Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
67. I/E. CAFE AWAN BERCERITA/ HALAMAN SAMPING CAFE - DAY
Papang sedang membersihkan meja cafe di samping dinding kaca saat dia melihat mobil Ben berhenti di halaman samping cafe. Papang mulai memperhatikan dengan heran saat Ben dan Melia turun dan berjalan ke arah tangga kontrakan.
PAPANG
(setengah berbisik)
Mbak Nad. Mbak Nad. Sini, deh!
Nadia mendekat dan ikut memperhatikan Ben dan Melia yang sedang menaiki tangga.
NADIA
Kok, tumben amat ada tamu? Tamunya
Mas Mahesa?
PAPANG
Harusnya, ya. Tapi Mas Mahesa
kayaknya tadi pagi keluar, deh.
Papang dan Nadia sampai ke luar cafe untuk terus memperhatikan Ben dan Melia. Saat Ben dan Melia berhenti di depan pintu kontrakkan Claudine, mereka langsung saling berpandangan dengan kaget. Rere melihat kelakuan Papang dan Nadia, lalu ikut mendekat dengan kesal.
RERE
(menggerutu)
Kalian emangnya aku bayar buat
gosip apa-
Ucapan Rere terhenti saat dia ikut melihat ke lantai dua. Rere terlihat khawatir dan kemudian tanpa berpikir langsung menyusul ke lantai dua. Papang dan Nadia pun mengikuti Rere.
68. I/E. TERAS KONTRAKAN/ KONTRAKAN CLAUDINE - DAY
Ben mengetuk pintu berkali-kali, tetapi tak ada jawaban.
INTERCUT:
Di dalam kontrakan, Claudine berdiri di belakang pintu dengan takut-takut. Claudine menatap penuh harap ke arah rak buku, mengharapkan kehadiran Mahesa.
Ben masih mencoba mengetuk pintu. Melia di sampingnya terlihat tak sabar.
MELIA
(ke Ben)
Bener ini kontrakannya?
BEN
Di biodatanya, sih, gitu, Bu.
Claudine mendengar semua itu dan semakin panik. Dia bersembunyi makin dalam di kamar mandi.
Ben berhenti mengetuk sejenak, mulai ragu.
BEN
Lagi pergi apa, ya?
Melia melihat ke lubang ventilasi dan menyadari lampu yang menyala di dalam.
MELIA
(berbisik)
Coba sekali lagi. Siapa tahu lagi
ngapain.
Ben menurut dan mengetuk pintu dengan lebih keras. Sampai suara Rere membuatnya berhenti mengetuk.
RERE (O.S.)
Kalian siapa, ya?
Ben menoleh dan menemukan Rere yang berdiri di depan tangga, menatap galak dengan gaya cueknya. Papang dan Nadia yang berdiri di belakangnya, ikut menatap sok galak.
RERE (CONT'D)
Ada urusan apa?
Ben tersenyum ke Rere sesopan mungkin.
BEN
Kita mau ketemu Claudine Aludita.
(beat)
Ini bener kontrakannya Claudine
Aludita, kan? Yang ilustrator itu.
Kenal, kan?
Papang dan Nadia mengerutkan dahi dan saling bertatapan bingung, sementara Rere masih memasang tampang galak.
RERE
Kalian siapanya Claudine?
MELIA
Kita dari penerbitnya.
BEN
Dari kemarin saya udah coba
hubungin Claudine, tapi enggak ada
tanggapan. Kebetulan kemarin
Claudine sakit, jadi kita khawatir
kalau-
Rere mendekat ke arah Ben dan Melia, membuat ucapan Ben terhenti.
RERE
(nada memerintah)
Minggir.
Ben dan Melia terlihat bingung, tetapi mereka menuruti Rere. Rere berdiri tepat di depan pintu, dengan Ben dan Melia di samping kanan-kirinya. Papang dan Nadia mengamati dari jauh dengan penasaran. Rere langsung mengetuk pintu, dua kali lebih keras daripada Ben tadi.
Di dalam kontrakan, Claudine makin ketakutan mendengar ketukan Rere. Rere berbicara dengan nada yang tegas dan mengancam.
RERE (O.S.)(CONT'D)
(ke Claudine)
Mau sampai kapan kamu di dalem?
Kamu mau ngebiarin mereka nunggu di
sini sampai jamuran apa?
Claudine terkejut mendengar suara Rere. Dia pun kembali melongok dari kamar mandi dekat takut-takut, tetapi penasaran.
RERE
Mereka bilang mereka dari penerbit
kamu. Kalau kamu enggak bukain
pintu, mereka bisa aja pecat kamu
dari kerjaan.
BEN
(berbisik takut)
Enggak sampai segitunya, kok, Mbak.
Rere menatap Ben dengan tajam, memintanya diam. Ben menutup mulutnya dan mengangguk pasrah. Rere kembali mengetuk pintu itu keras-keras.
RERE
Claudine! Claudine! Cla-
Pintu itu tiba-tiba terbuka, memperlihatkan Claudine yang terlihat kusut dengan hoodie kebesarannya. Mereka semua melihat ke arah Claudine. Claudine sendiri kaget melihat begitu banyak orang di depan kontrakannya dan langsung menunduk dalam.
CUT TO:
69. INT. KONTRAKAN CLAUDINE - DAY
Claudine dan Melia duduk di tepi tempat tidur, sementara Mahesa duduk di kursi meja makan. Claudine duduk dengan tegang, masih menunduk dalam-dalam. Melia memperhatikan wajah Claudine yang pucat dan tangannya yang mengepal kuat di paha.
BEN
Kamu masih sakit, Claudine?
Claudine menggeleng. Melia memperhatikan tiap gerak-gerik Claudine yang terlihat gugup dan canggung. Juga tatapan matanya yang selalu mengindari kontak mata. Melia tersenyum, kemudian mengalihkan pandangan ke arah dinding, menatap ilustrasi buatan Claudine.
MELIA
Itu semua buatan kamu?
Claudine mengangguk ragu.
MELIA (CONT'D)
Kamu pasti sudah dengar dari Ben
masalah buku ilustrasi itu, kan?
(beat)
Sekarang saya tahu kenapa Ben
ngotot ngusulin kamu.
Melia kembali mengalihkan pandangannya ke ilustrasi-ilustrasi yang tertempel di dinding.
MELIA (CONT'D)
Kamu punya potensi besar, Claudine.
Sayang kalau ilustrasi-ilustrasi
ini cuma berakhir di dinding kamar.
Kita bisa bantu supaya karya kamu
dilihat lebih banyak orang.
Claudine menggeleng pelan.
CLAUDINE
Saya bukan menggambar untuk dilihat
orang.
MELIA
Oke, kamu mungkin enggak pengin,
tapi gimana sama orang lain?
(beat)
Mungkin aja, ada orang yang bisa
terhibur lihat karya kamu. Atau
bisa bahagia karena karya kamu.
Orang-orang di luar sana.
Orang-orang kayak kamu.
Melia meraih tangan Claudine dan menggenggamnya.
MELIA (CONT'D)
Apa kamu enggak pengin bikin mereka
bahagia?
Claudine melirik ke arah Ben. Ben mengangguk. Kemudian menatap sekilas ke arah Melia, sampai akhirnya kembali menunduk. Claudine memperhatikan tangannya yang digenggam Melia. Sementara itu, Melia memandangi Claudine, lalu mengulaskan senyum licik.
70. INT. KONTRAKAN CLAUDINE - NIGHT
Claudine mendongak menatap ilustrasinya di dinding. Ucapan Melia kembali terngiang di telinganya.
MELIA (V.O.)
Kita pasti bantu kamu, Claudine.
Apa pun supaya kamu nyaman bekerja
sama kita. Supaya kamu bisa
berkarya sepuasnya.
Claudine menarik nafas, memikirkan keputusan yang harus dia ambil.
Saat itu, tiba-tiba mati lampu. Claudine langsung menuju dapur, membuka laci untuk mencari lilin, tetapi tak kunjung menemukannya. Tiba-tiba, Claudine mendengar suara ketukan dari arah rak buku. Claudine melirik waspada. Dia meraih sendok dari laci sambil pelan-pelan menoleh ke arah rak buku. Di sela rak, dia melihat wajah Mahesa yang disinari senter. Claudine langsung berteriak ketakutan sambil melemparkan sendok itu ke wajah Mahesa. Mahesa kaget sampai terjengkang ke belakang. Dia mengaduh kesakitan.
MAHESA (O.S.)
Aduh...Claudine...
Claudine yang mulai tenang mencoba melihat dengan lebih saksama. Bahunya turun saat menyadari sosok itu adalah Mahesa.
71. EXT. TANGGA KONTRAKAN - MOMENTS LATER
Claudine dan Mahesa duduk di anak tangga paling atas. Kontrakan mereka masih mati lampu, hanya lampu dari cafe Awan Bercerita yang masih menyala. Claudine sedang mengoleskan salep di dahi Mahesa yang biru karena sendok yang dilemparnya tadi. Mahesa meringis kesakitan.
CLAUDINE
Makanya jangan nakut-nakutin orang.
MAHESA
Aku enggak nakut-nakutin. Aku malah
mau nawarin senter.
CLAUDINE
Ya, ngapain mesti muncul diem-diem
gitu? Kan, manggil aku biasa juga
bisa.
MAHESA
Ya, maaf...
Claudine masih merengut. Mahesa menatap Claudine lebih lekat.
MAHESA (CONT'D)
(lebih lembut)
Claudine, maaf...
Claudine membalas tatapan Mahesa. Sesaat mereka saling menatap dengan lekat.
MAHESA (CONT'D)
Maafin aku...
Claudine menurunkan tangannya dari dahi Mahesa, mengalihkan pandangan dengan salah tingkah. Mahesa terus menatapnya dengan penuh kesungguhan.
MAHESA (CONT'D)
Aku tahu aku udah jahat ke kamu.
Kamu pasti benci banget sama aku,
ya?
Claudine menunduk, memutar-mutar salep di tangannya.
CLAUDINE
Maunya, sih, gitu...
(beat)
Tapi ternyata enggak bisa...
Mahesa berusaha keras menahan senyum di wajahnya.
MAHESA
Kenapa enggak? Aku pantes, kok,
kamu benci.
Claudine menoleh, lalu menunjuk kedua mata Mahesa.
CLAUDINE
Kamu selalu ngelihatin aku kayak
gitu. Gimana caranya aku bisa
benci?
Mahesa pun menyunggingkan senyumnya. Claudine memiringkan kepalanya, menunjukkan tatapan penuh tanya.
CLAUDINE (CONT'D)
Aku mau tanya, deh. Jujur, ya.
(beat)
Aku kelihatan menyedihkan banget,
ya? Kayak enggak baik-baik aja?
Mahesa menyipitkan matanya.
MAHESA
Kok, nanyanya gitu?
CLAUDINE
Karena kamu selalu ngelihatin aku
kayak gitu.
(beat)
Ben juga. Rere juga.
Mahesa berdecak, lalu mencondongkan tubuhnya lebih dekat dengan Claudine, menyamakan posisi wajah mereka.
MAHESA
Aku, kan, pernah bilang. Kalau ada
yang ngelihatin kamu kayak gini,
bukan berartinya artinya kamu jelek
atau mereka kasihan. Bisa jadi
karena-
Wajah Claudine terlihat begitu dekat, membuat Mahesa tiba-tiba gugup dan kehilangan kata-kata.
MAHESA (CONT'D)
Karena...
Claudine memiringkan kepala, menunggu kelanjutan ucapan Mahesa. Mahesa berdeham dan membenarkan posisi duduknya.
MAHESA (CONT'D)
Sekarang aku, deh, yang tanya sama
kamu.
(beat)
Apa kamu sendiri bener ngerasa
baik-baik aja?
Ekspresi Claudine mengeras saat mendengar pertanyaan itu.
MAHESA (CONT'D)
Apa kamu sekarang...ngerasa bahagia
kayak gini?
Claudine berpikir sejenak.
CLAUDINE
(lirih)
Enggak tahu...
(beat)
Tapi aku ngerasa aman kayak gini.
MAHESA
Rasa aman sama bahagia itu enggak
sama, Claudine.
Claudine kembali menatap langit. Mahesa berpikir sejenak.
MAHESA (CONT'D)
Kamu udah nyoba konsultasi ke
psikolog?
Claudine menoleh, mengangkat alisnya. Mahesa tiba-tiba panik, takut Claudine mengartikannya dengan salah.
MAHESA (CONT'D)
Eh, bukan maksud aku gimana-gimana,
ya. Cuma, kan, lebih baik kalau-
CLAUDINE
(tersenyum)
Enggak papa, kok.
(beat)
Ini pertama kalinya, malah. Ada
orang yang nganggap masalah aku ini
serius. Orang lain selalu nganggap
aku aja yang berlebihan.
Mahesa berpikir lagi, kali ini berusaha lebih hati-hati.
MAHESA
Orang tua kamu...tahu?
CLAUDINE
(mengangguk)
Aku rasa mereka tahu. Tapi di mata
mereka, aku ini cuma terlalu
pemalu, terlalu penakut. Manja,
enggak mau usaha.
(beat)
Emang enggak akan ada yang bisa
ngerti apa yang aku rasain sampai
mereka ngerasain sendiri.
Claudine kembali menatap langit dan menarik nafasnya dalam-dalam. Mahesa memperhatikan Claudine lekat-lekat.
MAHESA
Claudine...
Claudine menoleh lagi. Mahesa mempersiapkan diri.
MAHESA (CONT'D)
Aku tahu aku bukan psikolog,
psikiater atau apa pun itu. Aku
juga tahu mungkin apa yang aku
lakuin ini enggak akan banyak
berarti. Tapi...
(beat)
Mau enggak kamu nyoba pelan-pelan
sama aku?
Claudine mengernyit tak mengerti.
MAHESA (CONT'D)
Kita coba pelan-pelan. Kita keluar,
ketemu orang. Aku bakal tunjukin
tempat-tempat yang bagus ke kamu.
Aku bakal tunjukin ada banyak hal
yang bisa kamu nikmati di luar
sana.
CLAUDINE
(ragu)
Tapi...
MAHESA
Dan aku bakal nemenin kamu.
(beat)
Aku bakal selalu jaga kamu, di
samping kamu. Aku enggak bakal
ngebiarin kamu sendiri kayak waktu
itu.
Claudine meraih tangan Mahesa, mengenggamnya.
MAHESA (CONT'D)
Aku janji.
Claudine menarik tangannya lepas, tetapi dengan cepat Mahesa langsung meraihnya lagi, menggenggamnya lebih erat.
MAHESA (CONT'D)
Aku udah bilang, kan? Aku enggak
akan ngelepasin kamu.
Mahesa menatap Claudine lekat, tersenyum lembut, berusaha meyakinkan Claudine. Claudine membalas tatapan itu, seakan berusaha membaca ketulusan di mata Mahesa. Claudine pun perlahan ikut tersenyum. Genggaman tangan Mahesa semakin tak kunjung lepas.
Kamera bergerak ke pagar balkon teras, kita bisa melihat bunga di pot pemberian Mahesa yang mulai mekar.