Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
CINTA DI BAWAH ATAP GUBUK
Suka
Favorit
Bagikan
3. Pandangan Dan Surat Rahasia
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

JUDUL ADEGAN : Surat Rahasia

PENULIS : Rana Kurniawan


WAKTU: Petang hingga keesokan harinya

TEMPAT: Halaman pondok santri putra & halaman rumah Ustadz Kosim


[INT. KAMAR SANTRI PUTRA – PETANG]


Rana duduk di meja kayu kecilnya, cahaya lampu minyak kuning menerangi wajahnya.

Di depannya, selembar kertas putih dengan tulisan rapi baru saja selesai ditulis.


Dengan hati-hati, ia melipat surat itu menjadi bentuk kecil, lalu memasukkannya ke amplop cokelat.

Tangannya gemetar sedikit.


RANA (MONOLOG)

(dalam hati, gugup)

Semoga dia nggak langsung ketahuan siapa yang ngirim...

Ah, apa ini nggak keterlaluan ya?


Ia menatap amplop sebentar, tersenyum malu, lalu menyembunyikannya di saku baju.


[EXT. HALAMAN PONDOK – PETANG]


Rana berjalan keluar kamar menuju halaman pondok.

Di sana, Ika dan Tini, santri putri yang ceria, sedang membersihkan daun-daun kering di sekitar pohon mangga.


Rana menelan ludah, mengumpulkan keberanian.


RANA

Ika, Tini... aku butuh bantuan kalian.


IKA

(menoleh, tersenyum nakal)

Apa tuh, Rana? Lagi bikin rencana rahasia?


TINI

(penasaran)

Hehe, surat cinta lagi, kan?


Rana cepat-cepat menatap Tini, wajahnya memerah.


RANA

Sssttt… jangan bilang siapa yang ngirim.

Aku cuma… mau titip surat ke Leli.


IKA

(tersenyum jahil)

Heeh, ini menarik.

Jangan khawatir, rahasia banget kok.


Ika menerima amplop dengan kedua tangan, memeriksa sebentar, lalu menempelkan jarinya di bibirnya.


IKA

(berbisik)

Oke, aman. Tapi kalau ketahuan, jangan salahin aku ya.


Rana mengangguk cepat, lalu buru-buru pergi meninggalkan halaman dengan wajah masih merah.

Ika tertawa kecil sambil menatap amplop.


[EXT. HALAMAN RUMAH USTADZ KOSIM – PAGI HARI BERIKUTNYA]


Hari berikutnya, matahari pagi mulai menembus kabut tipis.

Leli keluar dari rumah, membawa sapu dan mukena yang masih digulung.

Ia duduk di teras sebentar, menikmati angin pagi, sambil mengingat pesan yang diterimanya kemarin — surat rahasia itu.



LELI (MONOLOG)

(dalam hati)

Siapa ya yang ngirim?

Tulisannya rapi banget… tapi nggak ada nama.

Hmm, penasaran juga…


Leli tersenyum sendiri, pipinya memerah sedikit.



[EXT. HALAMAN PONDOK – SORE HARI]


Sore itu, Rana menunggu di teras pondok putra.

Matanya sesekali melirik ke arah rumah Ustadz Kosim, berharap Leli akan muncul.


Tiba-tiba, Ika lewat sambil membawa beberapa buku.

Rana langsung melambaikan tangan.


RANA

Ika! Udah dibaca belum surat kemarin sama Leli?


IKA

(tertawa, menunduk sebentar)

Udah! Tapi… bukan cuma Leli yang baca…


Rana menatap Ika, bingung dan sedikit panik.


RANA

Hah?! Maksudmu… siapa lagi?


IKA

(tertawa geli)

Kami semua, hahaha!


Rana menutup wajahnya dengan kedua tangan, setengah malu, setengah senang.


[EXT. HALAMAN RUMAH USTADZ KOSIM – KEJAUHAN]


Dari balik jendela, Leli diam-diam mengintip.

Ia tersenyum lembut, membaca surat itu sekali lagi, lalu menunduk malu.


LELI (MONOLOG)

(dalam hati)

Lucu juga…

Aku nggak tahu siapa yang ngirim, tapi rasanya senang…


Leli meletakkan surat itu di meja kecilnya, menatap ke arah pondok putra sesaat, lalu kembali ke rumah.



[EXT. HALAMAN PONDOK – PETANG]


Rana masih duduk di teras, pipinya memerah, menatap ke arah rumah Ustadz Kosim.

Angin sore meniup rambutnya pelan.

Ia tersenyum sendiri, tidak tahu apakah ia lega atau semakin gugup.



RANA (MONOLOG)

(dalam hati)

Mungkin… ini baru permulaan.

Surat rahasia kecil ini, siapa sangka, bisa bikin hari-hari jadi lebih… seru.


Di kejauhan, Ika dan Tini mengintip dari balik pohon, saling berbisik dan tertawa kecil.

Mereka tahu, sesuatu sedang tumbuh antara Rana dan Leli — tapi biarlah itu tetap menjadi rahasia kecil pondok.


NARASI PENUTUP (V.O.)

Surat itu, meski sederhana, menjadi jembatan baru bagi dua

hati yang perlahan saling mengenal.

Di Pondok Gubuk, rahasia kecil kadang lebih manis dari kata-kata yang terucap.

Dan bagi Rana dan Leli, cerita mereka baru saja dimulai…

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)