Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
1. EXT.TERAS KONTRAKAN CLAUDINE/HALAMAN CAFE - DAY
Sebuah cafe yang tak terlalu ramai. Terlihat plang kayu di
depan cafe bertuliskan: 'Awan Bercerita : Coffee. Food.
Story'. Beberapa motor diparkir dengan asal di halaman
samping yang kosong. Di samping bangunan cafe itu, kita bisa
melihat sebuah tangga sempit yang mengarah ke lantai 2 yang
kotor dan berantakan.
Di lantai 2, tepat di atas cafe itu, terdapat dua ruangan
dengan yang dua-duanya tertutup rapat. Seorang lelaki
kurus,dengan pakaian stylish, sedang mondar-mandir
kebingungan di teras. Lelaki itu bernama LUKI, 24 tahun.
Luki mencoba membuka pintu ruangan sebelah kanan, tetapi
gagal. Dia kemudian beralih ke ruangan sebelah kiri. Ada
sandal dan sepatu bersih yang tergeletak di depan pintu,
membuatnya mengambil kesimpulan ada orang di dalam sana.
Luki mencoba mengetuk pintu berkali-kali, tetepi tak ada
jawaban.
LUKI
(dengan nada sopan)
Permisi
(beat)
Assalamualaikum?
Masih tak ada jawaban. Luki menyoba mengetuk sekali lagi.
PAPANG (O.S.)
(berseru)
Enggak bakal dijawab, Mas!
Luki agak terlonjak kaget dan melongok ke bawah, di sana
terlihat seorang lelaki mengenakan celemek cokelat dan
menenteng tas plastik berisi sampah, mendongak. Dia adalah
PAPANG, karyawan cafe,20 tahun.
LUKI
(ke Papang)
Emang enggak ada penghuninya?
PAPANG
Ya, ada sih, Mas.
(beat)
Tapi gaib.
Wajah Luki langsung berubah ketakutan dan panik. Dia menatap
pintu dan Papang bergantian.
LUKI
M-maksudnya gaib? Berhantu gitu?
Saya rencana mau ngontrak yang
situ, lho, Mas! Beneran berhantu?
PAPANG
Ya, pokoknya gitu deh, Mas. Kalau
mau coba lihat dalamnya, coba
hubungi yang punya aja, Mas. Yang
punya tinggal di Jakarta, tapi
kayaknya ada warga yang dipasrahin
bawa kuncinya. Sering, kok, ada
yang mampir buat lihat-lihat
kontrakan.
(beat)
Tapi, ya, enggak ada yang mau.
Luki melotot panik, sementara Papang masih terlihat santai.
Tiba-tiba suara pemilik Cafe Awan Bercerita, RERE (24)
memanggil Papang dengan tak sabar.
RERE (O.S.)
(berteriak)
Pang, kamu aku suruh buang sampah,
ya! Bukan ngobrol!
PAPANG
(berteriak ke Rere)
Eh, iya, Mbak Re!
(ke Luki)
Permisi, Mas.
Luki tak menjawab, masih terdiam berusaha mencerna
informasi tadi, kemudian bergidik ngeri. Luki mengeluarkan
ponselnya dari saku celana dan mengetik pesan dengan cepat
di sana. Dengan buru-buru, dia menuruni tangga.
Setelah kepergian Luki, kita bisa melihat ke jendela,
sepasang mata mengintip dari sela tirai, tatapannya tajam
dan misterius.
2. INT. KONTRAKAN CLAUDINE - CONTINUOUS
Seorang gadis mungil berambut panjang mengintip dari sela
tirai. Gadis itu bernama CLAUDINE, 24 tahun.Ruangan
sekitarnya yang gelap membuatnya terlihat dingin dan
misterius. Pandangannya mengikuti Luki yang menuruni tangga,
sesaat kemudian dia menghela nafas lega setelah memastikan
Luki benar-benar pergi.
Dia menekan sakelar di sampingnya dan lampu kamar menyala
terang. Suasana seram di ruangan itu tadi langsung berubah
menjadi manis dan hangat. Claudine melangkah menyusuri
ruangannya, kita bisa melihat meja kerjanya yang rapi terisi
buku-buku, alat gambar, dan bunga imitasi. Ada layar
komputer besar yang memperlihatkan Adobe Ilustrator terbuka
dan gambar yang setengah jadi. Beberapa ilustrasi buatannya
ditempel menghiasi dinding. Kita melihat ilustrasi itu satu
persatu, semua memiliki persamaan: seorang gadis yang
tinggal di awan.
Di sampingnya, ada cermin, rak buku, sofa bed dan barang
lain yang diatur dengan rapi. Ruangan itu sempit, tetapi
Claudine mengaturnya sedemikian rupa hingga terlihat lapang
dan nyaman.
Cludine terus berjalan sampai ke ujung ruangan dan kita bisa
melihat sebuah dapur kecil dengan peralatan masak yang cukup
lengkap. Ada oven dan kulkas mini di sana. Claudine membuka
kulkas dan mengeluarkan kaleng tuna. Di sampingnya, ada
sebuah panci di atas kompor yang menyala. Claudine
membukanya, terlihat sup yang mendidih, lalu memasukkan
daging tuna ke sana. Claudine tersenyum senang sambil
menunggu supnya matang.
CUT TO:
3. INT. KONTRAKAN CLAUDINE - MOMENTS LATER
Claudine duduk di kursi, menyantap sup tuna pedas di meja.
Tangan kirinya memegang handphone, asyik menonton travel
vlog. Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Video vlog di
layarnya berganti menjadi tanda panggilan masuk. Tertulis
'Mama' di sana. Claudine mendengus malas. Setelah
membiarkannya berdering beberapa saat, Claudine baru
mengangkat panggilan itu.
CLAUDINE
Halo?
MAMA (V.O.)
Claudine? Lama banget ngangkatnya.
Kamu lagi ngapain emang?
Claudine menatap makanan di depannya.
CLAUDINE
(lirih)
Ngerjain ilustrasi
MAMA (V.O.)
Oh, lagi di kantor berarti?
Claudine menggaruk pelipisnya dan berdeham pelan.
CLAUDINE
(semakin lirih)
Iya.
MAMA (V.O.)
Kamu beneran enggak bisa datang ke
ulang tahunnya Tante Meri? Tahun
lalu kamu udah enggak dateng. Nanti
Mama ditanyain.
CLAUDINE
Aku sibuk, Ma. Banyak kerjaan
MAMA (V.O.)
Halah, kerjaan apa? Bilang itu sama
penerbitmu, gaji enggak seberapa
kok ngasih kerjaan enggak tahu
waktu.
Claudine mendengarkan Mama sambil memijat keningnya,
terlihat amat lelah.
MAMA (V.O.)
Kamu dari dulu persis bapakmu. Diem
aja disuruh ini itu.
Claudine memainkan sendok di tangannya, berusaha keras untuk
mendengarkan dengan sabar.
MAMA (V.O.) (CONT'D)
Ya, udah. Begitu ada waktu kosong,
kamu pulang. Wong, Jogja-Solo
enggak jauh. Mama tutup, ya. Salam
buat temen-temenmu di kantor.
Claudine tak menjawab dan membiarkan sambungan mereka
terputus. Begitu menurunkan handphone, Claudine kembali
menyendok makanannya, tetapi nafsu makannya sudah hilang dan
dia berhenti makan. Ada rasa bersalah karena sudah berbohong
kepada Mama barusan. Claudine beranjak dan berpindah duduk
ke depan komputer, melanjutkan ilustrasinya yang belum
selesai. Sebuah pesan muncul di komputernya, mengalihkan
perhatiannya. Tertulis sebuah pesan dari kontak bernama :
Ben (Editor Skyline Books). BEN, 26 Tahun, adalah editor
Claudine. Pesan yang muncul: "Revisinya udah aku kirim via
email, ya. Pemimpin redaksi minta ada yang diubah dikit.
Kira-kira besok selesai, enggak? Enggak banyak, kok."
Claudine membaca cepat, kemudian membalas: "Aku usahakan,
ya." Balasan dari Ben masuk dengan cepat. "Ilustrasi buat
buku yang baru bisa sekalian besok? Biar enggak mepet kalau
ada revisi." Claudine menarik nafas berat kemudian membalas:
"Oke." Ben membalas lagi: "Oke kalau gitu."
Claudine membaca balasan singkat itu dan terdiam, menatapnya
lama, kecewa. Claudine hendak kembali menyelesaikan
ilustrasinya saat pesan baru dari Ben kembali muncul:
"Semangat, Claudine" disertai stiker senyum. Claudine tak
bisa menahan senyumnya. Senyumannya masih belum bisa bilang
saat Claudine melanjutkan ilutrasinya.
4. INT. TOKO BUKU - NIGHT
Luki sedang menelusuri toko buku sambil berbicara lewat
handphone. Wajahnya terlihat gusar.
MAHESA (V.O.)
Mana foto kontrakannya, Ki? Katanya
mau lo kirim.
LUKI
Aduh, Mahesa! Gue kan udah bilang,
kontrakannya berhantu. Jangan di
situ, ah. Cari yang lain aja.
7. INT. KAMAR MAHESA - SAME TIME
MAHESA,24 tahun,tampan dengan tubuh tinggi menjulang. Dia
mengenakan kaos dan celana training yang santai. Dia
berbicara dengan Luki lewat handphone sambil memasukkan
barang-barang ke kardus.
MAHESA
Hantu apa? Emangnya lo lihat?
INTERCUT - PHONE CONVERSATION
LUKI
Enggak usah lihat juga udah kerasa.
Merinding gue di sana. Mana kotor
banget tempatnya. Udah, cari yang
lain aja.
MAHESA
Gue udah cocok sama harganya.
(beat)
Lagian lo yang bilang kalau di sana
aksesnya gampang. Deket sama
supermarket, stasiun-
LUKI
(menyela Mahesa)
Sempit tempatnya, He. Sama kamar lo
aja kayaknya luasan kamar lo.
(beat)
Lagian lo ngapain, sih, pakai
pindah segala? Udah enak-enak punya
rumah bagus.
Mahesa terdiam sejenak, mencoba menahan emosinya.
MAHESA
Kalau gue di sini gue enggak bisa
bebas kerja sama lo.
LUKI
(menarik nafas))
Kan, gue udah bilang, enggak kerja
sama gue juga enggak apa-apa.
Lagian kalau lo kerja di perusahaan
om lo itu, masa depan lo udah
terjamin.
(beat)
Perusahaan gue masih start-up. Gaji
buat diri sendiri aja kadang susah.
MAHESA
(menggeleng)
Perasaan gue udah bahas sama lo.
Gue enggak mau ngikutin kata bokap
gue lagi.
(beat)
Udah cukup masa remaja gue diatur
sama dia. Nyatanya apa? Rencana dia
gagal juga, kan?
LUKI
Ya, kan itu bukan maunya bokap lo
juga, He.
Mahesa terdiam lagi, berpikir. Dia tahu Luki benar, tetapi
dia tak mau mundur dari keputusannya. Mahesa menutup
kardusnya dengan gerakan tegas, membuat keputusan.
MAHESA
Jadinya lo mau bantuin gue, enggak?
Kalau lo enggak mau, biar gue yang
ke sana sendiri, deh. Beberapa hari
tidur di kantor dulu enggak
apa-apa, kan?
LUKI
Ya elah, iya gue bantuin.
Besok gue ke sana. Gue fotoin
hantunya buat lo.
MAHESA
(tertawa)
Salam ya buat hantunya.
Luki mengomel tak jelas sebentar dan mengakhiri
panggilannya. Mahesa menurunkan ponselnya. Dia merenung
sejenak sambil menatap barang-barang yang telah
dimasukkannya ke kardus dan kamarnya yang mulai terlihat
kosong. Ada sebuah bola di sudut ruangan. Mahesa mengambil
dan memandanginya lama. Dia berusaha tersenyum, meyakinkan
dirinya, kemudian memasukkan bola itu ke kardus.