Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SEKUENS 04
46. INT. LANTAI DUA RUMAH TION - NIGHT
Vira menutup pintu kamar, beranjak ke kamar Kila. Ia ingin mengetuk tetapi samar-samar terdengar suara Kila dari dalam. Kila berbicara melalui telepon diselingi sedikit isakan.
KILA (OS)
Saya betul-betul minta maaf ya, Bu, gara-gara saya sekolah kita jadi nggak punya perwakilan di kompetisi itu.
(beat)
Iya, iya nggak apa-apa, Bu. Saya ikhlas kalo Ibu mau cari pengganti. Baik, Bu. Makasih banyak buat pengertiannya.
Terdengar Kila mengembuskan napasnya dengan amat berat.
Vira menggigit bibir, menahan tangis. Lantas berbalik menuruni tangga.
46. INT. RUMAH TION - PINGGIR KOLAM - MOMENTS LATER
Vira menopang dagu di atas kedua lututnya yang terangkat. Satu tangannya menjadi penyangga, satunya lagi masuk ke dalam kolam, memainkan air.
TION (OS)
Eh, ada anak papa di sini.
Tion duduk di samping Vira, memasukkan kedua kaki ke dalam kolam. Ia perhatikan Vira yang merenung dan terus menatap permukaan kolam sambil memainkan air.
Ia belai rambut Vira. Kelopak mata Vira makin berkaca-kaca. Lalu, Tion peluk tubuh Vira, hingga gadis itu akhirnya menangis.
VIRA
Aku selalu bawa sial.
(beat)
Aku nggak pernah berhasil bikin orang-orang yang aku sayangi bahagia. Pasti ujung-ujungnya selalu kayak gini.
TION
Sshhtt...
Tion berusaha menenangkan.
TION (CONT'D)
Ini semua sudah garis takdir dari Tuhan. Nggak ada yang namanya pembawa sial.
(beat)
Janji sama papa, Vira nggak akan berpikiran kayak gitu lagi, oke?
Vira menangis makin kencang dalam pelukan Tion.
CUT TO:
47. INT. RUMAH TION - KAMAR VIRA - MOMENTS LATER
Vira mainkan pulpen di atas meja belajar sambil memikirkan sesuatu. Ia buka laci, mengeluarkan selembar kertas--surat dari Lidya.
Ia perhatikan kalimat demi kalimat yang tertera di sana. Khususnya kalimat pada paragraf kedua dan ketiga. Lalu, teringat lagi dengan ucapan Tion di pinggir kolam tadi.
BACK TO:
48. INT. RUMAH TION - PINGGIR KOLAM - NIGHT
Tion masih membelai rambut Vira selagi memeluknya.
TION
Dulu, papa pernah ambil keputusan yang mungkin aja salah menurut kebanyakan orang. Gara-gara itu, papa juga sempat frustasi.
(beat)
Papa ninggalin orang yang paling papa sayangi dan cintai, karena adanya ketidakjujuran.
Isakan Vira mereda. Tion menarik napas banyak-banyak sebelum melanjutkan.
TION (CONT'D)
Hati papa sakit, karena keputusan itu bikin orang yang papa cintai menderita. Tapi kalau mengingat dia yang sama sekali nggak bisa jujur, papa jadi benci lagi.
(beat)
Papa percaya, setiap yang hilang, pasti akan ada penggantinya. Baik itu berupa materi atau immateri. Yang pasti, si pengganti ini akan jauh lebih baik dari sesuatu yang sudah hilang dari diri kita.
VIRA
Maaf, Pa. Aku boleh nanya sesuatu?
TION
Boleh dong, Sayang.
Ragu sejenak.
VIRA
Orang yang Papa cintai itu... udah pernah jadi istri Papa?
Tion terdiam.
TION
Iya. Dia mantan istri papa.
Vira menegakkan tubuh, menjauh dari pelukan Tion.
VIRA
Kalo boleh tau, namanya siapa, Pa?
Tion tatap Vira sejenak. Kemudian ia alihkan pandangan ke permukaan kolam.
TION
Sebetulnya papa nggak mau sebut nama itu lagi. Tapi kalo kamu penasaran...
(beat)
Namanya Li-
Telepon rumah berdering sebelum Tion sempat menyelesaikan ucapannya.
TION (CONT'D)
Bentar ya. Papa angkat dulu.
Ia beranjak, lantas berbincang dengan klien di seberang telepon. Vira memperhatikan Tion hingga beberapa menit lamanya.
BACK TO:
49. INT. KAMAR VIRA - NIGHT
Kalimat yang diucapkan Tion itu, memiliki makna yang sama dengan isi dari surat yang tersorot ini.
Vira menggigit jemarinya, berpikir lagi.
50. EXT. KORIDOR SEKOLAH - AFTERNOON
Dafa mencari-cari seseorang di antara ramainya siswa yang hendak pulang. Ia melihat Vira, lantas memanggil dan menghampirinya.
DAFA
Gue turut berduka cita, ya, atas apa yang menimpa nyokap lo.
Vira tersenyum tipis.
VIRA
Makasih, Fa.
DAFA
Mm... gue boleh, nggak, ikut ke rumah lo?
(beat)
Udah tiga hari Kila nggak masuk. Gue khawatir sama dia.
VIRA
Oh, boleh banget. Tapi gue nggak langsung pulang.
(beat)
Ada urusan.
DAFA
Kalo gitu gue temenin lo dulu, ya.
Cepat Vira menggeleng. Beberapa meter di belakang mereka, Sesil yang baru saja keluar kelas, melihat mereka yang sedang berbincang.
VIRA
Nggak usah. Langsung temuin Kila aja. Dia lebih butuh lo.
Vira beranjak meninggalkan Dafa.
Sesil menghampiri Dafa yang masih terdiam di tempatnya. Ia bicara dengan volume suara yang agak rendah.
SESIL
Hei, lo mau jenguk Kila, ya?
Dafa menoleh. Sedikit mengangkat alis.
SESIL (CONT'D)
Gue... temennya Kila juga.
(ragu-ragu melanjutkan)
Boleh ikut?
Dafa mengalihkan pandangan ke sisi lain. Ia garuk kepala sambil berpikir.
DAFA
Ya... boleh sih...
SESIL
Lo nggak usah khawatir. Pas berangkat kita pergi bareng-bareng karena gue belum tau rumahnya Kila.
(beat)
Pulangnya gue bisa naik angkot sendiri.
Kedua tangan Sesil menggenggam tali ransel yang melekat di dadanya.
SESIL (CONT'D)
Oh, iya, nama gue Sesil. Mungkin lo belom tau.
51. INT. RUMAH LAMA VIRA - KAMAR LIDYA - AFTERNOON
MONTAGES
Vira memandangi lemari pakaian Lidya.
VIRA KECIL (VO)
Bunda, ayah Vira siapa, sih?
CUT TO:
52. INT. KAMAR LIDYA - DAY (FLASHBACK)
Lidya menatap Vira dengan mata membulat.
Ia tarik paksa lengan Vira keluar kamar. Ia dudukkan anak itu pada sofa di ruang tengah, dan Vira mengaduh kesakitan.
LIDYA
(tersekat)
Ayah kamu udah mati.
(beat)
Jangan pernah, kamu masuk ke kamar itu lagi, tanpa izin dari bunda.
Vira melihat genangan air di mata Lidya yang menatap murka padanya.
Lidya kembali ke kamar. Sebelum pintu itu menutup, dapat Vira lihat pintu lemari yang terbuka, juga beberapa potong pakaian serta benda lain yang berserak di atas kasur Lidya.
BACK TO:
53. INT. KAMAR LIDYA - AFTERNOON
Vira coba membuka lemari pakaian Lidya. Tapi kedua pintunya sama-sama terkunci. Ia telisik seisi kamar.
Ia bergeser ke kabinet di sebelah lemari, lalu membuka laci pertama. Terpampanglah sebuah foto keluarga di dalam sana.
Kedua mata Vira melebar. Ia angkat foto itu demi melihat lebih jelas. Di dalam foto itu ada sosok Lidya, dirinya yang masih kecil, dan juga Tion.
54. E/I. MOBIL SEDAN TION - AFTERNOON
Tion membuka kaca mobilnya. Seraya menyandarkan siku pada kaca yang sudah terbuka, ia pandangi sebuah rumah sederhana bertingkat satu pada sebidang tanah yang cukup luas.
Ada beberapa bagian dari permukaan luar rumah itu yang terkelupas. Namun tetap terlihat seperti rumah yang masih terawat. Pohon besar pun masih berdiri kokoh di sisi kanan.
Persis di samping pohon itu adalah sebuah kamar. Jendela kamar itu terbuka. Lampunya menyala.
Tion keluar dari mobil. Berpikir sejenak sambil terus memandangi kamar itu.
Ia hendak melangkah, tapi gawai di saku celana berdering. Ia angkat dan bicara dengan orang di seberang telepon. Setelah selesai, ia embuskan napas dengan berat. Lantas kembali masuk ke mobil, melajukannya dengan kecepatan normal.