Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
The Junkie
Suka
Favorit
Bagikan
11. Mama Berubah
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

INT. RUANG RUMAH SAKIT — SIANG

Dari luar Raka melihat lewat kaca, Ratna masih tergeletak tidur di kasur. Raka pilih ke taman samping rumah sakit, menelpon Mama tapi tak diangkat.

Raka ganti menghubungi Papa, malah direject. Beberapa saat kemudian, ada pesan: Papa rapat di Semarang dan tidak bisa diganggu.

RAKA (VO)

Semua karenamu, Pa. Bila Papa sadar, aku juga akan meninggalkan berbagai jenis narkoba yang saban hari menjeratku.

Raka dengan napas tersengal-sengal karena marah mengetik pesan balasan: Pa, misal anakmu yang sedang terkapar sakit jadi pelacur seperti Papa yang suka melacur. Apa papa tetap tidak peduli!

Papa Raka langsung menimpal pesan itu dengan cepat.

Jaga mulutmu, Ka. Kau membangkang dengan Papamu sendiri! Mau jadi apa kau?

Raka cepat membalas: Mau jadi sepertimu, Pa. Laki-laki yang disebut pejabat yang suka melacur dan menghambur-hamburkan uang tidak untuk keluarganya. Mungkin malah melebihi darimu, Pa.

Raka nyengir merasa bisa memainkan emosi Papanya, hingga membuat lelaki tua itu tak henti-hentinya menelpon.

RAKA (VO)

Mohon maaf, Pa. Tak sudi aku mengangkat panggilanmu.

Raka lantas masuk rumah sakit lagi, hendak masuk ruang Ratna, namun dari kaca dia lihat kakaknya sudah tak ada. Kebetulan ada suster yang lewat.

RAKA

Maaf, Sus. Di mana pasiennya?

SUSTER

Oh itu di ruang tunggu apotik menunggu obat.

Mata Raka terbelalak kaget melihat Ratna bersama Mama. Apalagi Mama tampak merengkuh bahu Ratna dengan erat.

Raka mengangguk pada suster itu. Langkah Raga tampak ragu untuk maju atau mundur. Kebetulan, Ratna menoleh lalu melambaikan tangan.

Raka terpaku, tak bisa menjauh. Mama malah yang berdiri dan mendekat, dia memeluk Raka. Raka jadi kaget.

MAMA

Kau dari mana, Nak? Sejak semalam Mama dan kakakmu mencemaskanmu. (suara terdengar sangat lembut)

Raka agak heran, matanya menyelidik kesungguhan dan ketulusan dari air muka Mama yang ternyata bersungguh-sungguh, bahkan mata Mama berkaca-kaca.

RAKA (VO)

Kenapa Mama tumben begini. Apa yang terjadi? Apa yang membuatnya berubah? Apa Mama pura-pura saja?

Mereka lalu duduk bertiga bersebelahan. Tangan Mama memegang lengan Raka dengan lembut. Air muka Ratna tampak bahagia mereka bisa berkumpul bertiga.

Sebulir air mata jatuh merambat dari sudut mata Mama turun ke pipinya.

RAKA

Papa belum datang?

MAMA

Sudahlah. Maafkan Mama, salah mendidik kalian, jarang memperhatikan kalian, maafkan Mama...

Wajah Raka menahan geram.

RATNA

Kurasa, tak ada kata gagal dalam kehidupan, Ma. (wajah Ratna masih agak pucat)

Mama tersenyum, dan mengangguk lemah.

RAKA

Kemarin Papa kuhubungi. Alasannya nggak mutu, mbok agak kreatif dikit kalau bohong. Kirain aku anak ingusan yang mudah dikibulin.

Kak Ratna menatap Raka dengan tajam, lalu memberi isyarat dengan mengedipkan mata untuk menahan diri. Dia memberikan nomer antrian obat pada Raka.

Bersamaan dengan itu, petugas apotek memanggil.

MAMA

Biar Mama saja yang ambil.

Raka memberikan nomor antrean itu.

RATNA

Tubuhmu makin kurus aja.

RAKA

Ah, perasaan Kakak saja.

Mama kembali sambil bawa obat dalam plastik.

RAKA

Mama bawa mobil?

MAMA

Iya bawa, Nak. Lha ada apa? (jawab Mama dengan lembut dan sayang)

Wajah Raka berubah sedikit lembut melihat Mamanya tampak sayang padanya.

RAKA

Lebih aman saja, Ma, di jalan mungkin hujan.

RATNA

Lha, kamu ndak pulang lagi, Ka?

RAKA

Pulang dong, Kak. Kan aku bawa motor waktu ngantar Kakak kemari.

MAMA

Ya sudah kalau begitu, Mama dan Ratna pulang duluan.

Mama memegang lembut lengan dan bahu Raka, dan memandang Raka penuh sayang. Raka tersenyum tipis.

Raka melihat dua punggung keluarganya itu dengan perasaan bergetar. Lalu wajahnya berubah marah.

RAKA (VO)

Di mana Papa, dengan siapa, sedang berbuat apa? Benar-benar bikin eneg!

INT. PARKIRAN. JALAN — SIANG

Raka menuju tempat parkir.

RAKA (VO)

Maya belum menghubungiku, apa masih di apartemen?

Raka memeriksa sesuatu dalam helm. Wajahnya lega, melihat plastik kecil berisi kristal di dalam busa helm.

Raka melaju di atas sepeda motor. Jalan agak padat. Raka salip kiri-kanan, ngebut.

Raka kerap memeriksa spion motornya, paranoid jika ada petugas yang membuntuti. Dia sengaja berputar tiga kali untuk mengawasi keadaan.

RAKA (VO)

Aman

Raka putar balik lagi, lantas masuk apartemen. Mobil Maya masih ada di parkiran.

Raka masuk kamar, dan mendapati Maya masih telentang, sama sekali belum berubah posisi tubuhnya. 

Raka menatap Maya dengan tatapan dalam. Raka suka pada Maya, tapi entah kenapa wajah Semilla kembali muncul di benaknya.

Jemari Raka menata rambut Maya yang menjuntai menutupi wajah.

RAKA (VO)

Aku tahu Maya wanita BO, entah mengapa aku tidak rela ia melakukan pekerjaan itu lagi. Rasanya,aku ingin tetap berdua sekalipun menuju neraka.

Raka membisiki telinga Maya, dia menempelkan bibirnya di kupingnya, Maya menggeliat menyibak selimut. Tubuhnya telanjang.

Perlahan matanya membuka, ia mengamati sekitaran room itu seperti tidak percaya, cahaya menyilaukan matanya membuatnya mengerenyit.

RAKA

Kau sedang tidak bermimpi, May. Bangunlah!

Mengetahui dirinya telanjang, Maya menutupi tubuhnya dengan selimut lagi. Kedua matanya sebening embun di pagi hari.

MAYA

Apa yang kita lakukan? (tampak malu)

RAKA

Bukankah hal biasa terjadi diluar kepala? Tentu kau tahu maksudku, kan.

MAYA

Maafkan aku. Aku bukan orang baik dan juga tak suci. Kuharap kau tidak kecewa.

RAKA

Tidak ada orang suci dalam kehidupan, May… (kata Raka sambil melihat riuhnya kota dari kamar di lantai 9) Oh, ya aku bawa barang.

Maya tampak tak peduli walau Raka memerlihatkan plastik kecil itu, dia masih terlihat malu. Wajahnya bersemu merah seperti ada cinta tersembunyi. Dia bergegas menutupi tubuhnya dengan selimut dan masuk kamar mandi.

Maya keluar dari kamar mandi dengan rambutnya yang terurai basah. Wajahnya tampak segar dan cantik, membuat Raka terpesona.

MAYA

Pakai saja punyamu. Aku sudah cukup! Kalau loe butuh bilang saja (sambil mengeringkan rambut)

RAKA

Jangan terlalu percaya dengan laki-laki yang baru kau kenal, kayak aku.

MAYA

Gue yang harusnya minta maaf padamu, Ka. Gue kuliah nyambi kerja di dunia malam. Jujur aku tipe wanita yang pilih-pilih, tak melulu soal cuan! (Wajah menunduk dengan mata berkaca-kaca)

Raka mendekatinya, jemarinya perlahan menghapus air mata yang menitik. Pipi Maya merah merona, malu. 

RAKA

May. Boleh aku bertanya?

MAYA

Boleh, omong saja, Ka.

Raka malah diam. Maya jadi penasaran.

MAYA

Apa yang ingin loe tanyakan. Ah, Sepertinya kepalamu menampung sesuatu yang berat.

RAKA

Lelaki itu?

MAYA

Kami dulu dijodohkan. Orang tuaku nggak tahu bahwa dia brengsek, KDRT.

Raka mengangguk-angguk. Maya mulai agak tenang. Matanya sudah tak menangis, sedikit memerah.

RAKA

Apartemen ini, milikmu, May?

MAYA

Ini apartemen yang dicicil mama dari jualan bakso. Dan, baru dicicil enam bulan dalam jangka waktu lima tahun. Papa tak peduli kami, lebih banyak dengan cewek lain.

RAKA

Wah hebat mamamu ya, Mey. Jualan bakso di mana?

MAYA

Mama punya dua warung.

Raka mengacungkan jempol pada Maya sambil tersenyum. Maya berhias, dan membawa tas berisi buku.

RAKA

Mau kemana?

MAYA

Kuliah, dong. Gue sadar gue itu brengsek tapi gue janji pada mama untuk lulus kuliah, loe nggak kuliah?


RAKA

Ndak, May. Mungkin aku ingin cuti saja (Raka kagum menatap Maya memakai busana yang anggun). Baru saja Kak Ratna mengirim pesan agar aku kembali aktif kuliah.

MAYA

Seharusnya kau menghargai kakakmu.

RAKA

Iya harusnya...

MAYA

Kasihan kakakmu. Pikirkanlah!

Maya tersenyum dan dia melambaikan tangan melangkah ke luar.

Raka terpesona oleh senyum Maya. Begitu sendirian, Raka make lagi. Lelehan Amphet mengalir di dalam rongga pipet kaca. Raka mendengarkan suara gelembung angin saat mulai nyelam dalam-dalam.

Halusinasi Raka mengantarkannya ke tempat yang tenang, disambut kicau burung-burung, semilir angin gunung, serta keindahan alam yang tiada tara.

Terdengar kembali suara Maya yang lembut, Pikirkanlah!

RAKA (VO)

Maya memberi isyarat agar aku kembali aktif kuliah. Ah, persetan! aku lebih suka menghibur diri dengan Amphet.

Begitu fly-nya Raka, hingga hadir wanita setengah telanjang mendekatinya. Raka memeluknya, memagutnya. Raka merasakan gairah dan menyalurkannya pada wanita itu.

Telepon Raka tiba-tiba berdering. Rendi menelpon. Raka tak peduli. Dering akhirnya berhenti. Raka sedang asyik masuk On.

Telepon Raka kembali berdering, dari Maya. Terpaksa Raka mengangkatnya.

MAYA

Haloo..! Rendi mau ke situ.

RAKA

Apa, Rendi? Halo, halo.

Telepon putus. Wajah Raka sedikit kesal.

RAKA (VO)

Apa mungkin Rendi tahu jika aku dalam keadaan tidak waras?

Raka tertawa-tawa, tak peduli, dia asyik masyuk makin fly. 

Pintu apartemen terbuka. Maya dan Rendi datang bersamaan. Raka kaget.

RAKA

Lho! Kalian bisa barengan? (suara cadel khas orang mabuk)

Mereka berdua nyengir, dan meletakkan tasnya masing-masing di sofa.

Raka melirik Maya dengan tajam. Maya tersenyum manis. Maya tahu kalau Raka sedang cemburu.

RENDI

Apa sih yang ndak bisa! (Rendi nyengir lagi)

Raka menghidupkan TV dan menontonnya. Rendi dan Maya berbincang lirih di dapur. Maya masuk kamarnya dan berganti baju hitam-hitam, tampak anggun.

RAKA (VO)

Ya Tuhan menawan banget (terpesona)

MAYA

Habis?

RENDI

Jelas habis. Dia mah gila, tidak memperhitungkan takaran dosis (serobot Rendi)

Raka tertawa terbahak-bahak. Tawanya sampai terpingkal-pingkal, dan lanjut dengan senyum-senyum sendiri.

RAKA

Sayang. Harganya mahal, hehehe

Rendi geleng-geleng melihat tingkah Raka yang lagi On.

RAKA

Sebagian tidak kubakar. Aku pakai insul.

MAYA

Loe beruntung, Tuhan kasih loe daya tahan tubuh yang kuat. Mungkin, jika gue, bisa mati.

RAKA

Tadi katanya mau kuliah. Lha, kok sudah pulang? (Raka tersenyum)

MAYA

Buat apa nongkrong di kampus lama-lama. Kosong.

Rendi mendekati Raka.

RENDI

Mandilah dan pakai baju ini! (sambil menyodorkan baju hitam)

RAKA

Apa ini?

RENDI

Sudah, nanti kau akan tahu sendiri.

Raka kembali melihat pakaian Maya yang serba hitam. Maya sedang memakai kerudung hitam pula.

RAKA

Apa kita mau melayat?

MAYA

Iya

RAKA

Inalillahi wainalillahi rajiun. Siapa, Ren?

RENDI

Vena. Overdosis.

Raka langsung kaget. Sosok Vena seketika menyergap ingatannya, bayangan-bayangan dia ngetep bersamanya, bayangan dia bergumul dengannya di atas ranjang. Bayangan dia minta diajari make, membuat tubuh Raka langsung lunglai.

Raka langsung mengelesot ke lantai.

MAYA

Kenapa Raka, Ren?

RENDI

Paling dia merasa bersalah.

Mata Raka berkaca-kaca. Rendi mendekat menepuk bahu, dan membantu mengangkat tubuhnya. Tapi Raka benar-benar lunglai.

RENDI

Ayo bangun, kita harus segera berangkat, biar nggak telat!

Rendi mengangkat kembali tubuh Raka, tapi Raka masih terbawa perasaan berat.

RENDI

Jika kau merasa bersalah, kau harus segera ke sana! Jangan sampai telat, dikubur baru datang, yang penting doamu!


Raka mulai sadar atas kata-kata Rendi itu. Untuk kali ketiga saat Rendi mengangkat tubuhnya, Raka berupaya berdiri. Baju hitam Raka pakai.

Mereka bertiga melangkah keluar apartemen, menuju parkiran mobil.

MAYA

Ren, loe saja yang mengemudi.

RENDI

Raka saja yang lebih lincah.

MAYA

Jangan, meski terlihat bugar dan waras, dia sering kehilangan kontrol. Kita tidak jadi takziah malah entar kita yang ditakziahi.

Raka nyengir. Rendi tertawa, akhirnya dia yang jadi sopir.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar