Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
89. INT. KANTOR SKYLINE BOOKS - DAY
Kantor Skyline Books terlihat sibuk. Beberapa anggota tim terlihat mondar-mandir di antara meja-meja kerja. Beberapa yang lain sibuk dengan komputer mereka. Terlihat Melia dan Ben yang berdiri di belakang salah satu tim yang sedang sibuk di mengutak-atik tabletnya di meja.
Di layar tablet, kita bisa melihat akun @skylinebooks mengunggah pengumuman buku ilustrasi Claudine yang akan rilis. Jumlah likesnya sudah ribuan. Melia mengangguk puas melihat unggahan itu.
MELIA
Sesuai rencana, ya. Kita posting
detail bukunya besok dan pre-order
kita buka minggu depan.
Tim Skyline itu mengangguk patuh. Ben mendekat, melihat ke layar dengan penasaran dan sedikit cemas.
BEN
Coba lihat komennya, deh.
Ben membuka bagian komen. Mereka bertiga membaca sekilas komen-komen bernada antusias. Melia tersenyum bangga di sampingnya, tetapi tiba-tiba senyumannya meluntur dan matanya menyipit saat membaca beberapa komentar dari akun yang sama berurutan:
"Waduh s3 marketing, nih. Enggak main-main! Beneran ternyata cuma settingan, sial!"
"Sekarang kelihatan beneran emang cuma buat jualan aja, kan, intinya? Gila masalah sensitif kayak gitu buat jualan."
"Kalian semua coba cek artikel di majalah FAME, linknya ada di bio gua"
Wajah Melia, Ben, dan tim Skyline itu langsung menegang. Dengan panik dan buru-buru, mereka membuka profil pemberi komentar itu dan membuka link di sana. Sebuah artikel dari majalah FAME terpampang di layar.
MATCH CUT TO:
90. INT. KONTRAKAN CLAUDINE/ KANTOR SKYLINE BOOKS - AT THE
SAME TIME
Halaman artikel majalah FAME terlihat di layar handphone. Kita bisa membaca dengan jelas judul dan ilustrasi milik Claudine yang dipajang di sana :'Mental Health, Empati atau Sebuah Strategi?'
Claudine menatap layar itu dengan muram. Dia terus scrolling ke bawah, membaca artikel itu dengan hati-hati.Tangan Claudine yang menggenggam handphone terlihat bergetar. Matanya mulai terlihat basah, seperti akan menangis. Dengan tangannya yang gemetaran, Claudine menutup artikel itu dan menghubungi Ben. Tak lama kemudian, Ben menjawab dengan suara yang panik dan terburu-buru.
BEN (V.O.)
Claudine, kamu jangan panik, ya.
Kita usahain artikel itu secepatnya
dihapus.
Terdengar suara ribut, Ben seperti sedang berbicara dengan orang lain.
BEN (V.O.)
Kita langsung ke kantor FAME. Kita
selesaiin semuanya hari ini. Kamu
tenang, ya. Jangan khawatir. Kita
pasti-
CLAUDINE
(lirih)
Ben, aku ikut...
INTERCUT - PHONE CONVERSATION
Ben yang tadinya melangkah menuruni tangga dengan buru-buru, mendadak berhenti.
CLAUDINE (V.O)(CONT'D)
Aku ikut, ya, Ben. Boleh, kan?
Ben menggaruk lehernya dengan bingung.
BEN
Tapi, Claudine.
(beat)
Kamu yakin?
Claudine menerawang sejenak, terlihat takut. Namun, akhirnya dia mengangguk untuk meyakinkan dirinya.
CLAUDINE
Artikel itu tentang aku. Jadi aku
harus ikut jelasin.
BEN
Tapi, Claudine, di sana nanti bakal
banyak orang dari majalah FAME yang
belum pernah ketemu kamu. Tim kita
juga bakal ikutan.
(beat)
Kamu yakin sanggup?
CLAUDINE
Aku coba... Aku harus coba...
Ben menimbang-nimbang sejenak, sampai akhirnya dia menyerah.
BEN
Aku jemput kamu, ya. Tunggu.
Ben memasukkan ponselnya dan kembali menuruni tangga secepat mungkin.
91. INT. KANTOR AVENIR - AT THE SAME TIME
Mahesa fokus membaca artikel di komputernya. Dari matanya yang bergerak mengikuti kalimat yang dibacanya, kita bisa melihat kemarahan yang terus bertambah. Tangannya mengepal keras di samping keyboard. Layar komputer Mahesa menunjukkan artikel dari majalah FAME.
MAHESA
(berbisik marah)
Sialan!
Luki yang duduk di sampingnya mengernyit kaget. Mahesa tiba-tiba bangkit berdiri, Luki dan 3 tim Avenir Tech yang lain mendongak kaget. Luki ikut berdiri.
LUKI
Lo mau kemana?
Mahesa mengabaikan Luki dan berjalan menuju pintu ke luar kantor. Luki mengikutinya. Mahesa mengeluarkan handphone dan mencoba menelepon Claudine. Claudine tak kunjung menjawabnya.
MAHESA
Gue keluar dulu.
LUKI
Apaan? Lo mau ke mana? Ngapain? Lo
enggak mau jelasin ke gue apa?
MAHESA
Enggak sempet. Mendingan lo cek
aplikasi FAME sialan itu.
Luki mengernyit heran.
LUKI
Kok, lo malah jadi nyalahin
aplikasi buatan kita?
Mahesa berhenti dan menghadap Luki, terlihat marah.
MAHESA
Ya, lo cek sendiri aja. Aplikasi
itu isinya apaan? Valid enggak?
Nyakitin orang, enggak?
Luki makin tak mengerti.
LUKI
He, lo kenapa, sih?
Mahesa mengabaikan Luki dan terus berjalan cepat ke luar kantor. Luki hanya bisa menatap Mahesa dengan bingung dan kecewa.
92. INT. KANTOR MAJALAH FAME - DAY
Claudine merasakan handphonenya yang terus bergetar. Dia melihat layarnya. Terlihat panggilan dari Mahesa. Claudine berniat mengangkatnya, tetapi karyawan FAME tiba-tiba muncul dan berbicara kepada Melia. Claudine langsung mematikan panggilan Mahesa dan memasukkan handphone kembali ke tas. Claudine, Mahesa, Melia, dan dua tim Skyline yang langsung mendekati karyawan FAME itu.
KARYAWAN FAME
Silakan, saya antar ke ruang
meeting dulu. Nanti tim redaksi
kamu menyusul.
Mereka berjalan mengikuti karyawan FAME itu. Dari seberang ruangan, terlihat Bella dan Laras muncul dan ikut berjalan ke arah mereka. Claudine yang berjalan paling belakang, membeku kaget saat melihat Laras. Laras yang juga melihat Claudine justru tersenyum tenang, sama sekali tak terkejut melihat Claudine. Laras berhenti di depan Claudine, membiarkan Bella berjalan meninggalkannya.
LARAS
Hai, Claudine. Lama enggak ketemu,
ya.
CLAUDINE
(lirih, tercekat)
Kamu ngapain di sini?
LARAS
Aku kerja di sini. Emang Mahesa
enggak bilang ke kamu?
Claudine menatap Laras lama. Wajahnya memucat. Seluruh tubuhnya bergetar. Matanya bergerak ke sana ke mari, seperti berusaha merangkai kesimpulan di kepalanya. Matanya mulai basah saat menyadari sesuatu.
CLAUDINE
(hampir menangis)
Kamu kenapa, sih, kayak gini ke
aku?
LARAS (CONT'D)
(mengangkat alis)
Kayak gimana emang?
(beat)
Harusnya aku dong yang tanya ke
kamu. Kalau ilustrasi kamu emang
bagus, apa iya kamu perlu pakai
strategi murahan kayak gini? Emang
kamu enggak ngerasa bersalah sama
orang-orang yang udah kamu
bohongin? Mereka semua dukung kamu
karena kasihan, padahal kamu di
sini baik-baik aja.
CLAUDINE
Baik-ba-
Ucapan Claudine terputus, tercekat oleh kemarahannya sendiri. Claudine ingin tertawa dan menangis secara bersamaan. Dia menatap Laras dengan tak percaya.
CLAUDINE (CONT'D)
Kamu pikir aku baik-baik aja?
Setelah semua itu?
Laras mengerutkan dahi, berpikir sejenak.
LARAS
Kamu kelihatan baik-baik aja, kok,
di IG Mahesa. Emang ada masalah
lain?
Laras berusaha mengingat sejenak.
LARAS (CONT'D)
Oh, maksud kamu masalah jaman SMA
itu?
Laras tertawa pelan. Claudine makin terperangah, tak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya.
LARAS (CONT'D)
Jangan kayak anak kecil, lah,
Claudine. Itu udah lama banget. Aku
aja bisa move on dari Mahesa dan
maafin kamu. Harusnya kamu juga
bisa berdamai sama masa lalu kita,
dong.
BELLA (O.S.)
Laras? Ayo!
Laras menoleh ke arah Bella yang berdiri di ambang pintu. Laras mengangguk ke arah Bella dan bergegas menyusul Bella, meninggalkan Claudine yang masih mematung sendiri.
Claudine membeku di tempat. Pandangannya menerawang jauh. Tubuh Claudine gemetar hebat dan terlihat seperti kehabisan nafas. Kita melihat Claudine yang mengabur. Kilasan-kilasan memori perundungannya saat SMA, terlihat berbayang di sekelilingnya. Kita melihat tangan Claudine yang gemetar mulai mengepal kuat. Lalu air mata menetes di pipinya.
Seperti setengah sadar, Claudine berjalan cepat menyusul Laras dan langsung menampar pipinya dengan keras. Bella yang berada di dekat Laras, menoleh dengan kaget. Mahesa dan Melia yang muncul untuk mencari Claudine juga terperangah kaget. Laras memegang pipinya sambil menatap Claudine, tak percaya. Claudine pun baru tersadar dan menatap tangannya sendiri dengan terkejut.
Bella langsung memeriksa wajah Laras dengan panik.
BELLA
Ras, enggak papa kamu?
(ke Claudine)
Tolong, ya. Kita enggak masalah
kalau kalian mau protes, tapi
enggak gini caranya! Bisa diomongin
baik-baik!
Claudine masih memandangi tangannya dan tak mendengar ucapan Bella. Ben berlari menghampirinya, meraih bahunya dengan cemas.
BEN
Claudine, kamu kenapa?
BELLA
Tolong penulis kalian itu diajarin
sopan santun! Enggak bar-bar gini
kalau mau nyelesaiin masalah!
Melia ikut mendekat dan meminta maaf dengan panik. Ben tak memedulikan keributan itu dan memandangi Claudine yang masih terlihat syok dan tak berhenti memandangi tangannya.
BEN
(berbisik)
Kita pulang, ya.
Ben mengeratkan genggamananya di bahu Claudine yang gemetar.
93. EXT. HALAMAN SAMPING CAFE AWAN BERCERITA - DAY
Mahesa mondar-mandir dengan panik di halaman sambil terus menghubungi nomor Claudine. Rere keluar dari cafe dan terlihat sama khawatirnya.
RERE
Masih enggak diangkat?
Mahesa menggeleng. Dia memeriksa handphonenya sejenak, kemudian kembali mencoba mengubungi Claudine.
RERE (CONT'D)
Kamu enggak ada bayangan apa dia ke
mana? Susulin aja langsung.
Tak berapa lama, mobil Ben terlihat mendekat dan berhenti di depan cafe. Ben dan Claudine turun dari mobil itu. Mahesa langsung menghampiri Claudine dan merebutnya dari Ben. Claudine terlihat begitu lemas, tatapannya kosong.
MAHESA
Claudine?
(ke Ben)
Claudine kenapa?
Ben menarik nafas dan menggeleng pelan. Terdengar isakan pelan Claudine, membuat Mahesa kembali menatapnya lekat.
MAHESA (CONT'D)
Claudine, kenapa? Ada masalah apa?
Claudine tak menjawabnya dan justru menangis semakin keras. Mahesa langsung memeluknya erat. Claudine menyembunyikan wajahnya di dada Mahesa dan menangis sekuat tenaga. Mahesa membelai kepalanya dengan lembut, berusaha menenangkan sambil bertanya-tanya sendiri apa yang terjadi. Ben dan Rere menatap Claudine dengan cemas.