Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Kubayar Pelangi dengan Hujanmu (Skrip)
Suka
Favorit
Bagikan
9. Usaha Menebus Dosa

SEKUENS 05

60. EXT. KORIDOR SEKOLAH - MORNING

Kila mengetuk-ngetukkan jemari pada kisi-kisi luar jendela kelas Vira. Ia perhatikan seisi kelas. Tetap tak ada Vira di sana. Ia berdecak, lantas menjauhkan diri dari jendela.

Ekor matanya kemudian menangkap sosok Vira. Jadi ia tolehkan wajah sepenuhnya ke sisi kanan. Ia hampiri Vira yang berdiri mematung di sana dengan ransel di punggung.

KILA

(agak kesal)

Lagi-lagi lo hutang penjelasan sama gue.

Tepat saat itu bel tanda masuk berdering.

VIRA

Iya. Nanti gue bakal jelasin.

CUT TO:

61. INT. KANTIN SEKOLAH - DAY

Kila menatap cairan saus yang jatuh dari bibir botol ke mangkuk baksonya.

KILA

Semalam gue sempat bangun sebentar. Terus ngedenger lo sama Papa ribut-ribut di lantai bawah. Tapi cuma samar. Nggak jelas.

Ada bunyi 'duk' yang jelas ketika Kila menaruh botol saus di atas meja.

KILA (CONT'D)

Pagi-paginya, tau-tau lo udah nggak ada di kamar. Barang-barang di meja lo juga. Mungkin pakaian juga udah lo angkut semua.

Ia masukkan satu bola bakso ke dalam mulut, menggigitnya dengan kesal.

VIRA

(berkata dengan hati-hati)

Gue udah izin, kan, sama lo...

Kila melepaskan gagang sendok dan garpunya sehingga berbunyi 'tring' saat bersentuhan dengan permukaan mangkuk. Ia atur napas demi meredam emosi.

KILA

Lo emang udah izin sama gue. Tapi lo ikut gue pulang dan ada di sana sampai malam.

(beat)

Lo pergi di saat gue terlelap, sama aja kayak lo kabur, menghindar dari gue. Tapi yang terpenting bukan itu.

Kila menyendok lagi baksonya. Tak berminat melanjutkan kalimat.

VIRA

Gue... perginya pagi-pagi kok, Kil.

(beat)

Papa sempet nganter juga.

KILA

Bohong.

Kila menatap lurus ke sisi lain meski Vira berada di hadapannya. Ia melihat Sesil yang sedang kebingungan mencari tempat duduk.

KILA

Sesil!

Sesil menoleh. Kila melambai-lambaikan tangan padanya.

KILA (CONT'D)

Duduk di sini aja!

Sambil membawa nampan berisi semangkuk soto, Sesil perlahan melangkah menuju meja di mana Vira dan Kila berada.

SESIL

Gue... boleh ikut gabung?

(beat)

Takutnya ngeganggu kalian.

KILA

Santai aja, Sil. Lo kan temen kita juga. Apalagi udah kenal dari SMP.

Sesil hampir saja menjatuhkan bokong untuk duduk, tapi tidak jadi setelah menengok ke sebelahnya. Ia letakkan dulu nampan di atas meja, menggesernya ke depan. Lalu ia memutari meja untuk duduk di sebelah Kila. Vira memperhatikan gerak-gerik itu.

KILA (CONT'D)

Mulai sekarang lo sering-sering aja gabung sama kita. Jangan sungkan.

Sesil mengangguk. Ia melirik wajah Kila yang masih terlihat agak sedih. Ia buka salah satu gelang dari tangan kiri, lalu memasangkannya ke pergelangan kanan Kila.

KILA (CONT'D)

Lho, ini yang suka lo pake dari dulu, kan? Yang bikinan ibu lo itu?

SESIL

Iya. Gue punya dua. Nggak apa-apa satunya lagi buat lo aja.

Kila memperhatikan detail gelang itu.

KILA

Bagus banget, Sil!

Ia beralih melirik Vira.

KILA (CONT'D)

Ng... kira-kira, ada lagi, nggak? Buat Vira.

SESIL

Sorry. Gue cuma punya dua.

Sesil mengangkat tangannya yang memakai gelang.

VIRA

Gue nggak apa-apa kok. Itu... benda berharga buat Sesil.

Selanjutnya mereka menyantap makanan masing-masing dengan khidmat. Sesekali Sesil mengajak Kila bicara. Vira memperhatikan mereka. Kila nampak lebih pendiam dari biasanya.

62. INT. RUMAH SESIL - RUANG TENGAH - AFTERNOON

Duduk bersandar di kursi, Sesil mainkan tali gelangnya yang menjuntai. Di pangkuannya ada album foto yang ia biarkan terbuka, memperlihatkan fotonya saat masih bayi, foto ibu yang menggendongnya, juga foto keluarga bersama dengan Yuda di sisi ibu. Senyum Yuda sedikit terkulum.

Tetiba pintu rumah didobrak dari luar. Yuda terhuyung lalu jatuh.

SESIL

Bapak!

Wajah dan tubuh Yuda luka-luka. Ada bercak darah di punggung yang merembesi kaosnya. Sesil dengan sigap memapah, mendudukkannya di kursi.

Sesil ke dalam sebentar, lalu kembali dengan kotak obat.

SESIL

Kenapa sih, Bapak kekeuh kerja di situ?

(beat)

Apa nggak bosen jadi bulan-bulanan preman terus?

Sesil bersihkan luka Yuda dengan kapas.

SESIL (CONT'D)

Apa gara-gara Vi--

YUDA

Bapak udah nyaman di situ.

(beat)

Lagipula cari kerjaan itu susah. Nggak bisa sembarangan keluar-keluar.

Dengan mimik masam, Sesil lilitkan perban di betis Yuda.

63. EXT. BUKIT BELAKANG RUMAH VIRA - AFTERNOON (THE NEXT DAY)

Rerumputan bergemirisik diterpa angin. Di atasnya, langit sudah mulai menjingga.

Vira menatap jauh dari atas bukit. Selagi menikmati semilir angin, ia berbincang dengan Kila di telepon.

KILA (OS)

Sumpah deh, gue kaget banget pas tau-tau ditelepon sama panitia Scrabble di Universitas Pandawa. Padahal kan gue nggak daftar di sana sama sekali. Tau infonya aja nggak.

Vira tersenyum senang.

VIRA

Terus... gimana? Lo seneng banget, apa biasa aja?

Ada helaan napas dari Kila di telepon.

PARALLEL CUT TO:

64. INT. RUMAH TION - KAMAR KILA - AFTERNOON

KILA

Seneng sih seneng, Vir. Tapi kebahagiaan gue kan bukan cuma tentang Scrabble.

(beat)

Gue bisa ngobrol kayak gini sama lo, santai, nggak ada yang disembunyiin aja bikin hati gue adeemm banget.

BACK TO:

65. EXT. BUKIT BELAKANG RUMAH VIRA - AFTERNOON

Vira menatap sekumpulan awan yang menutupi matahari.

VIRA

Gue juga, Kil. Semoga kita bisa terus kayak gini.

KILA (OS)

Anyway, makasih banyak ya udah perjuangin gue buat ikut kompetisi meski di tempat lain sih. Lo emang sahabat ter-dabest deh pokoknya!

VIRA

Sama-sama.

Mereka saling menutup telepon beberapa detik kemudian. Vira memeluk kedua lututnya. Memejamkan mata. Namun tetiba dadanya terasa sakit. Ia terus memegangi bagian yang sakit itu untuk beberapa saat.

66. E/I. WARUNG BU RATNA - AFTERNOON

Para pembeli silih berganti memadati warung. Ratna bergerak dengan cekatan, namun tetap nampak kerepotan. Vira datang ke sana dan melihat Ratna yang tak henti-hentinya melayani pembeli sambil mengoceh.

RATNA

Lho, Vir? Tumben kadieu. Hoyong meser naon[2], Neng?

Vira menggeleng.

VIRA

Aku mau bantuin Ibu.

(beat)

Sekalian cari tambahan uang jajan.

Ratna yang fokus membungkus barang-barang belanjaan, sesekali melirik Vira.

RATNA

Lho, ngapain cari uang tambahan di sini. Kamu kan sekarang udah jadi anak orang kaya Neng... Neng.

VIRA

Mmm... aku udah mutusin buat hidup mandiri aja, Bu.

Ratna menatap ke Vira sepenuhnya.

RATNA

Lho, maksudnya kamu udah tinggal lagi di rumah lama kamu itu?

Vira mengangguk. Seorang ibu di sebelahnya nampak protes.

PEMBELI 1

Bu, jangan ngobrol terus, dong. Aku buru-buru nih. Mau siap-siap sebelum suami pulang.

RATNA

(terkekeh)

Uhun, Bu, hapunteun nuju resep yeuh.[3]

Vira segera ambil posisi ke dalam warung.

VIRA

Itu kode, Bu. Tandanya aku emang harus bantuin Ibu.

RATNA

Nya tos[4]. Tapi ibu cuma bisa ngasih kamu uang jajan, lho. Nggak bisa lebih. Mung[5] warung kecil-kecilan kieu[6].

Vira menegakkan tubuh, membusungkan dada.

VIRA

Nggak masalah. Nanti kalo ada waktu, Vira juga bakal cari-cari kerjaan yang penghasilannya bisa penuhin kebutuhan sehari-hari.

Ratna mengacungkan jempol ke wajah Vira. Tersenyum bangga.

67. EXT. KORIDOR SEKOLAH - DAY

Vira bersandar pada tiang pembatas koridor. Ia fokus memperhatikan paragraf keempat pada surat dari Lidya, yang bagian awalnya berbunyi, "Ada seseorang yang mungkin seharusnya kamu ketahui. Ini adalah hutang yang Bunda bawa sampai mati."

Vira tak sadar ada bola yang melambung ke arahnya. Bola itu hampir saja mengenai wajah, jika tidak segera ditangkap oleh Dafa.

DAFA

Hati-hati woy!

Dafa melempar bola itu ke lapangan dan ditangkap oleh pemain yang kemudian meminta maaf dari kejauhan.

DAFA

(ke Vira)

Suratnya...

Vira mengangkat alis, menunggu kelanjutan dari ucapan Dafa.

DAFA (CONT'D)

Nggak kenapa-napa, kan?

Vira memukul bahu Dafa.

VIRA

Biarpun rese, tapi makasih, ya.

Dafa terkekeh geli.

DAFA

Abis, lo serius banget sih sama surat itu. Coba kalo nggak ada gue. Bisa bonyok dah muka lo.

Vira melangkah lalu duduk di kursi panjang. Dafa mengikuti.

DAFA (CONT'D)

Dari siapa, sih?

(beat)

Surat cinta ya?

Vira segera melipat surat itu sebelum Dafa sempat mengintipnya, lalu dimasukkan ke saku kemeja.

VIRA

Dari almarhumah Bunda.

Dafa mengangguk pelan. Ia lirik mimik Vira yang nampak muram.

DAFA

Lo kenapa? Lagi ada masalah?

(beat)

Gue juga bisa, kok, jadi pendengar yang baik. Sekarang giliran lo yang harus percaya sama gue.

Vira menghela napas, meyakinkan Dafa.

VIRA

Gue nggak kenapa-napa Dafa...

Dafa memitas hidung Vira dengan capit telunjuk dan jari tengah.

DAFA

C-u cu, r-a ra, ng. Curang.

VIRA

Ih tangan lo kan kotor!

Vira memukul-mukuli lagi tubuh Dafa. Kali ini dengan lebih keras. Sementara Dafa terbahak-bahak.

Kila datang lalu berdeham.

KILA

Kebetulan ada Vira di sini.

Ia duduk di sebelah Dafa, menggamit lengannya.

VIRA

Widih... mesra amat.

Kila memberikan cengiran.

KILA

Kita sekarang udah jadian lho.

VIRA

Eh? Sejak kapan?

Dafa mengusap tengkuknya. Nampak malu-malu.

DAFA

Tadi pagi akhirnya Kila terima gue... buat jadi pacarnya.

Vira terdiam sejenak.

VIRA

Wah, selamat, ya!

KILA

Semua ini berkat lo, yang udah comblangin kita.

(beat)

Ke kantin, yuk. Gue traktir, Vir.

VIRA

Lo berdua aja. Duluan. Gue masih pengen di sini.

Kila mendengus.

KILA

Ih, kebiasan, lo. Sukanya belakangan.

Kila dan Dafa pun bangkit, meninggalkan Vira. Vira menatap sendu genggaman tangan mereka yang menyatu.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar