Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Cut to :
SCENE 184 : INT. RUANG UGD — SORE
CAST : NAJELINA, ANGGARA, DOKTER, FARIZ, TIRTA, SAFIRA, ANREZ, RIAN, ALVI, SANDRA DAN LASTRI
Saat Fariz membuka pintu, Ang langsung fokus menatap ke arah Fariz. Ang mengingat semua kejadian sebelum kecelakaan. Bahwa Fariz hampir menghabisi nyawa Ang karena tidak menyetujui pernikahannya dengan Najelina.
Fariz dan Tirta mendekati Ang. Hal itu membuat Ang sedikit ketakutan. Ang berfikir mereka akan mengucapkan kata-kata cemoohan lagi kepadanya. Dan ternyata apa yang ditakutkan Ang tidak terjadi kembali. Karena Fariz sudah merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya terhadap Ang selama ini.
Fariz mendekati Ang dan meraih telapak tangannya.
FARIZ
Anggara, maafin semua kesalahan Kakak. Kakak menyesal dengan apa yang Kakak lakukan selama ini kepada kamu. Kamu anak yang baik dan hebat. Kakak selama ini tidak menyadari itu. Kakak sudah salah menilai kamu. Maafin Kakak ya Ang. (Menyesal)
Ang hanya diam menatap Fariz. Ia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Fariz. Ang merasa aneh mengapa Fariz yang selama ini membencinya kini menyesali apa yang telah dilakukannya.
TIRTA
Iya Anggara, Papa juga minta maaf sama kamu. Selama ini Papa selalu merendahkan kamu, menganggap kamu tidak baik. Papa minta maaf, Papa menyesal Anggara. Maafin Papa ya.
Anggara menghela nafas dan tersenyum menatap mertua dan kakak iparnya.
ANGGARA
Pak Tirta, Pak Fariz, saya sudah memaafkan semua kesalahan Bapak. Saya sendiri juga banyak salah kepada Pak Fariz dan Pak Tirta. Karena saya sudah lancang menikahi Najelina tanpa persetujuan Bapak. Saya sudah beraninya menikahi Najelina dengan keadaan saya yang kurang mampu ini. Maafkan saya Pak, saya belum bisa membahagiakan Najelina. Sekali lagi saya minta maaf sebanyak-banyaknya, Pak.
Ang menitihkan air mata saat tangannya meraih tangan Tirta. Ang merasa bersalah dengan keluarga Najelina.
TIRTA
Nggak apa-apa Anggara. Papa, Kak Fariz dan Mama merestui pernikahan kamu dengan Najelina. Papa sekarang tau bahwa kamulah yang pantas menjadi pendamping anak Papa. Kamu baik dan pekerja keras. Papa bangga sama kamu. Papa hanya bisa mendo'akan semoga kalian hidup bahagia. Papa akan selalu mendukung kalian.
FARIZ
Iya Anggara, Kakak merestui pernikahan kalian. Kakak percaya, Najelina tidak salah pilih mencari pasangan hidup. Kamu yang terbaik untuk adik Kakak.
ANGGARA
Terima kasih Pak Fariz, Pak Tirta. Saya janji akan berusaha membahagiakan Najelina.
Ang tersenyum lebar.
Dan Najelina terlihat sangat bahagia mendengar itu semua.
TIRTA
Udah, jangan panggil Pak. Kayak sama siapa aja. Panggil Papa, Kak Fariz, sama Mama. Kita satu keluarga Anggara. Iya kan Nek Lastri?
Tirta mengarahkan pandangannya ke arah Lastri yang berdiri di samping Ang.
Lastri membalas dengan anggukan kepala dan tersenyum.
ANGGARA
Nek.
Ang meraih tangan sang nenek dan menciumnya.
Lastri mengelus bahu Ang seraya menyeka air matanya sendiri dengan tangan.
ANGGARA
Terima kasih ya Pa, Kak, Mama. (Sambil menoleh ke arah samping melihat Safira yang sedari tadi memeluk Najelina)
Safira lalu menghampiri Ang.
SAFIRA
Anggara, maafin Mama ya.
ANGGARA
Iya Ma, maafin Anggara juga.
SAFIRA
Satu hal yang Mama sangat-sangat berterima kasih sama kamu. Terima kasih ya, kamu dulu pernah menyelamatkan Najelina dari preman. Mama nggak tau apa yang akan terjadi pada hidup Najelina kalau saja kamu nggak menyelamatkan Najelina. Mama sangat berterima kasih sekali sama kamu.
TIRTA
Kami semua sangat berterima kasih sama kamu Anggara. Kamu sudah menyelamatkan hidup Najelina dan membuat hari-hari Najelina bahagia.
ANGGARA
Semua itu karena saya sangat mencintai Najelina Pa. Saya ingin selalu menjaga Najelina dang membuatnya bahagia.
Semua keluarga tersenyum mendengar ketulusan hati Anggara.
Fariz kemudian berjalan ke tengah ranjang Ang dan Najelina. Fariz meraih tangan Ang dan tangan Najelina lalu di satukan telapak tangan mereka.
FARIZ
Suka, duka, kalian harus selalu bersama. (Seraya menepuk genggaman tangan Ang dan Najelina)
Ang dan Najelina mengangguk senang.
Anrez pun terharu menyaksikan momen itu. Ia menggandeng bahu Rian lalu menepuknya. Dan Rian langsuung bersandar di bahu Anrez seraya mengusap air matanya.
ANREZ
Apaan sih. Nyender-nyender segala.
Anrez menjauhkan bahunya dari kepala Rian.
RIAN
Pinjem bentar napa. Pelit amat punya bahu.