Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
INT. RUMAH ARIN - SIANG (NOVEMBER 2007)
Kembali di rumah Arin. Randi dan Aryo terbelalak, masih terkejut mendengar cerita Arin. Arin menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ibunya kembali memeluknya.
RANDI
Handycamnya...
ARYO
Handycamnya waktu itu masih ngerekam kan Rin?
ARIN
Astaga, gue lupa sama sekali. Iya, gue enggak sempet matiin.
ARYO
Kira-kira kejadian itu kerekam nggak ya?
RANDI
Tergantung model handycamnya Yo. Kalo baterenya masih hampir penuh kayak yang Arin bilang tadi, kalo kata gue ada kemungkinan dia bisa ngerekam sampe dua jam video.
ARYO
Cuma satu cara untuk tau. Kita harus ambil kartu memori handycamnya.
RANDI
Maksud lu kita masuk ke rumah Pak Said? Maling barang dia?
ARYO
Gue ada ide. Ini spekulasi sebenernya, tapi nggak ada salahnya dicoba.
Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Ada tamu lain yang datang ke rumah Arin. Dari jendela terlihat sosok tamu itu.
RANDI
Pak Said!
ARYO
Bu, kami boleh numpang sembunyi?
IBU ARIN
(mengangguk)
Kalian tunggu aja di dalam. Biar Ibu yang hadepin dia.
Randi dan Aryo segera bersembunyi di kolong meja makan. Arin menutup pintu kamarnya. Ibu Arin membereskan gelas teh Randi dan Aryo lalu membukakan pintu depan.
IBU ARIN
Ya? Oh, Pak Said? Ada apa datang kemari pak?
PAK SAID
Ibunya Arin? Apa boleh saya masuk?
IBU ARIN
Silakan.
Pak Said masuk ke ruang tamu dan duduk di sofa setelah dipersilakan. Ibu Arin duduk mendampingi. Wajahnya tenang sekali, seolah beliau tidak baru saja mendengar cerita traumatis yang dialami anaknya.
PAK SAID
Jadi begini bu. Saya akan langsung ke pokok permasalahannya saja. Arin sudah bercerita pada ibu tentang apa yang terjadi?
IBU ARIN
Sudah.
PAK SAID
Baik. Berarti ibu sudah tahu maksud kedatangan saya.
IBU ARIN
Tidak, saya belum tahu.
Pak Said memasukkan tangannya ke saku bagian dalam jasnya dan mengeluarkan sebuah amplop coklat tebal. Diletakkannya amplop itu di atas meja tamu.
PAK SAID
Saya berharap apa yang diceritakan Arin pada ibu, tidak keluar dari rumah ini. Sebagai gantinya, ini ada... kompensasi. Sebagian isinya adalah gaji Arin yang sudah menjadi pengajar privat putra saya. Mohon diterima, Bu.
IBU ARIN
Berapa nominalnya?
PAK SAID
Sepuluh juta. Kontan. Ibu bisa hitung sendiri.
Ibu Arin mengambil amplop itu. Diliriknya isinya. Tapi kemudian ditutupnya kembali dan diletakkannya di atas meja. Ibu Arin mendorong amplop itu ke arah Pak Said.
IBU ARIN
Mohon maaf, Pak Said. Kami tidak bisa menerima uang bapak. Kami akan menyerahkan masalah ini kepada pihak yang berwajib.
PAK SAID
Tunggu, tunggu. Apa betul anda ingin melaporkan hal ini pada polisi?
(tersenyum)
Tolong dipikirkan lagi lebih matang. Kemungkinan saya menang di pengadilan jauh lebih besar.
Ditambah lagi anda tidak memiliki bukti. Saya belum melakukan apa-apa pada Arin, jadi tidak akan ada bukti visum yang bisa dipakai. Di lain pihak...
(menunjukkan luka yang hampir mengering di pelipisnya)
Saya punya bukti kalau Arin menyerang saya. Kira-kira siapa yang tidak diuntungkan dalam kasus ini?
Ibu Arin diam saja. Sorot matanya tetap tajam dan tidak goyah.
PAK SAID (CONT'D)
Yang saya tawarkan ini adalah opsi terbaik. Anda tidak perlu melakukan apa-apa, dan anda akan mendapatkan uang. Ini adalah deal terbaik yang orang impi-impikan. Saya mohon jangan ditolak, bu.
IBU ARIN
Percakapan kita sudah selesai, Pak Said. Dengan hormat, saya mohon bapak untuk meninggalkan rumah saya.
PAK SAID
Anda sepertinya masih belum paham. Saya bisa menganulir beasiswa Arin. Saya bahkan bisa menskors atau mengeluarkan dia dari sekolah. Tolong pikirkan masa depan Arin, bu.
Terdengar bunyi pintu dibuka. Arin melangkah keluar dari kamarnya, wajahnya memerah penuh amarah.
ARIN
Anda masih bisa ngomong tentang masa depan saya setelah apa yang anda coba lakukan pada saya?! Sekarang keluar dari rumah kami!
Pak Said mengembalikan amplopnya ke dalam kantong jasnya. Dia kemudian berdiri.
PAK SAID
Baik. Saya anggap kalian sudah memilih. Sampai jumpa di pengadilan. Oh ya, Arin. Mulai hari
ini kamu sudah tidak perlu datang ke sekolah lagi. Selamat siang.
Pak Said beranjak pergi. Arin terpuruk ke lantai, kembali menangis. Ibunya segera datang untuk menenangkannya. Randi dan Aryo keluar dari tempat persembunyian mereka.
RANDI
Yo. Apapun ide lu itu... kita harus berhasil. Biar gimanapun caranya.