Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Kubayar Pelangi dengan Hujanmu (Skrip)
Suka
Favorit
Bagikan
12. Realitas Bagai Delusi

84. EXT. JALAN DESA - AFTERNOON (THE NEXT DAY)

Vira baru pulang sekolah. Ia ambil butir per butir kacang dari bungkus plastik, mengunyahnya tanpa henti selama perjalanan. Kakinya sengaja menendang kerikil kala berpapasan.

Vira lewati semak-semak yang cukup tinggi dan ekor matanya menangkap sesuatu. Ia mundurkan langkah, mengintip. Di balik semak itu ada sebuah pabrik besar. Pada pekarangan pabrik satu buah truk containeer kuning terparkir, ditambah satu mobil pick-up.

Vira fokus pada orang-orang yang beradu urat di sana.

Vira melihat Yuda. Kerah jaket Yuda dicengkeram oleh lelaki berbadan kekar hingga ia sedikit terangkat.

PREMAN 1

Ngeles, ngeles terus! Lu kira dengan semua kebohongan lu itu, bisa lepas dari jeratan kita, HAH?!

Lelaki itu meninju Yuda hingga jatuh tersungkur. Dua orang preman lain menertawakannya. Tubuh Yuda amat kecil jika dibandingkan mereka.

PREMAN 2

Kenapa sih nggak mau nurutin kita buat meres si Tion itu?

Ia mengisap rokok, mengepulkan asapnya, lalu sengaja menjatuhkan abu rokok ke tubuh Yuda. Ia dekatkan wajah dan memberi mimik ejekan.

PREMAN 2 (CONT'D)

Nggak tega? Merasa punya hati nurani?

PREMAN 3

Alah... sok suci. Padahal dulu tega bener curi-curi kenikmatan dari istrinya si Tion. Katanya cinta. Tapi sadis.

Para preman ini terbahak bersama.

PREMAN 2

Kalo lu nggak bisa bayar jasa kita, seenggaknya lu bisa diajak kerjasama b-

Yuda menghantam keras-keras wajah lelaki yang masih berjongkok di dekatnya itu dengan batu besar. Ia juga melempari batu lainnya ke wajah dua lelaki lain dengan cekatan.

Tanpa menunggu mereka balas menyerang, Yuda sambar balok kayu dekat roda mobil pick-up, memukuli para preman dengan membabi-buta.

Vira terperangah. Ia tutup mulut saking terkejutnya. Pupil mata bergerak risau, terlebih saat menatap truk containeer di sana dengan lebih cermat.

Balok kayu berkelontang. Yuda sudah menjatuhkannya. Pun ia jatuhkan ketiga preman yang kini menggelepar, mengaduh sakit, luka menghiasi sekujur tubuh.

Yuda sontak menoleh saat mendengar suara bergemeresak dari semak-semak. Pupilnya mengecil melihat Vira di sana. Ia berlari. Sementara Vira sibuk menenangkan diri. Takut. Bingung.

VIRA

JANGAN!

Vira berteriak histeris saat Yuda sudah berada di hadapannya.

VIRA (CONT'D)

Om jangan dekat-dekat!

Tubuhnya menegang. Kedua tangannya terangkat, terkepal di samping wajah, seolah ingin menyembunyikan diri.

Yuda menelan ludah. Mimik bersalah. Ia julurkan tangan untuk meraih Vira. Ia bergerak maju. Vira mundur cepat. Vira memutar tubuh dan berlari. Berlari, melewati hamparan rumput tak terawat pada kanan-kiri.

Vira memegangi kepalanya. Mengernyit. Ada denyut hebat di situ. Lalu tetiba cairan kental keluar dari hidung. Vira terkejut. Ia berhenti berlari, lantas tubuhnya meluncur jatuh.

85. INT. KAMAR RUMAH SAKIT - DUSK

Vira membuka dan mengerjapkan mata. Ia hendak bangkit tapi kemudian meringis menahan sakit. DOKTER (46) sigap membantu Vira.

DOKTER

Pelan-pelan. Kalo nggak kuat bangun, jangan dipaksa.

Vira mengerjap perlahan pada sang dokter. Dan secara perlahan pula kesadaran terkumpul seutuhnya di mata Vira. Ia telisik sebentar ruangan di mana ia berada kini.

VIRA

Nggak apa-apa, Dok. Tadi itu... cuma sedikit pusing. Mungkin karena baru setengah sadar.

(beat)

Kalo boleh tau, kondisi kesehatan saya gimana, ya?

Dokter berdeham, membetulkan kacamatanya.

DOKTER

Sebelumnya saya sudah kasih penjelasan ke ayah kamu. Supaya lebih enak, mungkin... bisa dengar dari beliau saja, ya.

Kedua alis Vira tertaut.

VIRA

Ayah, saya...?

DOKTER

Tadi beliau izin ke toilet dulu. Mungkin sebentar lagi ke sini.

Ada mimik kesal di wajah Vira yang melirik ke sisi lain.

VIRA

Saya mau dengar dari dokter aja. Supaya nggak ada informasi yang dipotong-potong. Boleh?

86. LORONG RUMAH SAKIT - DUSK

Vira tutup pintu kamar. Ia merenung, menatap gagang pintu. Ia terus menunduk sambil membalikkan tubuh, lantas melangkah gontai. Saat mengangkat wajah, ia tepat berpapasan dengan Yuda yang berjalan ke arahnya.

VIRA

Om nggak usah sok peduli sama saya.

(beat)

Pulang aja, sana. Saya nggak butuh.

Yuda menatap sendu.

YUDA

Kamu harta terakhir dalam hidup saya. Kehilangan kamu, sama dengan kehilangan nyawa. Seberharga itu.

VIRA

Tapi Anda yang sudah menghancurkan hidup ibu saya!

Vira mengeraskan rahang.

VIRA (CONT'D)

(tersekat)

Gara-gara Anda, ibu saya menderita. Ia hidup seperti mayat. Ia sudah kehilangan nyawa sejak bertemu Anda.

Air menggenangi pelupuk mata Yuda.

YUDA

Saya minta maaf.

(beat)

Makanya saya nggak bisa lepasin kamu. Saya mau tanggung jawab. Saya mau perbaiki semuanya.

Yuda gerakkan kakinya cepat mendekati Vira.

VIRA

Cukup!

Vira julurkan lengan, menunjuk Yuda, membuat Yuda berhenti. Giginya bergemeretak.

VIRA (CONT'D)

Cukup, diam, di situ.

(beat)

Saya bakal teriak kalau Anda dekati saya lebih dari ini.

(beat)

Jangan, coba-coba lagi, usik kehidupan saya. Anda adalah orang yang paling saya benci.

Vira berbalik cepat. Berjalan cepat meninggalkan Yuda.

Sebutir air jatuh dari mata Yuda. Ia tundukkan wajah. Bahunya naik-turun perlahan.

87. EXT. BUKIT BELAKANG RUMAH VIRA - DUSK

Sinar jingga memenuhi cakrawala. Dengan ditemani angin yang membelai rambutnya, Vira tatap mentari yang hendak menghilang.

Darah kental keluar dari rongga hidung Vira. Jatuh menetes, mengenai telapak tangan yang sudah siap menadahinya.

Tersorot pemandangan bukit dari belakang tubuh Vira. Kemudian jatuh bersimpuh. Close up kembali ke wajah Vira yang mendongak perlahan, berkedip lemah selagi menatap langit. Ia teringat akan perkataan dokter.

DOKTER (VO)

Koarktasio aorta.

(beat)

Ada penyempitan di aorta, arteri terbesar dalam tubuh kamu yang berfungsi memindahkan darah berisi penuh oksigen dari jantung ke seluruh tubuh.

(beat)

Karena penyempitan ini, jantung kamu terpaksa memompa lebih keras. Ini bisa terjadi karena bawaan orang tua. Bisa juga karena cedera traumatis.

Vira merengkuh lutut. Matanya berkaca-kaca. Darah ia elap sampai kering dengan sapu tangan.

DOKTER (VO)

Kamu masih bisa melakukan pengobatan dari rumah. Tapi kalau sudah sangat parah...

(beat)

Terpaksa harus dioperasi.

Sesuatu menghalangi sinar matahari untuk mengenai Vira.

DAFA (OS)

Di sini bagus juga, ya.

Sontak Vira menoleh, menengadah. Dafa menjulang di sampingnya. Seberkas sinar menerpa wajah Dafa.

Vira alihkan pandangan lagi ke depan. Dafa duduk, kedua lutut terangkat seperti Vira. Pandangannya masih lurus ke depan.

DAFA (CONT'D)

Gue cariin, nggak taunya lo ada di sini.

(beat)

Ternyata masih ada perbukitan sebagus ini, ya. Padahal lokasi desanya nggak begitu jauh dari kota.

(beat)

Pasti lo sering ke sini.

Ia menoleh. Senyumnya sirna begitu menyadari mata Vira yang sembab.

DAFA (CONT'D)

Lo kenapa?

Ia hendak menyentuh wajah Vira, tapi Vira menjauhkan wajahnya. Dafa menarik tangannya kembali. Melipatnya di atas lutut.

DAFA (CONT'D)

(pura-pura merajuk)

Gue udah pernah bilang belom, sih, kalo gue siap jadi pendengar yang baik buat lo.

(beat)

Masa, gue doang yang cerita-cerita. Tentang nyokap-bokap, lagi.

Ia menjeling.

Vira tersenyum lirih. Ia embuskan napas panjang.

VIRA

Gue tuh... kangen sama Kila. Kangen kebersamaan kita.

Dafa menunduk.

DAFA

Kila, ya...

(beat)

Gue jadi males sama dia. Udah coba ngasih penjelasan, tapi dianya nggak peduli. Segitu cemburunya.

Ia jatuhkan dagu di atas lutut.

VIRA

Lo sendiri cinta nggak, sih, sama Kila?

Wajah Dafa terangkat. Mereka saling beradu-tatap. Vira hanya mampu berada di posisi itu tak lebih dari dua detik. Selanjutnya ia alihkan pandangan lagi ke depan. Dafa pun demikian.

DAFA

Gue sayang sama Kila. Banget. Tapi... gue sendiri belum yakin udah sampai ke tahap suka kayak percintaan antar lawan jenis atau belum.

Ia lirik Vira yang terdiam menatap batas horizon. Ia senggol Vira sampai terjatuh ke sisi kiri.

VIRA

Ish, rese banget!

Vira memukul-mukuli Dafa yang terbahak. Ia pun jadi ikut tertawa.

DAFA

Gitu dong, senyum. Jangan mikirin kebahagiaan orang lain terus. Sendirinya malah cemberut.

Ia tarik kedua sudut bibir Vira.

Vira tatap intens wajah Dafa. Kemudian ia menepis tangan itu. Ia tatap kembali langit yang kian menggelap.

DISSOLVE TO

SCENE #88

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar