Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Cut to :
SCENE 117 : EXT. DEPAN PENCUCIAN MOBIL — PAGI
CAST : ANGGARA DAN PELANGGAN
Beberapa menit kemudian, Ang kembali ke tempat kerjanya. Ratusan brosur sudah ia habiskan untuk diberikan kepada semua pemilik mobil mewah yang rata-rata pemiliknya adalah seorang bos.
Saat Ang baru saja masuk ke dalam tempat pencucian mobil, tiba-tiba mobil sport berhenti di belakangnya.
Pria pemilik mobil yang memakai jas rapi kemudian turun dan memanggil Ang.
PELANGGAN
Mas Anggara ya?
Ang mendekat.
ANGGARA
Iya, Pak. Saya Anggara.
PELANGGAN
Saya tadi dapet brosur dari Mas Anggara. Dan ternyata pas banget, mobil saya kelihatan kotor. Tolong bikin mobil saya kinclong lagi ya.
ANGGARA
Siap, Pak. Dijamin kinclong seperti baru beli, hehehe.
PELANGGAN
Oke, ini kuncinya. (Seraya memberikan kunci mobil kepada Ang)
ANGGARA
Oke, Pak. Bapak bisa tunggu di situ ya. Bisa pesan kopi, baca koran ataupun nonton film.
Pria itu mengangguk-angguk lalu berjalan menuju tempat tunggu.
Ang kemudian masuk ke dalam mobil dan mengendarainya menuju tempat pencucian mobil.
Cut to :
SCENE 118 : INT. PENCUCIAN MOBIL — PAGI
CAST :ANGGARA
Ang mencuci mobil dengan telaten sampai ke tempat tersempit pun. Ia berusaha agar mobil tersebut benar-benar kinclong.
Cut to :
SCENE 119 : INT. PENCUCIAN MOBIL — PAGI
CAST : ANGGARA DAN PELANGGAN
Beberapa menit kemudian, Ang sudah menyelesaikan mobil itu dan hasilnya benar-benar bersih. Pemilik mobil itu pun berjalan menuju kasir dan membayarnya.
Cut to :
SCENE 120 : EXT. DEPAN PENCUCIAN MOBIL — SIANG
CAST ; ANGGARA DAN PELANGGAN
Ang kemudian mengarahkan mobil pelanggan keluar. Selesai pembayaran, pemilik mobil itu pun menghampiri Ang.
ANGGARA
Pak, ini kuncinya. Terima kasih sudah datang ke pencucian mobil kami. (Seraya memberikan kunci kepada pemiliknya)
PELANGGAN
Iya. Saya suka loh sama kerja kamu. Benar-benar telaten dan hasilnya bagus banget seperti baru beli saja, hehehe.
ANGGARA
Hehe, terima kasih, Pak.
Pria itu berdiri memperhatikan mobilnya. Dan Ang fokus ke saku celana pria itu. Ang berharap tangan pria itu merogoh sakunya lalu membuka dompet. Ang berharap pria itu memberikan uang tip.
PELANGGAN
Saya pulang dulu ya, Anggara. Kapan-kapan saya mampir lagi.
Pria itu lalu membuka pintu mobil.
Ang menghela nafas kecewa.
ANGGARA
Iya, Pak. Hati-hati!
Ang lalu berbalik badan.
Pelanggan itu kemudian menghampiri Ang.
PELANGGAN
Anggara! Bentar-bentar. Saya lupa.
ANGGARA
Ada apa, Pak?
Pria itu memberikan uang dua ratus ribu rupiah kepada Ang.
PELANGGAN
Ini saya kasih uang bonus buat kamu karena saya suka sama kerja kamu. Terima ya...
ANGGARA
Nggak, Pak, nggak. Bapak kan sudah bayar di kasir.
PELANGGAN
Nggak apa-apa. Ini rezeki. Jangan ditolak ya.
Ang kemudian menerima uang itu.
ANGGARA
Terima kasih ya, Pak. Semoga rezekinya makin lancar.
PELANGGAN
Iya, amin. Saya pulang.
Ang mengangguk-angguk. Lalu pria itu kembali masuk ke dalam mobil dan melaju ke jalanan.
Ang berbalik badan.
ANGGARA
YES!
Cut to :
SCENE 121 : INT. PENCUCIAN MOBIL — SIANG
CAST : ANGGARA
MONTAGE : Ang mencucikan beberapa mobil mewah dengan gerak cepat.
Cut to :
SCENE 122 : INT. KANTOR TIRTA — SORE
CAST : TIRTA DAN BAMBANG
Sore harinya, di dalam ruangan Tirta, terlihat Tirta sedang berbincang-bincang dengan Pak Bambang, dosen Ang. Pak Bambang datang ke kantor Tirta untuk membicarakan masalah bisnis. Pak Bambang ikut serta dalam pemberian modal di pabrik Fariz.
Pak Bambang duduk di depan Tirta.
BAMBANG
Hehe, hebat banget, Pak. Bener-bener hebat banget Fariz dalam mengelola pabriknya. Saya salut sekali sama kerja kerasnya. Dalam satu tahun saya berbisnis dengan dia, wuih, saya dapat keuntungan banyak, Pak.
TIRTA
Terima kasih, Pak. Memang anak lelaki saya itu cerdas sekali. Saya tidak menyesal pernah menyekolahkan dia ke Perancis. Dia sangat konsisten dan semangat dalam berbisnis. Tidak ada kata menyerah bagi dia. Benar-benar bisa diandalkan dalam keluarga, Pak.
BAMBANG
Saya sangat setuju, Pak. Kariernya bagus, tampangnya juga ganteng, bisnisnya dimana-mana. Tapi masalahnya kenapa dia belum juga menikah, Pak?
TIRTA
Belum waktunya katanya. Soalnya pacarnya masih kuliah di Amerika. Satu tahun lagi lulus katanya. Kemarin waktu ulang tahun Fariz juga sudah dikenalin ke saya. Dan besoknya berangkat ke Amerika lagi. Saya mah terserah dia saja Pak, mau nikah kapan. Kalau mereka berdua sudah siap saja.
BAMBANG
Oh, gitu ya, Pak. Berarti bakal keduluan adiknya dong, Pak?
TIRTA
Hehe iya, Pak. Kalau ada yang suka sama Najelina dan cocok, mau gimana lagi? Ya harus dinikahin. Iya kan, Pak? Biar ada yang jagain Najelina, nggak melulu Kakaknya yang jagain.
BAMBANG
Iya, bener bener. Anggara kan Pak, calon suami Najelina? Teman kampusnya sendiri.
Tirta pun kaget. Ia menatap serius Pak Bambang.
TIRTA
Anggara? Kata siapa Najelina nikah sama Anggara, Pak?
BAMBANG
Lah bukannya Anggara pacarnya Najelina, Pak? Semua anak di kampus juga tau kalau mereka pacaran. Memangnya Najelina besok nikahnya bukan sama Anggara, Pak?
TIRTA
Pak Bambang belum terima undangan pernikahan Najelina?
BAMBANG
Udah terima, Pak. Tapi yang nerima istri saya. Dia cuma bilang, Najelina putrinya Pak Tirta nikah tanggal 5. Istri saya nggak sebut nikahnya sama siapa. Saya fikir Najelina nikah sama Anggara, Pak.
TIRTA
Nggak, Pak. Mereka sudah putus lama. Dan besok Najelina menikah dengan Afan, temannya Fariz.
Tirta tampak sebal.
BAMBANG
Sudah putus? Tapi kemarin Najelina masih berhubungan sama Anggara.
TIRTA
Berhubungan gimana, Pak?
BAMBANG
Ya pacaran itu loh, Pak. Berdua kemana-mana. Bahkan, Najelina kemarin juga datang ke ruangan saya, untuk melunasi biaya kuliah Anggara sampai lulus.
TIRTA
Najelina membiayai kuliah Anggara sampai lulus?
BAMBANG
Iya, Pak. Saya dikasih uang cash 3 juta. Terus tadi pagi saya ditransfer uang sebanyak 7 juta untuk biaya kuliah Anggara. Saya fikir itu suruhan dari Pak Tirta karena Anggara calon suami Najelina.
Tirta kaget.
Kring
Ponsel Pak Bambang berbunyi dan Pak Bambang mengangkatnya.
BAMBANG
Iya, Ma. Bentar lagi Papa pulang.
Pak Bambang melihat jam tangannya.
BAMBANG
Saya pulang dulu ya, Pak. Istri saya nyariin. Mau ada urusan penting. Soalnya minggu depan ada acara tujuh bulanan anak ketiga saya. Saya pamit ya, Pak. Kapan-kapan kita ketemu lagi. (Seraya berjabat tangan dengan rekan bisnisnya itu)
TIRTA
Iya, Pak. Terima kasih sudah mampir ke kantor saya.
BAMBANG
Iya, Pak. Permisi.
Pak Bambang kemudian keluar dari dalam ruangan itu lalu menutup pintunya.
TIRTA
Bener-bener anak nggak tau diri. Nggak punya masa depan. Bisanya nyusahin anak saya. Ini nggak bisa dibiarkan. (Lirih)
Lalu Tirta meraih telepon yang berada di atas meja. Ia akan menelpon Dharma, adiknya sekaligus rektor Universitas Dharmawangsa.
TIRTA
Hallo, Dharma.
VO DHARMA
Iya, hallo. Ada apa, Mas?
TIRTA
Saya minta, keluarkan mahasiswa bernama Anggara dari Universitas Dharmawangsa.
VO DHARMA
Anggara? Kenapa dikeluarin, Mas?
TIRTA
Dia sudah berani memanfaatkan Najelina. Dia menyuruh Najelina untuk membayar semua biaya kuliahnya.
VO DHARMA
Wah, jangan dibiarin model-model kayak gitu, Mas. Bisa merugikan Najelina. Oke saya akan keluarkan dia dari kampus saya.
Tirta kemudian menutup teleponnya dan berkata dalam hatinya.
VO TIRTA
Rasakan kamu Anggara. Itu akibatnya kalau kamu berani mencintai Najelina. Lelaki nggak punya masa depan seperti kamu nggak pantes buat Najelina. Saya sudah menduga dari awal. Niat kamu deketin Najelina hanya untuk manfaatin harta Najelina saja. Dan feeling saya, benar.