Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Kubayar Pelangi dengan Hujanmu (Skrip)
Suka
Favorit
Bagikan
13. Gemuruh Amarah

SEKUENS 07

88. EXT. KORIDOR SEKOLAH - DAY

Kila berseragam sekolah rapi. Ransel terpanggul di punggung. Bibirnya bergerak-gerak menyebutkan banyak kata namun tak bersuara. Telunjuknya pun ikut digerakkan namun tetap berada di bawah, di samping rok. Sementara tangan kirinya menggenggam kamus dalam keadaan terbuka.

Vira yang tiba-tiba muncul dari toilet mengejutkannya. Vira menatap Kila. Kila melengos tak peduli.

Tatapan sendu Vira layangkan untuk punggung Kila yang kian menjauh.

89. INT. KANTIN SEKOLAH - DAY

Bel tanda istirahat berbunyi. Para siswa berebut keluar kelas dan segera memenuhi kantin.

Vira sudah menempati kursi kosong. Semangkuk soto betawi terhidang di atas meja, lengkap dengan segelas teh hangat. Vira hirup aroma soto yang langsung membuat perutnya keroncongan.

Di barisan kursi lain, Sesil juga duduk sendiri, dengan semangkuk soto yang juga masih mengepulkan asap.

Vira melahap satu sendok nasi yang sudah ia campurkan dengan soto. Saat ingin menyendok yang kedua kali, matanya menangkap sosok Kila di ambang pintu kantin.

Kila sempat melihat Vira, tapi dengan cepat ia alihkan ke arah lain. Ia temukan Sesil, lantas berseru. Ia hampiri Sesil sambil berlari-lari kecil dengan riang.

Vira perhatikan mereka yang terlihat sangat akrab sambil menyendok kembali makanannya.

KILA (OS)

Sil, ada pasar malam yang baru dibuka nih deket rumah lo.

SESIL (OS)

Pasar malam?

(beat)

Gue belum pernah sih ke tempat yang rame gitu.

Kila membelalak kaget.

KILA

Serius?!

(mengiba)

Masa, sih...?

Ada keheningan sejenak di antara Kila dan Sesil.

SESIL

Temen gue kan... bisa dibilang, nggak ada. Bokap juga sibuk banget sama kerjaannya. Jadi buat apa ke tempat yang macam festival gitu.

KILA

Sil...

Kila memegangi lengan Sesil di atas meja, menatap intens. Sesil balik menatapnya.

KILA (CONT'D)

Lo harus terima ajakan gue ini. Gue janji, ini bakal jadi salah satu pengalaman paling seru dan berharga dalam hidup lo.

Sesil mengangguk yakin.

SESIL

Gue percaya.

Kila menepuk-nepuk bahu Sesil.

KILA

Nah, kalo gitu, kita perginya hari Jumat aja, ya. Abis sekolah.

(beat)

Malam Sabtu gitu lho. Anggap aja harinya persahabatan. Kalo malam Minggu, kan, waktunya orang pacaran.

Kila tertawa. Sesil terkekeh. Sementara Vira sesekali melirik sendu mereka, sesekali menyendok nasi dan soto.

Dafa muncul mengagetkan Vira.

DAFA

Sendirian aja, Neng.

Kila menoleh. Wajahnya masam melihat Dafa dan Vira yang saling bercanda.

Dafa berseru pada penjaga warung beberapa meter di sebelahnya.

DAFA

Mas Puto, bakso satu, ya!

Dafa melirik mangkuk Vira.

DAFA (CONT'D)

Wih, soto betawi, nih? Kayaknya enak tuh. Bagi dong!

Dafa ingin menyambar tapi Vira segera menjauhkan mangkuknya.

VIRA

Kalo lo pengen soto betawi, kenapa mesen bakso!

DAFA

(memelas)

Kan gue barusan doang pengennya... Pas ngeliat lo.

Dafa menyambar sendok Vira tapi Vira tak kalah cepat. Alhasil, sendok yang jatuh ke mangkuk itu mencipratkan sedikit kuah soto ke mata Vira.

Dafa terbahak sambil meminta maaf. Ia pegangi tangan Vira, meniupi matanya.

Kila yang memperhatikan itu makin merengut.

Sekilas Sesil melirik Kila, lalu melirik Dafa dan Vira, kemudian fokus kembali pada makanannya.

90. INT. SUPERMARKET - NIGHT

Vira keluar dari ruang ganti pakaian. Ia sudah mengenakan stelan kaos dan celana training, lengkap dengan ransel yang terpanggul di punggung.

REKAN KERJA (27) shift malam menyerahkan buntalan kresek hitam pada Vira.

REKAN KERJA

Sekalian buang ini, ya. Hatur nuhun.

Vira menerima kresek itu.

VIRA

Uhun[7].

(beat)

Aku duluan ya, A.

CUT TO:

91. EXT. JALAN DESA - NIGHT

Vira keluar dari supermarket, berjalan tertatih karena buntalan kresek hitam yang dibawanya itu. Ia berbelok di persimpangan. Bak sampah persis berada di sana. Ia angkat, lalu memasukkan buntalan kresek hitam itu dengan susah payah.

Vira menepuk-nepuk tangannya. Menyemprotkannya dengan hand sanitizer yang ia keluarkan dari samping ransel. Ia berjalan lagi. Sampai beberapa langkah kemudian, gerakan kakinya memelan.

Di depan sana, persis dekat ATM center, terparkir sebuah mobil sedan silver mengilat. Kila bersandar di mobil itu sambil memainkan gawai.

Vira pegangi kedua tali ranselnya. Ia coba melangkah lagi.

KILA (OS)

Selamat malam, si perebut cowok orang.

Vira berhenti. Menoleh.

Kila angkat wajah dari gawai.

KILA (CONT'D)

Kenapa ngeliatin kayak gitu?

(beat)

Nggak suka?

Vira hela napas dengan berat. Ia hadapkan tubuh seutuhnya ke Kila.

VIRA

Kil, please, berhenti kekanak-kanakan begini. Kita udah sahabatan dari kecil. Udah anggap masing-masing sebagai keluarga. Udah sering ngerasain yang namanya bertengkar terus baikan lagi.

(beat)

Tapi sekarang, lo udah musuhin gue lebih dari dua minggu? Cuma gara-gara cowok, Kil?

Vira hendak memegangi lengan Kila, tapi Kila menepisnya.

Kila angkat kedua lengan di depan dada, berusaha ia jauhkan dari Vira.

KILA

(suaranya agak tertahan)

Jangan, sentuh.

(beat)

Yang namanya pengkhianat nggak pantas disebut teman, atau sahabat... apalagi keluarga.

Vira menggigit bibir. Pupil matanya bergetar.

VIRA

Mama bakal kecewa kalo ngeliat elo yang begi--

KILA

JANGAN BAWA-BAWA MAMA!

Vira terhenyak atas teriakan Kila.

Kila menatap nyalang padanya.

Sementara itu, pintu ATM center terbuka. Tion muncul dari sana, memandang rendah pada Vira.

TION

Jadi ini, orang yang udah bikin kamu uring-uringan terus di rumah, Sayang?

Dada Kila naik turun. Amarah terpancar jelas di wajahnya.

Tion menuruni undakan tangga. Ia hampiri Vira.

TION (CONT'D)

Eh, kamu. Jangan mentang-mentang punya status anak haram, bisa seenaknya bikin dosa dan ngerugiin orang lain.

Ia menatap tajam Vira, tersenyum mengejek.

TION (CONT'D)

Masa, kelakuan bejat ibu kamu sampai diikutin juga?

Sontak Vira menampar keras-keras wajah Tion.

Tion mengaduh kesakitan, sempat oleng bahkan hampir jatuh. Kila sigap menangkapnya.

KILA

(melengking)

Vira! Lo udah gila, ya! Bisa-bisanya main fisik sama Papa!

Napas Vira menderu. Satu-satu ia isap oksigen yang sulit sekali terhirup. Pupil mengecil. Ia tatap risau kedua orang di hadapannya ini, lantas berlari, berlari makin kencang, tak peduli Kila meneriakinya di belakang.

CUT TO:

92. EXT. JALAN DESA - MOMENTS LATER

Vira masih berlari. Ia angkat telapak tangan kanan, dipandanginya dengan gelisah. Lalu setitik hujan mengenai tangan itu.

Vira pelankan gerakan kakinya. Perlahan berhenti. Sambil memandangi telapak tangan, ia tersedu. Napas tersendat. Rintik air mulai berjatuhan lagi dan lagi, satu-satu dari langit.

Dafa muncul di persimpangan, persis di seberang jalan. Ia kenakan jaket sweter bersama kaos dan jeans.

DAFA

Vira...!

Ia berlari menghampiri. Mimik cerianya berubah begitu menyadari Vira yang menundukkan wajah, menangis.

DAFA (CONT'D)

Lo... kenapa?

(beat)

Siapa yang bikin lo nangis?

Dafa ingin memegang wajah Vira, tapi Vira menepisnya. Vira menatap tajam dengan air mata yang berlinang.

VIRA

Kenapa sih lo ke sini terus!

Dafa termangu.

DAFA

G-gue... cuma ma-

VIRA

Sadar nggak sih? Ini tuh udah malem! Harusnya lo bisa nempatin posisi, lo siapa, gue siapa. Kalo tiap malem nyamperin gue terus, bisa jadi omongan orang lain!

Dafa terhenyak. Ia balik menatap tajam Vira.

DAFA

Kok lu mikirnya gitu sih?

(beat)

Gue ke sini buat mastiin keadaan lo. Buat ngehibur lo yang tiap hari kerjaan cuma bengong nggak tau mikirin apaan. Kalo sore kan lo sibuk kerja.

Ia hela napas panjang, memandangi kerikil yang berserak di bawahnya.

DAFA (CONT'D)

Ya. Lo bener. Nggak seharusnya gue ke sini.

Ia angkat wajah, melihat Vira yang berusaha menahan tangis.

DAFA (CONT'D)

(agak tertahan)

Dan untuk seterusnya nggak akan pernah ke sini lagi.

Gemuruh terdengar. Petir membiaskan cahaya di langit yang gelap.

Dafa berjalan mundur perlahan ke arah persimpangan. Tatapan kecewa masih tertuju pada Vira. Lalu saat ia balikkan tubuh, hujan pun menderas.

Vira turut melangkah perlahan. Kedua tangan tergenggam di depan dada. Di bawah hantaman hujan, ia menangis pilu.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar