Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
42. INT./EXT. KAMPUS – KORIDOR KELAS – KORIDOR LUAR – TAMAN – SIANG
Cast: Abrar – Jeffrey
Montage:
Establish suasana dalam gedung perkuliahan. Tampak koridor dengan pintu-pintu kelas di kiri dan kanan. Tak lama, pintu-pintu kelas terbuka. Para mahasiswa keluar dari dalam kelas.
Camera zoom out hingga keluar gedung.
LS suasana kampus.
Camera pan to para mahasiswa yang mengobrol di selasar gedung. Kemudian follow langkah beberapa mahasiswa yang berjalan. Hingga ke depan sebuah taman.
Camera pan to seorang mahasiswa yang disapa. Kemudian beralih ke taman. Taman tampak rimbun dengan pepohonan menjulang. Di bawahnya terdapat bangku-bangku terbuat dari batu. Zoom in ke sekumpulan mahasiswa yang tengah duduk-duduk di bangku taman.
Beberapa tampak mengobrol sambil menunjukkan catatan. Mereka berdiri dan pamit, lalu pergi. Menyisakan seorang mahasiswa.
Zoom in mahasiswa tersebut, yang ternyata Abrar. Abrar tampak sedang menunduk sambil membaca lembaran catatan di file kertas.
Seseorang datang menghampiri Abrar.
Camera follow orang tersebut, tampak belakangnya saja. Kemudian sebuah suara menyapa.
JEFFREY
Hai.
Abrar menengadah. Jeffrey tersenyum padanya, kemudian duduk di samping Abrar.
JEFFREY
Pa kabar lo?
ABRAR
(tersenyum) Ya kayak gini. Abis kuliah. Ntar ada kelas lagi. (PAUSE) Lo?
JEFFREY
(menghela napas) Selama skorsing ke gue belum dicabut, gue nggak baik-baik saja.
Abrar tersenyum, agak seperti dipaksakan.
JEFFREY
Brar. (PAUSE) Gue … minta maaf, ya?
ABRAR
(kembali tersenyum, kali ini senyum betulan) Iya. Gue juga minta maaf kalo ada sikap gue yang kurang berkenan.
LS pemandangan gedung di depan taman. Beberapa mahasiswa tampak duduk-duduk di selasar gedung. Tak lama mereka bangkit.
JEFFREY
Gue sebenernya juga bete sama OSPEK. Gue juga nggak suka sama perlakuan senior. Gue pengen balas dendam.
ABRAR
Terus lo balas dendam ke junior lo? Terus nanti gue juga harus bales ke junior gue? Kapan selesainya?
Camera pan to sekeliling taman. Taman sudah tampak sepi. Beberapa orang yang tersisa berdiri sambil melihat jam tangannya, kemudian beranjak pergi.
JEFFREY
Gue, sekali lagi minta maaf.
Abrar tidak menjawab.
JEFFREY
Oh iya. Lu kalo butuh bahan buat kuliah matrikulasi, gue ada, kok. Mau pinjem? Tapi belum gue ambil, ada di rumah.
ABRAR
(menatap Jeffrey) Boleh?
JEFFREY
Ya boleh dong. (tertawa) (PAUSE) Cuma….
ABRAR
Apaan?
JEFFREY
Itu … temen lu yang cewek yang dulu sering bareng lu … udah ada cowok belum?
Abrar terbelalak, kemudian tertawa terbahak-bahak.
ABRAR
Agni?
Jeffrey tidak menjawab. Tapi wajahnya tampak tersipu.
ABRAR
Kalo itu sih beres! (mengacungkan jempolnya) Angkatan gue masih suka ketemu, kok. Sabtu besok kita mau bikin baksos angkatan malah.
JEFFREY
Hehehe … titip salam, ya?
ABRAR
Sip lah. (kemudian tertawa lagi) (melihat jam tangannya) Eh iya, gue ada kelas lagi, nih. (kemudian berdiri) Gue pergi dulu, ya? (kemudian mengulurkan tangannya ke Jeffrey)
Jeffrey menyambutnya dan bersalaman.
Camera pan to Abrar yang berlalu.
Jeffrey yang duduk sendirian mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah file, lalu membukanya. Tampak sebuah selebaran terselip.
CU
OSPEK BUDAYA KOLONIAL
TOLAK OSPEK
DISSOLVE TO
43. INT. KAMPUS – KORIDOR - AULA
Cast: Para Mahasiswa Baru - Para Mahasiswa Senior
FLASHBACK
Sekelompok mahasiswa berlari di sepanjang koridor kampus. Mereka mengenakan kemeja putih dan celana hitam, name tag karton besar di dada, topi kertas runcing dan tas karung. Para peserta perempuan tampak rambutnya dikucir dua, sedangkan yang laki-laki berkepala plontos.
PARA SENIOR
Ayo cepat!!!
Suara-suara kertas koran digulung tipis yang dipukul-pukulkan ke tembok terdengar memekakkan telinga. DUAK … DUAK!!!!
PARA SENIOR
Mana permisinya? Mana salamnya? Nggak sopan kalian!
PARA MAHASISWA BARU
(dengan suara bergetar, takut) Permisi, Kak….
Para mahasiswa berbaris di ruang aula yang luas. Semua bergerak cepat mencari barisannya masing-masing.
SENIOR (PEREMPUAN)
(menoyor salah seorang mahasiswa baru) Apa lo tolah-toleh? Matanya jangan belanja!
MAHASISWA BARU
Maaf, Kak.
SENIOR (LAKI-LAKI, KORDINATOR LAPANGAN)
Semuanya setengah jongkok dalam sepuluh hitungan! Itu sebagai hukuman karena kalian lamban!
Camera pan to satu per satu wajah para mahasiswa baru yang berusaha menahan posisi setengah jongkok. Beberapa di antaranya menunjukkan wajah kelelahan.
Para senior berjalan di sela-sela barisan mahasiswa baru yang tengah dalam posisi setengah jongkok.
Camera pan to salah seorang mahasiswa baru yang raut wajahnya sudah benar-benar kepayahan. Air mukanya seperti ingin menangis. Salah seorang senior yang berkeliling di sela-sela barisan menangkap raut wajah tersebut.
SENIOR 1
Heh, lo nangis?
Mahasiswa itu diam saja.
SENIOR 1
Eh … nangis … nangis! WOOOIII!!! ADA YANG NANGIS!!!!
Para senior pun berlarian menuju sumber suara.
SENIOR 2
Eh, beneran nangis!
SENIOR 3
Hahaha! Ada yang nangis!
SENIOR 4
Cup … cup … cup … duh anak mami, jangan nangis.
Camera pan to wajah mahasiswa baru tesebut. Air mukanya berubah tegang.
MAHASISWA BARU
TIDAK! SAYA TIDAK NANGIS!
SENIOR 1
Wah, jagoan rupanya!
SENIOR 2
Heh, jagoan! Maju lo sana!
Beberapa senior kemudian menarik mahasiswa baru tersebut ke depan barisan.
SENIOR KORLAP
Kenapa tuh anak?
SENIOR 3
Nyolot!
SENIOR KORLAP
(turun dari podium) Oh, rupanya udah ada yang berani nyolot. (mendekati mahasiswa baru tersebut) Karena lu udah berani nyolot, maka lu harus minta maaf. (PAUSE) SIKAP TOBAT!
Para senior itu kemudian memaksa mahasiswa baru itu untuk membungkuk. Beberapa menikung kedua tangannya di punggung, beberapa lagi memaksa membuka lebar kaki mahasiswa baru tersebut.
Camera pan to mahasiswa baru tersebut dengan posisi membungkuk dengan kepala menyentuh lantai, kaki terbuka, pantat di atas dan tangan di punggung.
SENIOR 2
Nungging aja terus lo sampe acara selesai!
BACK TO SCENE 42
Jeffrey mengambil kertas yang terselip itu, kemudian meremasnya, dan melemparnya ke sebuah tong sampah yang ada di sana. Masuk.
Camera pan to kertas lain yang berada di balik selebaran tadi. Sebuah kliping koran yang tertempel di kertas file.
Zoom in ke kliping koran tersebut. Tampak sebuah tulisan agak panjang sekitar satu paragraf.
CU
OSPEK tidak ada gunanya sama sekali. Hanya menjadi ajang senioritas dan kekerasan para senior. Saya tidak mendapatkan apa-apa dari OSPEK kecuali dibentak-bentak. OSPEK seharusnya dilarang saja. Apalagi katanya mahasiswa pejuang reformasi, sering mengecam kekerasan yang dilakukan aparat, tapi kenapa malah melakukan kekerasan pada adik kelasnya sendiri? Mahasiswa seperti ini apa pantas disebut sebagai pejuang moral dan intelektual? – Jimmy (bukan nama sebenarnya), mahasiswa IGTN angkatan 1999
DISSOLVE TO