Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
JUDUL ADEGAN: Surat yang Salah
PENULIS: Rana Kurniawan
WAKTU: Sore hingga malam hari
TEMPAT: Halaman pondok & kamar santri putra
---
[EXT. HALAMAN PONDOK – SORE]
Sore itu, sinar matahari kemerahan menembus celah dedaunan.
Santri-santri bersih-bersih halaman, beberapa menjemur pakaian.
MAMAN berjalan santai sambil membawa buku catatan.
Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu di tanah: sebuah amplop cokelat jatuh dari meja RANA.
Ia berhenti, ragu-ragu, lalu menunduk dan mengambil amplop itu.
Rasa penasaran memenuhi pikirannya.
---
NARATOR (V.O.)
Maman — dengan rasa penasaran yang tak tertahankan.
Perlahan, ia membuka amplop itu.
Di dalamnya terdapat selembar kertas bertuliskan tangan LELI.
---
ISI SURAT UNTUK MAMAN (TULISAN LELI)
“Maaf ya, Maman.
Leli belum siap pacaran.”
---
MAMAN menatap surat itu beberapa detik, tersenyum kecut, lalu menutupnya kembali.
Namun, langkah RANA terdengar dari arah belakang.
---
RANA
(teriak)
Maman?! Apa yang kamu lakukan?!
MAMAN
(terkejut, menahan surat)
Hah?! Eh… Ran… aku nggak—
RANA melangkah cepat mendekat, wajahnya tegang, mata menatap tajam.
Amplop itu kini berada di tangan RANA.
---
[INT. KAMAR SANTRI PUTRA – MALAM]
Pintu kamar terbuka keras. RANA masuk dengan langkah cepat, menutup pintu perlahan di belakangnya.
MAMAN duduk di meja, menatap RANA gugup. Amplop tergeletak di depan mereka.
---
RANA
(keras, napas masih cepat)
Maksud kamu apa, Man?!
MAMAN
(bingung, gugup)
Hah? Maksud apa maksud apa?
RANA
(ambil surat, menunjuk)
Coba baca sendiri!
MAMAN membuka surat itu, wajahnya berubah seketika — tercampur kaget dan bersalah.
---
MAMAN
(berusaha tenang)
Maaf, Ran… sebenernya aku juga… suka sama Leli.
RANA
(nada kecewa, menahan emosi)
Tapi kemarin kamu dukung aku, kan?
MAMAN
(nunduk, menyesal)
Iya… tapi aku nggak bisa bohong sama perasaan sendiri.
Hening sejenak. Angin malam dari jendela berhembus lembut, menimbulkan suara daun yang berdesir.
RANA menatap MAMAN — kecewa, tapi berusaha menahan emosinya.
---
RANA
(tarik napas panjang, menenangkan diri)
Yaudah… kalau gitu… kita saingan aja.
Tapi yang murni, nggak ada tipu-tipu.
MAMAN
(mengangkat kepala, menatap tegas)
Oke… secara jujur dan fair.
Mereka saling menatap — antara sahabat dan pesaing.
Ketegangan itu perlahan berubah menjadi semacam pengertian terselubung.
---
[EXT. HALAMAN PONDOK – MALAM]
Di luar, suara adzan Magrib terdengar dari menara.
Santri-santri bergegas menunaikan salat.
Lampu-lampu di pondok mulai menyala, menciptakan suasana hangat di tengah dinginnya malam.
RANA dan MAMAN duduk di teras, masing-masing menenangkan diri.
---
RANA (MONOLOG)
(dalam hati)
Ini baru pertama kali aku merasa… cemburu dan bingung sekaligus.
Kalau Maman juga suka, berarti aku harus lebih hati-hati… tapi aku nggak boleh nyerah.
MAMAN (MONOLOG)
(dalam hati)
Rana serius banget sama Leli…
Aku nggak mau mengganggu persahabatan ini.
Tapi… perasaan ini susah untuk diabaikan.
---
Dari kejauhan, terdengar tawa kecil IKA dan TINI, yang baru pulang dari mengantar barang untuk pondok.
Mereka saling berbisik, lalu menatap arah teras tempat Rana dan Maman duduk.
---
NARATOR (V.O.)
Di Pondok Gubuk, rahasia hati sering kali muncul karena hal-hal kecil.
Sebuah surat, sebuah kesalahan, bisa mengubah suasana, membangkitkan perasaan yang tak terduga.
Dan malam itu, dua sahabat yang dulunya tak terpisahkan kini memasuki babak baru — persaingan yang jujur, tapi penuh emosi.