Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
OSPEK
Suka
Favorit
Bagikan
10. SEQUENCE 9

17. INT. KAMPUS – GEDUNG PELAYANAN ADMINISTRASI – SIANG

Cast: Rangga – Petugas Loket

 

Rangga yang berdiri di depan loket administrasi.

 

PETUGAS LOKET

(menyodorkan kertas dari balik loket) Mas, kalo kamu nggak lulus mata kuliah Pengantar Rekayasa dan Desain I, kamu nggak bisa ngambil Pengantar Rekayasa dan Desain II. Ini nggak bisa masuk ke Formulir Rencana Studi kamu.

 

RANGGA

(sambil melongok kertas yang disodorkan petugas loket) Iya. Tapi ini Cuma kesalahpahaman aja. Saya selalu mengerjakan tugas. Masak sih incomplete?

 

PETUGAS LOKET

Selama nilai kamu “I”, ini mau kayak apapun nggak bisa dimasukkan ke database. Harus ada keterangan lulusnya dulu, minimal “C”. Kalau “D” apalagi “E”, ya nggak lulus, otomatis nggak bisa.

 

RANGGA

(raut wajah panik) Tolong, deh, Pak. Dimasukkan dulu. Ini Cuma miskomunikasi, kok.

 

PETUGAS LOKET

Udah ketemu dosen wali kamu?

 

RANGGA

Udah, Pak. Udah dari kemarin, kok.

 

PETUGAS LOKET

Ada surat keterangan?

 

RANGGA

Maksudnya?

 

PETUGAS LOKET

Iya. (PAUSE) Kamu kan udah ketemu dosen wali. Terus katanya gimana?

 

RANGGA

Kan tadi saya udah bilang, ini kesalahpahaman doang.

 

PETUGAS LOKET

Kalau begitu, saya minta pernyataan tertulis dari dosen wali kamu. Supaya, pengajuan mata kuliah lanjutan kamu itu bisa saya proses, sambil menunggu nilai kamu keluar. Pernyataan tertulis itu adalah untuk dasar saya. Kalau nggak ada pernyataan tertulis, saya masukin mata kuliah ke FRS kamu itu dasarnya apa?

 

RANGGA

(terdiam sebentar) Belum saya minta, Pak.

 

PETUGAS LOKET

(menatap Rangga dari balik kaca loket, lalu menghela napas) (nada suara kesal) Gimana, sih, mahasiswa? (PAUSE) (tetap menatap Rangga) Masak gini aja nggak ngerti?

 

RANGGA

(terdiam)

 

PETUGAS LOKET

Ya udah. Kamu minta dulu ke dosen wali kamu. Baru ke sini lagi.

 

RANGGA

Sekarang?

 

PETUGAS LOKET

Lho, iya! Sekarang! Masak tahun depan?

 

RANGGA

(wajah ditekuk) Aduh, Pak. Saya mana sempet? Dosennya juga belum tentu ada. (PAUSE) Saya juga sibuk, Pak. Lagi banyak kegiatan.

 

PETUGAS LOKET

(nada suara meninggi) Terus kamu pikir saya nganggur? Saya juga sibuk!

 

RANGGA

(menunduk) Iya, deh, Pak. Terima kasih, Pak. (kemudian berlalu)

 

Camera follow Rangga yang berjalan meninggalkan loket.

 

CUT TO

 

18. INT. KAMPUS – GEDUNG SERBAGUNA – KORIDOR – RUANG KESEHATAN

Cast: Inara – Abrar – Rangga

 

Inara berjalan bersama Abrar di koridor ruang serbaguna.

 

INARA

Siapa nama, lo?

 

ABRAR

Abrar.

 

INARA

Gue Inara. (lalu mengulurkan tangan mengajak bersalaman)

 

ABRAR

(tersenyum, menerima uluran tangan Inara) Terima kasih, ya, Kak.

 

INARA

Nggak usah berterima kasih. (PAUSE) Yang penting, setelah ini lo harus berani ngelawan.

 

ABRAR

(menatap Inara) Maksud Kakak?

 

INARA

(menatap Abrar juga) Lo harus berani ngelawan. Jangan mau ditindas. Senior itu emang kerjanya cari-cari kesalahan. Kalo elu nunduk, mereka malah tambah semena-mena.

 

ABRAR

Kalo ngelawan bukannya malah lebih bahaya, ya?

 

INARA

Mungkin. (PAUSE) Tapi setidaknya, setelah itu mereka bakal takut sama lo.

 

Inara masih terus berjalan bersama Abrar. Kemudian berhenti di depan pintu bertuliskan POSKO KESEHATAN.

 

INARA

Gue anter lo sampe sini aja. Bilang aja ke anak kesehatan kalo lo sakit. (kemudian membuka pintu)

 

ABRAR

(terbengong, menatap Inara) (PAUSE) Terima kasih, Kak.

 

Inara tersenyum. Camera pan to seisi ruang Posko Kesehatan yang semuanya menoleh ke Inara.

 

INARA

Gue titip, ya. Tolong jangan diapa-apain.

 

TIM KESMA

Oke, Kak…. (lalu tertawa)

 

Inara menutup pintu. Dan tepat ketika ia berbalik, ternyata ada Rangga.

 

RANGGA

Lo ke sini lagi?

 

INARA

Eh, elu! Kebetulan banget, dari tadi gue cariin. Itu lu ditanyai sama orang administrasi lagi….

 

RANGGA

(memotong) Udah.

 

INARA

Oh, ya udah kalo gitu. (PAUSE) Gue titip, ya. Itu anak, namanya Abrar. Tolong jangan diapa-apain.

 

RANGGA

(memincingkan mata) Abrar?

 

INARA

Iya. Tadi tu anak dikerjain sama Jeffrey. Biasa. Dicari-cari kesalahan.

 

Rangga tidak berkomentar. Ia membuka pintu dan menyapu seisi ruangan, matanya mencari mahasiswa baru yang bernama Abrar.

 

INARA

Ternyata nggak berubah, ya? Yang namanya orientasi, kalo dipegang mahasiswa, jatohnya pasti perpeloncoan.

 

RANGGA

Seenggaknya, gue udah mencoba untuk mengubah dari dalam, meskipun sulit.

 

INARA

Seenggaknya, gue juga berusaha melindungi anak baru, meskipun cuma satu orang! (Inara kemudian melengos pergi).

 

RANGGA

(mengejar Inara) Inara!

 

Namun, Inara tidak menggubris. Inara terus melangkah hingga keluar gedung.

 

RANGGA

(berusaha menjejeri Inara) Ra, lu sampe kapan, sih, mau terus-terusan bersikap begini? Lu sakit hati pas OSPEK tahun lalu? Emangnya dikira gue enggak? Bukan cuma lu yang ngerasa kesal. Semua juga, kali.

 

INARA

(mempercepat langkah) Iya. Cuma, bedanya gue konsisten, lu enggak.

 

RANGGA

Ya ampun, Ra….

 

INARA

Iya, kan? Gue dari dulu sampai sekarang tetap konsisten. Gue nggak suka perlakuan anak senior, maka ketika gue jadi senior gue nggak mau ngelakuin kayak yang dilakuin sama senior-senior yang dulu. Jangan samain gue sama anak-anak yang malah milih balas dendam ke junior. Nggak make sense.

 

RANGGA

Lu pikir gue jadi panitia buat balas dendam? Berapa kali, sih, gue harus bilang kalo gue berusaha mengubah dari dalam. Realistis aja, budaya OSPEK itu susah diubah. Udah dilarang juga tetep aja ada.

 

INARA

Dari tahun lalu, dan tahun-tahun sebelumnya, emangnya ada OSPEK? Kampus-kampus nggak ada yang pake istilah OSPEK. Liat tuh, kampus tetangga yang favorit aja pakai istilah SARASEHAN. Nggak ada OSPEK-OSPEK-nya.

 

Inara memperlambat langkahnya. Begitu juga Rangga. Mereka tiba di pinggir jalan yang berada di komplek kampus. Inara celingukan seperti bingung mau ke mana.

 

RANGGA

Iya, Ra. Yang lu omongin itu emang bener.

 

INARA

(menoleh ke Rangga) Terus kenapa lu gabung jadi panitia? Mengubah dari dalam? Bullshit! Lu kira gue bego? Hampir nggak ada bedanya sama OSPEK kita tahun lalu. (Inara lalu berjalan menuju halte)

 

LS Inara dan Rangga berjalan menuju halte.

 

RANGGA

Udah ada yang berubah. Bentakannya nggak sekeras dulu. Terus anak baru juga boleh jajan di kantin pas istirahat.

 

INARA

Trus, yang tadi gue lihat di koridor itu apa? Elu bahkan nggak bisa ngelawan Jeffrey!

 

Rangga menghela napas. Ia tidak menjawab.

 

Camera follow Inara dan Rangga hingga mereka terhenti di sebuah tiang listrik. Mata Inara tertumbuk pada pamflet yang tertempel di tiang tersebut.

 

Camera pan to pamflet.

 

CU

OSPEK BUDAYA KOLONIAL

TOLAK OSPEK!

 

INARA

(menyobek pamflet tersebut) Apa, nih?

 

Rangga ikut melihatnya. Pandangannya tertuju ke tiang tempat ditempelnya pamflet tersebut, dan ia menemukan pamflet lain.

 

Camera pan to pamflet.

 

CU

Di mana hati nuranimu wahai BEM sang pejuang MORAL dan INTELEKTUAL? Atau sudah berubah menjadi BEJAT ETIKA DAN MORAL?

TOLAK OSPEK

BUBARKAN KEPANITIAN TKM

BERSIHKAN PSSA DARI MAHASISWA BERMENTAL PENINDAS!

 

Rangga membaca pamflet tersebut, kemudian menoleh ke Inara.

 

INARA

Kenapa ngeliat gue? Lu nuduh gue yang bikin selebaran itu?

 

RANGGA

(tidak menggubris pertanyaan Inara, matanya kembali fokus menatap pamflet) Kok gue baru liat, ya? Ini siapa yang bikin?

 

CUT TO

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar