan Santi dan Raka, sibuk dengan ponsel mereka masing-masing.

Raka bengong. Santi mengerling ke arah Jenar dan Bowo, kemudian menghela napas.

JENAR

(masih sibuk dengan ponselnya)

Besok pagi Puspa bisa langsung pulang, kan?

SANTI

(mengangguk)

Seharusnya. Nanti bayinya saya dan adiknya Bakti bawa pulang ke rumah. Kerabat kami yang akan mengadopsi baru sampai besok atau lusa.

JENAR

(memandangi Santi)

Untuk urusan itu, terserah kalian. Kalian yang atur. Bukan urusan saya.

(beat)

Puspa harus segera pulang, supaya bisa mulai siap-siap berangkat ke Amerika. Terbangnya lima hari lagi.

Santi mengatupkan bibir rapat-rapat, menahan diri.

BOWO

Lah, jadwalnya jadi lima hari lagi?

JENAR

Iya, dimajuin. Supaya enggak usah lama-lama lagi dia di sini. Nanti malah kepikiran bayinya itu lagi.

(beat)

Si Bakti aja enggak ke sini. Dia juga palingan enggak mau liat bayi itu

SANTI

Saya yang minta, paksa, Bakti supaya tinggal di Bandung dan tidak pulang ke Jakarta.

Jenar mengangkat sebelah alisnya. Kemudian kembali sibuk lagi dengan ponselnya.

Hening sejenak.

Terdengar suara tangis bayi dari dalam ruang bersalin. Mereka semua serentak bangkit dari duduk mereka.

18. INT. RUMAH SAKIT - DEPAN RUANG BAYI - DAY/NIGHT

Kita melihat dari kejauhan Bakti, menggendong tas ransel dan mengenakan pakaian kuliah, berjalan kemudian berhenti di depan kaca jendela ruangan bayi.

Bakti memandangi bayi-bayi yang tertidur di dalam ruang bayi lewat kaca dari luar. Mata Bakti tertuju pada satu bayi yang dibalut kain berwarna merah muda di baris ke-tiga, kedua dari kanan.

Close up tulisan di papan dekat kaki bayi: "Tn. Bakti Bramantya". Kemudian tulisan di bawahnya: "Nn. Puspaningtyas Anjani".

Mata bayi itu terpejam. Tapi kedua ujung bibirnya terangkat, membentuk sebuah senyum. Seperti sedang bermimpi dalam tidurnya. Tak lama kemudian, bayi itu menggeliat.

Mata Bakti berkaca-kaca.

CUT TO:

19. INT. RUMAH BAKTI - RUANG KELUARGA/TAMU - NIGHT

Ekspresi Bakti masih sama dengan scene sebelumnya.

Di hadapan Bakti, Santi berdiri dengan kening mengernyit dan ekspresi bingung, tidak yakin.

SANTI

A-apa kamu bilang tadi?

BAKTI

Bakti enggak bisa kasih anak Bakti sendiri ke orang lain.

(tercekat)

Enggak bisa. Bakti enggak bisa.

Santi terperangah. Dia seketika mencengkram pergelangan tangan Bakti, mengguncangnya keras-keras. Mata Bakti berkaca-kaca dan napasnya bergetar, menahan tangis.

SANTI

Bakti, sadar kamu, sadar!

Bakti menangis dan menggeleng-gelengkan kepala.

Tiba-tiba Raka masuk dari pintu depan dan membawa kantong keresek berwarna hitam.

RAKA

Bu, cabe keritingnya habis, besok b... Kakak?!

(terkejut)

Kok pulang?! Kan enggak boleh pulang dulu sama Ibu!

Raka menaruh kantong keresek di atas meja dan berdiri di belakang Santi. Dia memandangi Bakti dari belakang bahu Santi. Raka semakin bingung karena tangisan Bakti semakin menjadi-jadi.

BAKTI

Bu, tadi Bakti ke rumah sakit dan ngeliat dia, Bu... Anak Bakti...

(tercekat)

Bu, Bakti eng-enggak bisa k-kasih anak Bakti k-ke orang l-lain...

Raka seketika menutup mulutnya dengan telapak tangannya, dan matanya terbelalak. Santi semakin terlihat marah.

BAKTI (CONT'D)

Bayi itu anak Bakti, Bu. Bakti harus ngerawat dia samp—

Santi menampar pipi Bakti. Bakti berhenti berbicara dan ekspresinya membatu. Raka mundur satu langkah.

SANTI

(menggertak)

Bakti! Sadar kamu! Bisa-bisanya kamu ngomong begitu sama Ibu! Kamu sama sekali enggak mikirin perasaan Ibu?!

(beat)

Mau berapa kali lagi kamu ngecewain Ibu?! Mempermalukan Ibu dan almarhum bapak kamu?! Cerita kamu ngehamilin anak orang udah mulai tersebar di gang ini, tau kamu?! Ibu tuh malu!

Bakti menundukkan kepala. Tapi kedua tangan Bakti mengepal dan bergetar, berusaha menahan semua emosi.

SANTI (CONT'D)

(mencengkram bahu Bakti)

Kamu itu punya masa depan, Bakti. Dan kamu tidak boleh menyia-nyiakan itu hanya karena ini!

(beat)

Bayi itu kesalahan dan batu sandungan menuju kesuksesan kamu, Nak. Sekarang kita dikasih kesempatan untuk memperbaiki itu dengan menyerahkan bayi itu agar dirawat oleh Om Fadli dan Tante Laras, yang kebetulan memang sudah lama belum diberikan keturunan.

(beat)

Lagipula, Om Fadli dan Tante Laras kan masih kerabat kita juga. Pokoknya, setelah urusan kita dengan Om Fadli dan Tante Laras sudah selesai, kita lupakan kejadian ini.

(suara mulai bergetar)

Ngerti kamu?!

Bakti masih menunduk dan tidak menjawab ucapan Santi.

SANTI (CONT'D)

Sudah, pokoknya lupakan bayi itu. Lupakan juga mantan pacar kamu si Puspa itu. Dia yang ngandung bayi itu 9 bulan saja bisa pergi ke Amerika dan mulai hidup baru dia dengan tenang. Masa kamu enggak bisa?!

(beat)

Cukupkan rasa bersalah kamu sampai di sini. Ngerti?!

Raka menatap Bakti dengan iba, tetapi tidak berani menyela ucapan Santi.

SANTI (CONT'D)

Kamu sekarang mandi, makan, terus istirahat. Besok pagi langsung kembali lagi ke Bandung. Fokus kuliah dan kejar masa depan kamu.

(beat)

Tidak usah ikut sibuk urus yang di sini. Biarin Ibu yang urus dan selesaikan urusan di sini.

Santi melepaskan cengkramannya di bahu Bakti dan mundur selangkah. Dia memandangi sejenak Bakti yang masih diam dan menunduk. Kemudian dia berdeham dan meninggalkan Bakti juga Raka.

Raka mendekati Bakti dan menyentuh pelan lengan Bakti.

RAKA

Kak...

Bakti menoleh ke arah Raka, air mata masih membasahi pipinya.

BAKTI

(berbisik)

Dek, maafin gue, ya. Gue enggak bisa jadi contoh buat elo, seperti yang Ibu pengen.

(beat)

Gue udah ngecewain kalian, dan bakalan terus ngecewain kalian...

Raka semakin merasa tidak tega. Dia merangkul Bakti dan mengarahkannya ke arah pintu kamar mereka berdua.

Kita melihat tampak belakang Bakti dan Raka. Raka mengusap-usap punggung Bakti. Kemudian Bakti dan Raka masuk ke dalam kamar.

DISSOLVE TO:

20. INT. RUMAH BAKTI - KAMAR BAKTI - DAY

Kita melihat Bakti memasukkan baju-bajunya dari dalam lemari ke dalam tas gendong. Lalu, Bakti duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan browsing sesuatu di ponselnya.

Bakti berbicara serius dengan seseorang lewat ponselnya. Mengangguk. Kemudian mengakhiri pembicaraan dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

21. INT. RUMAH BAKTI - RUANG TAMU/KELUARGA - MOMENTS LATER

Bakti keluar dari kamarnya dan menggendong tas. Melihat sekeliling ruangan yang kosong. Kemudian melangkah keluar rumah.

22. EXT. JALAN DI GANG RUMAH BAKTI - DAY

Bakti jalan kaki dan sesekali dia menendang kerikil di jalan dengan ujung sepatunya. Tidak menghiraukan tetangga-tetangga yang memandanginya.

Pos ronda tempat kumpul ibu-ibu dan bapak-bapak sudah dekat. Bakti melihat mereka yang menoleh ke arahnya, memandangi dengan tatapan mencela. Bakti buru-buru menundukkan kepala.

IBU 1 (O.S.)

Bisa-bisanya ini anak ngehamilin anak perawan orang.

IBU 2 (O.S.)

Begini banget nasib Bu Santi setelah ditinggal suaminya, ya. Sudah jadi janda, anaknya berulah pula...

IBU 1 (O.S.)

Katanya yang dihamilin tuh anak orang kaya pula, Bu. Bisaan, ya.

BAPAK 1 (O.S.)

Otak pinter ternyata enggak menjamin akhlak, ya. Astagfirullah...

BAPAK 2 (O.S.)

Tanda akhir zaman... muda-mudi tidak takut lagi berzina... Istighfar...

Bakti mencengkram erat tali tas ransel yang dikenakannya. Kepala tetap menunduk dan berusaha tidak menghiraukan mereka semua. Dia terus melangkah ke depan seakan tidak terjadi apa-apa.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar