Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
108. INT. KAMAR POJOK GUDANG - MORNING
Cahaya pagi masuk melalui jendela kecil berteralis persis di bawah langit-langit.
Vira meringkuk di atas ranjang, wajahnya terbenam di antara lutut yang terangkat.
Terdengar gesekan langkah kaki dari luar. Juga sesuatu yang terbuat dari stainless.
Vira angkat wajah. Kelopak matanya menghitam. Dari bawah pintu, ada nampan berisi sepiring nasi dan semangkuk air yang sedang berusaha didorong ke dalam.
Vira buru-buru turun dari ranjang. Ia mengintip dari lubang kunci. Sesil yang ada di luar sana.
VIRA
Sesil!
Ia terdiam sejenak. Berusaha mengolah kata.
VIRA (CONT'D)
Gue ngerti, lo bisa ngelakuin ini ke gue karena kita sama sekali nggak dekat. Bahkan gue rasa, lo benci banget sama gue. Entah apa alasannya.
(beat)
Tapi kenapa bisa-bisanya sih lo kerjasama... Om Yuda, buat nyekap Kila...?
Vira menelan liur dengan berat setelah mengatakan itu.
SESIL
Gue emang sayang sama Kila.
(beat)
Tapi kasih sayang dari Bapak, lebih berarti dari itu.
Vira terhenyak. Pupil matanya mengecil.
SESIL (CONT'D)
Lo nggak akan pernah bisa ngerti apa yang gue rasain.
Terdengar lagi langkah sepatu Sesil.
Vira mengintip. Punggung Sesil sudah menjauh.
FADE TO
109. INT. JALAN DESA - DUSK
ESTABLISHING SHOT
Mobil pick-up Yuda bergerak dari kejauhan. Kemudian tersorot rodanya yang berputar melintasi jalan berkerikil.
Di dalam mobil, sambil menyetir, Yuda bersenandung mengikuti alunan musik dari radio.
Belasan meter di depan, ada seseorang beserta sedan silver mengilat berhenti di tepi jalan. Yuda menajamkan mata. Ia hentikan mobil sebelum melewati sedan itu.
Ia keluar dari mobil. Perlahan ia dekati Tion yang sibuk dengan gawai dan buku catatan.
YUDA
Ada Bos Tion di sini?
Tion menengok. Sedikit terkejut.
TION
Yuda...?
Ia ubah posisi tubuh dari yang semula bersandar pada sedan, kini berhadapan dengan Yuda. Ia julurkan tangan dan Yuda membalas jabatan itu.
TION (CONT'D)
Gimana kabar kamu?
Yuda rentangkan lengan.
YUDA
Kayak yang kamu lihat sekarang. Meski sehat, tapi nasib nggak semujur kamu.
Tion terkekeh.
TION
Yah, ini hasil jerih-payah saya selama belasan tahun.
Yuda memperhatikan penampilan Tion yang necis dari atas ke bawah.
YUDA
Omong-omong, di sini ada keperluan apa?
Tion mengusap pelan tengkuknya.
TION
Ng... urusan kantor.
(beat)
Saya diminta survey wilayah sini.
Yuda mengangguk-angguk. Kemudian ia keluarkan sekotak kretek beserta korek api dari saku celana. Ia ambil satu batang kretek, lalu ia tawarkan yang lain pada Tion.
Tion menolak halus. Akhirnya Yuda simpan lagi ke saku setelah menyalakan batang kretek yang sudah terapit di bibirnya.
YUDA
Saya dengar setelah sukses, kamu nikah lagi, ya?
Tion terdiam sejenak.
TION
Ya... begitulah.
(beat)
Tapi dia meninggal nggak lama setelah kami nikah.
Yuda mendengus.
YUDA
Karma.
Tion menoleh cepat dengan mimik tak senang.
TION
Apa?
YUDA
Iya, karma. Dulu kan kamu yang ninggalin Lidya. Eh, sekarang, malah kamu yang ditinggalin istri.
Tion mengeraskan rahang. Ia berbalik dan membuka pintu mobil.
YUDA (CONT'D)
Bahkan kamu nggak peduli sekalipun dia mati.
Tion terdiam. Ia tutup pintu mobil, menghadap Yuda lagi. Sementara Yuda menyandarkan punggung di sedan Tion. Menatap ke langit, mengepulkan asap banyak-banyak.
YUDA (CONT'D)
Lidya meninggal karena penyakit yang dideritanya semakin parah, setelah kamu ninggalin dia.
(beat)
Sayang sekali dia mati dalam kesia-siaan. Padahal saya sudah ancam buat simpan rahasia supaya saya nggak mengusik karir kamu yang masih seumur jagung. Karena nekat, jadi dia yang disalahkan secara sepihak.
Ia menengok disertai tatapan merendahkan.
YUDA (CONT'D)
Oleh laki-laki kasar yang tak mencintainya seperti kamu.
Segera Tion menarik kerah jaket Yuda, menekankan tubuh Yuda ke mobilnya.
Mata menyalang. Rahang mengeras.
TION
(tersekat)
Jawab secara singkat...
(beat)
APA YANG UDAH LO LAKUIN KE LIDYA?!
Yuda memberi senyum ejekan sebelum menjawab.
YUDA
Gue perkosa dia.
TION
B*JING*N!
Satu tinju yang begitu kuat mengenai wajah Yuda hingga ia terjatuh.
110. INT. KAMAR POJOK GUDANG - EVENING
Vira berjinjit di atas ranjang, berusaha membuka sekrup jendela dengan pisau. Ia tumpukan tenaga di kedua tangan, tapi kemudian pisau itu mental, jatuh ke ranjang.
Vira pegangi dadanya. Kesakitan. Ia pun turut mendudukkan diri. Cepat-cepat ia ambil obat dari dalam tas. Menelannya, mendorongnya dengan air botol berukuran satu liter yang tersisa setengah.
Vira menatap pisau yang tergeletak. Lalu menatap kabinet di samping ranjang. Ia ambil pisau itu, merangkak turun, mendekati kabinet. Ia coba tarik gagang pintu kabinet. Tidak terbuka. Lantas ia gunakan pisau untuk mendorong keluar dari sela-sela pintunya dan berhasil.
Ada selembar surat yang tergeletak di sana. Vira mengambil surat itu. Pada judul bagian atas tertulis, "Hasil Identifikasi DNA." Di bawahnya terdapat nama "Tion Prananto" sebagai terduga ayah dan "Syavira Rufatullaila" sebagai anak.
Vira menajamkan penghilatannya. Ia baca cepat ke bawah, lalu tertuju pada tulisan, "... probabilitas Syavira Rufatullaila sebagai anak biologis dari Tion Prananto adalah 99,99%."
Vira terhenyak. Kemudian jatuh terduduk. Pandangannya kosong.
111. JALAN DESA - EVENING
Langit mendung. Gemuruh mengiringi kilat yang menghiasi langit kelam itu. Hujan pun turun perlahan. Lalu deras, dan makin deras.
Di bawah sana, Tion menindihi tubuh Yuda, memukuli wajahnya habis-habisan.
Tinju terakhir Tion mengenai jalan yang berkerikil. Napasnya menderu.
TION
Gara-gara itu... gara-gara itu saya benci Lidya bertahun-tahun...
Wajah Yuda sudah babak-belur. Kelopak mata dan ujung bibir membengkak. Tapi dia tetap tersenyum mengejek.
YUDA
Biar cuma orang pinggiran, saya lebih cerdas dari kamu, lho. Saya bisa sabotase rumah sakit tempat kamu ngajuin tes DNA dan bikin surat pernyataan palsu.
Tion yang geram menarik baju Yuda, mendekatkan wajah Yuda padanya. Lalu ia pukul lagi wajah Yuda dengan tinju paling keras, sampai Yuda tergeletak tak sadarkan diri.
112. INT. KAMAR POJOK GUDANG - NIGHT
Vira terdiam merengkuh lututnya. Punggung bersandar pada sisi ranjang. Dari luar kamar terdengar suara kursi yang digeret. Juga suara benda jatuh seperti terbuat dari stainless. Sementara di luar jendela, gemuruh bersahutan disertai suara hujan yang deras.
Vira meraba-raba ranjang. Ia dapatkan gawai. Pada layarnya tertera pukul 07:40 AM.
Vira raih pisau dan mulai membuka lagi sekrup jendela. Benar-benar ia kerahkan seluruh tenaga. Lalu bagian bawah terali perlahan terbuka. Otot-otot lengannya terlihat sempurna ketika mencopot terali itu dari kusen.
Buru-buru Vira masukkan obat, botol minum, gawai, juga surat hasil tes DNA ke dalam ransel. Ia lempar ransel itu keluar jendela.
Sekuat tenaga Vira naikkan tubuhnya ke jendela. Percobaan pertama gagal. Sampai kedua kali ia hampir menyerah. Tapi kemudian ia mencoba lagi, sampai tulang lengan berkeretak, hingga akhirnya ia bisa naik dan menjatuhkan dirinya ke luar.
113. EXT. HALAMAN GUDANG - MOMENTS LATER
Lengan serta pergelangan kaki Vira terkilir. Pekikannya tertahan di tenggorokan. Ia raih tas, ia dekap sambil berusaha bangkit. Tertatih ia berlari dengan tubuh yang agak ditundukkan demi melindungi tas dalam dekapan.
Namun tiba-tiba batu besar dilemparkan ke punggungnya. Vira memekik dan terjatuh. Ia mengerang, memegangi punggung sambil kesakitan.
Sesil muncul beberapa meter di belakang. Suaranya cukup mengalahkan deras hujan.
SESIL
Gue nggak akan ngebiarin lo pergi!
(beat)
Gue mau lo mati di sini!
Di tengah rasa sakitnya, Vira mencoba berteriak.
VIRA
Kenapa sih lo benci banget sama gue, Sil!
(beat)
Coba lo bilang, apa kesalahan gue yang bikin lo begini!
Sesil maju perlahan. Di tangannya tergenggam pisau.
Vira mencoba bangkit, tapi ia tak bisa. Ingin ia merangkak dengan sikut pun tetap tak bisa. Lengannya sangat lemah ditambah pergelangan kakinya tersangkut sesuatu. Ia merintih sakit. Tersedu takut.
SESIL
Kesalahan terbesar lo adalah merebut kebahagian gue.
(beat)
Kalau lo mati, perhatian dan kasih sayang Bapak pasti akan sepenuhnya teralihkan ke gue.
Sesil menunduk. Mempercepat langkah. Berlari, lantas menghunuskan pisau tepat di dada.
Kemudian ia tersentak. Matanya melebar. Begitu pula dengan Vira. Ada darah yang muncrat ke wajahnya, bersamaan dengan munculnya sinar petir di wajah Vira . Darah dari mulut Kila.
KILA
(terbata)
Gue... sayang banget sama lo....
(beat)
Vira...
Susah-payah Kila tersenyum. Lantas ia ambruk menindihi Vira.
Pupil Vira bergetar.
Sesil berteriak kalap. Segera ia cabut pisau dari dada Kila, dilemparkannya ke tanah.
Sayup-sayup terdengar sirine polisi di kejauhan.
Sesil panik.
SESIL
Lo harus mati! Lo harus mati, Vira! Gue nggak peduli sekalipun dipenjara, hati gue bakal tenang kalau lo mati!
Ia tarik tubuh Vira yang berusaha memberontak namun tak berdaya. Tertatih ia seret Vira mendekati bibir danau.
Vira gigit tangan Sesil. Sesil berteriak kesakitan tapi kemudian ia memukul kepala Vira keras-keras.
Sesil jatuh terduduk, tapi ia masih menyeret-nyeret tubuh Vira, lalu mendorongnya dengan kaki agar Vira jatuh ke danau.
Vira cengkeram kaki Sesil. Tapi ia terpeleset, terperosok. Ia hampir jatuh, beruntung tangan seseorang meraih lengannya. Vira yang meringis takut hendak menengadah untuk melihat sosok itu, tapi genggaman tangan terlepas.
Vira tercebur ke danau. Ia bergerak-gerak panik. Tak berapa lama kemudian gerakannya terhenti. Ia tenggelam semakin dalam ke dasar danau.
Seseorang menceburkan dirinya. Seseorang itu adalah Dafa. Ia raih lengan Vira, memeluknya, membawanya naik ke permukaan.
DISSOLVE TO
114. EXT. JALAN DESA - NIGHT
Kaki Vira terlihat berlari, melintasi jalan yang tergenangi air.
Kamera bergerak menyoroti punggung Lidya.
Lalu kembali pada kaki-kaki Vira, menyorot naik hingga ke wajahnya yang nampak gelisah.
Vira terjatuh. Tengkurap mengenai aspal. Ia merintih sakit sambil berusaha bangkit. Masih menarik tubuhnya untuk duduk, Vira curi pandang ke depan. Lidya sudah menghilang.
VIRA
Bundaaa...!!
Vira memekik. Duduk bersimpuh seraya tersedu.
Lalu sentuhan lembut di puncak kepala membuatnya tengadahkan wajah.
LIDYA
Jangan nangis lagi ya, Sayang.
(beat)
Bunda nggak mau lihat Vira sedih lagi.
Lidya mengelap air mata di pipi Vira. Juga menarik pelan ujung bibir Vira dengan telunjuk, membentuk senyum. Lidya pun turut tersenyum hangat.
Vira terkesima melihat itu. Air matanya tergenang lagi di pelupuk. Kemudian, ia bersimpuh memeluk perut Lidya.
Lidya membelai Vira dalam pangkuannya.
DISSOLVE OUT
115. EXT. KOMPLEKS PEMAKAMAN UMUM - MORNING
Terdengar kicauan burung mengiringi sinar matahari yang mulai menerangi makam. Masih ada pula sisa-sisa embun bertengger di dedaunan serta rerumputan.
Sayup-sayup tangis lelaki mengawali hari ini. Ia terlihat di antara lebatnya rerumputan di samping sebuah makam.
Posisi Tion berdiri. Sebelah tangan menutupi wajah yang tak bisa berhenti terisak.
Pertahanan Tion runtuh. Ia bersimpuh di samping makam "Lidya Nurmalasari". Ia memukul-mukulkan kepalan tangan ke pusara. Lalu menengadahkan wajah, berteriak sekencang-kencangnya.
116. INT. KAMAR RAWAT INAP - DAY
Vira buka perlahan kelopak matanya. Ia lirik infus yang tertancap di punggung tangan, juga perban yang meliliti sekujur lengan.
Pelan-pelan ia bangkit. Ia cabuti infus itu, lantas berjalan keluar.
117. INT. LORONG RUMAH SAKIT - MOMENTS LATER
Vira berjalan tertarih-tatih. Ada Dafa yang terduduk di ruang tunggu, sedang memainkan gawai.
Vira memandangi ruang ICU di hadapan Dafa.
VIRA
(parau)
Kila di sini?
Dafa mendongak. Segera ia berdiri membantu Vira mendekati ruang ICU.
Dari jendela pintu, Vira melihat Kila yang terkapar lemah. Mulut tertutupi ventilator, lengan ditancapi selang infus.
Cairan kental keluar dari satu lubang hidung Vira. Ia mengelap, lalu terhuyung. Dafa sigap memegangi tubuhnya, menuntunnya ke kursi.
Beberapa saat setelah duduk, sebuah sapu tangan tersodor ke hadapan Vira. Ia menengadah dan mendapati wajah Tion. Ragu-ragu ia ambil sapu tangan itu. Lantas digunakannya untuk mengelap darah dari hidung.
TION
Dokter bilang, kamu butuh operasi, supaya penyakitmu nggak makin parah.
(beat)
Saya... juga sempat minta dokter forensik untuk tes DNA. Supaya makin akurat. Makin jelas.
Vira berdiri perlahan. Ia tatap Tion yang juga menatap intens padanya. Ia perlihatkan mimik penuh tanda tanya.
Lalu, tetiba Tion memeluk erat.
TION
(parau)
Maafin ayah...
Mata Vira berkaca-kaca. Ia berkedip beberapa kali agar air mata tidak jatuh, namun ternyata tak kuasa menahan isak tangis.
Vira balik merangkul Tion. Di belakang mereka, Dafa tersenyum penuh kelegaan.
118. EXT. KOMPLEKS PEMAKAMAN UMUM - MORNING
MONTAGES
Seberkas sinar menyoroti pusara yang nampak baru dikunjungi: basah dan tertaburi kelopak bebungaan. Rumput terpangkas rapi di sekitarnya. Tulisan tercetak jelas pada nisan, "Lidya Nurmalasari," lalu berganti dengan nisan lain, di tempat lain, "Arin Ardilla."
119. EXT. BUKIT BELAKANG RUMAH VIRA - MORNING
ESTABLISHING SHOT
Pemandangan bukit dari ketinggian. Vira berlarian mengejar Kila. Dafa menyusul di belakang.
(Melatarbelakangi munculnya ROLLING TITLE).
TAMAT