Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SEKUENS 02
16. EXT. KORIDOR SEKOLAH VIRA - DAY (11 YEARS LATER)
Angin menggoyangkan dedaunan. Di bawah pohon itu, senyum Vira terkembang. Matanya masih tertuju pada tulisan di selembar kertas yang dipegangnya. Ia turunkan tangan yang masih menggenggam kertas itu. Lalu dengan mata terpejam, ia menengadah, menikmati sensasi angin serta gemerisik suara dedaunan.
KILA (OS)
DOR!!
Vira sedikit terdorong ke depan. Refleks ia remas surat di tangan kanan. Ia berbalik cepat, melotot pada Kila yang sudah terbahak.
Ia terkejut karena menggenggam terlalu kuat surat itu. Lantas ia betulkan bagian yang lusuh, ia sandarkan ke tiang koridor dan menggosokkannya dengan telapak tangan.
VIRA
Parah banget sih, lo. Gara-gara elo kan benda paling berharga punya gue jadi lecek begini.
Kila melirik surat itu. Wajahnya jadi muram.
KILA
Itu... dari Bunda lo, ya...?
Ia merunduk, meletakkan kedua tangan di belakang punggung.
KILA (CONT'D)
Sorry...
Setelah itu, ia mengangkat wajah kembali, memberikan cengiran jahil.
KILA (CONT'D)
Lagian lo sok-sok melankolis gitu di sini. Kalo nggak gue kagetin, bisa-bisa lo kesambet!
VIRA
Yang ada juga elo yang gue sabet, gara-gara bikin gue jantungan!
Kila terbahak lagi. Ia rangkul lengan kiri Vira.
KILA
Udah, udah, jangan marah-marah mulu. Mending kita ke kantin aja, yuk. Laper nih.
Tanggannya memutar-mutar di atas perut.
VIRA
Lo duluan aja deh. Gue belom kelar baca suratnya. Tanggung.
KILA
(merajuk)
Itu kan bisa dilanjut nanti-nanti.
Vira melepaskan rangkulan Kila.
VIRA
Gue maunya sekarang. Nggak bisa ditunda-tunda. Mumpung suasananya mendukung.
Kila mensedekapkan lengan, berdecak.
KILA
Ya udah. Tapi jangan pake lama. Harus nyusul, ya.
Vira memberi tanda hormat sebelum Kila beranjak pergi. Setelah melihat langkah Kila yang menjauh, ia fokuskan diri lagi pada selembar surat, bersandar di sisi tiang koridor yang membelakangi pohon.
Saat itu DAFA (17) baru saja menduduki kursi panjang pemisah antara koridor dengan lapangan, persis di hadapan Vira. Perhatian Vira teralihkan ke Dafa yang memantul-mantulkan bola basket di tempat dengan malas. Wajah pemuda itu tertekuk.
Vira melipat surat miliknya hingga berbentuk kotak kecil. Ia simpan ke dalam saku kemeja. Perlahan mendekati Dafa. Ia berdeham sebelum menyapa.
VIRA
Lo... teman sekelasnya Kila, kan?
Dafa menoleh sebentar dengan mimik masam, lalu fokus kembali pada bola basketnya.
VIRA (CONT'D)
Gue boleh duduk di sini?
Dafa tetap bungkam tak merespon sedikit pun. Vira merapikan bagian belakang roknya untuk kemudian duduk di samping Dafa. Ia tatap lurus para siswa yang sedang bermain basket di depan sana.
VIRA (CONT'D)
Nggak gabung sama mereka? Biasanya gue paling sering ngeliat lo main basket.
Vira menoleh ke Dafa yang tetap diam. Ia berpikir beberapa saat seraya mengulum bibir.
VIRA (CONT'D)
Sebagai sahabatnya Kila, gue juga bisa kok, jadi pendengar yang baik buat lo.
(beat)
Mungkin.. lo butuh cerita, supaya ngeringanin sedikit beban di pundak lo.
Untuk beberapa saat lamanya hanya ada suara benturan bola basket yang dipantulkan Dafa. Vira sudah bersiap untuk berdiri, beranjak dari sana, sampai kemudian Dafa membuka suara.
DAFA
Orang tua gue mau cerai.
Vira menoleh bersamaan dengan bokongnya yang terduduk kembali di kursi.
DAFA (CONT'D)
Ini hari yang mereka putusin buat mengakhiri semuanya di pengadilan agama.
Vira menatap intens pada Dafa.
DAFA (CONT'D)
Padahal cuma gara-gara masalah sepele... Sebelumnya mereka juga sering berdebat.
(beat)
Tapi kenapa perceraian harus jadi solusinya!
Dafa mendorong bolanya keras-kera ke paving block sehingga memantul tinggi, lalu pantulannya yang kecil-kecil bergerak menjauh.
VIRA
Udah coba ngobrol sama mereka?
Dafa menengok perlahan.
CUT TO:
17. E/I/ BUS JURUSAN RUMAH DAFA - AFTERNOON
MONTAGES
Pintu bus terbuka. Kaki jenjang Dafa menaiki tangga bus.
DAFA (VO)
Percuma. Mereka nggak akan mau dengar pendapat gue. Yang mereka pentingin cuma ego sendiri.
Sambil berpegangan pada tiang penyangga, Dafa mencari-cari kursi kosong. Ia melangkah perlahan sampai ke bagian paling belakang.
DAFA (VO)
Makanya udah tiga hari gue kabur dari rumah. Biarin, biar mereka mikir, kalo hidup nggak cuma tentang mereka berdua.
Dafa duduk persis di dekat jendela, memalingkan wajahnya ke luar sana.
VIRA (OS)
Gue emang orang luar yang nggak tau apa-apa soal keadaan orang tua lo. Tapi... gue rasa, bukan cuma mereka yang harus nahan ego. Lo juga.
BACK TO:
18. EXT. SEKOLAH VIRA - TEPI LAPANGAN - DAY
Vira mengejar bola basket yang menggelinding ke seberang lapangan. Meraihnya, lalu kembali ke kursi di mana Dafa berada, dan duduk kembali. Dengan gerakan pelan ia lempar-lemparkan bola itu di tangan.
VIRA
Lo juga tau kan kabur itu bukan solusi.
(beat)
Mudah-mudahan ini lo lakuin karena lagi butuh waktu buat sendiri aja. Jangan sampai lo nyesel sebelum bertindak.
Vira masih melemparkan bola di tangan. Dafa menatapnya dalam diam.
VIRA (CONT'D)
Pikiran orang dewasa dengan kita sebagai remaja itu beda. Nggak bisa langsung hakimi keputusan mereka salah dilihat dari kacamata kita doang.
Vira genggam bola di tangannya, tidak ia lemparkan lagi. Matanya tertuju pada garis-garis lengkung di bola itu.
VIRA (CONT'D)
Saran gue, jangan sia-siain waktu lo buat lari dari masalah. Genggam terus apa yang lo pengen sampai usaha terakhir.
Vira lemparkan bola itu ke Dafa dengan pelan, dan ditangkap oleh Dafa.
BACK TO:
19. EXT. TERAS RUMAH DAFA- AFTERNOON
Dafa mengetuk pintu rumahnya tiga kali. Pintu pun terbuka, memperlihatkan kedua orang tuanya yang berdiri di dalam sana. Mereka terbelalak, ada percampuran antara kejut dan haru. Tetapi sorot mata Dafa langsung tertuju pada amplop cokelat di genggaman ayahnya.
CUT JUMP TO:
SCENE #20