Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Free!
Suka
Favorit
Bagikan
5. The Secret in Your Soul

16. DAPUR, KEDIAMAN UTAMA. PULAU AREST - SORE

POV Egha : Tangan Egha yang mengambil sayuran secukupnya (wortel + daun bawang) di rak kulkas. Kulkas lalu di tutup.

Egha menaruh sayuran tadi di samping papan pemotong. Ia memotong bawang merah + putih yang sudah ada di meja dapur lebih dulu.

Devan merapat ke meja dapur menghadap Egha.

DEVAN

Apa di sini kita bener-bener

mustahil buat dapetin hp atau telepon?

EGHA

(Memotong bawang)

Ada satu... Di ruang kerja Pak Alfian. Itu yang terdekat.

DEVAN

(Antusias)

Jadi... Kita bisa...

EGHA

(Menginterupsi, menatap

singkat Devan)

Menyelinap ke sana dan

menggunakannya?

(Pause, tanpa melihat Devan)

Gue udah pernah coba hubungin nomor darurat, tapi kenyataannya ga pernah ada polisi yang dateng ke sini. Mungkin mereka cuma nganggep itu telepon iseng. Atau karena emang lokasi kita yang ga terdeteksi. Kalaupun ada, orang-orang di sini akan pasang badan belain Pak Alfian.

DEVAN

Tapi kalau kita coba terus... mungkin hasilnya akan lain.

EGHA

(Mengangkat kepala, tatapan

mengintimidasi)

Gue harap... semua emang bisa semudah ucapan lo itu...

MCU Devan yang tak berkedip, cukup terintimidasi.

EGHA (cont’d)

(Sambil memotong sayuran)

Ada kamera CCTV di sana, sekalipun kita berhasil ngga diseret keluar, kita tetep ngga akan bisa gunain teleponnya, karena mereka akan langsung ngaktifin jammer...

DEVAN

(Mengerutkan dahi)

Jammer?

EGHA

Alat pengacak atau penghilang sinyal.

Devan tercenung.

EGHA (cont’d)

(Menatap Devan)

Semakin kita mencolok, semakin pergerakan kita akan dibuat terbatas.

Devan terdiam menatap Egha. Suara langkah kaki terdengar menuruni tangga.

SFX

Langkah kaki

Iki masuk menghampiri Egha dan Devan.

IKI

Ngomongin apaan?

Egha menaruh pisau yang dipegangnya di atas meja.

EGHA

(Santai, pada Devan)

Sebelum ini lo tinggal sama siapa?

DEVAN

Adik saya... Adik perempuan saya...

Iki menekan bibirnya, merasa tak enak.

IKI

Nyokap bokap lo...?

EGHA

(Menginterupsi)

Dia cantik?

DEVAN

(Mengangguk kecil)

Hmp! Namanya Nura. Kami berdua buka toko kecil di rumah. Toko kue, biarpun lebih sering open p.o.

Egha mengangguk kecil lalu menghela nafas.

EGHA

Kalau gitu mulai sekarang gue mau lo bikin kue untuk di sini seminggu 2 kali. 2 sampai 4 loyang kue.

DEVAN

(Melongo)

Hah?

EGHA

Bukannya lo juga harus nyibukin diri di sini?

Egha beranjak pergi. Devan masih melongo, Iki ikutan bingung.

IKI

Gha, lo ngga jadi masak?

EGHA

(Menoleh singkat ke belakang)

Cemilan biar si Devan yang mulai urus sekarang...

Egha pergi, Devan dan Iki mengernyit bingung.

DEVAN

(Mengambil potongan sayuran)

Sejak kapan... Ini jadi cemilan?

(Pause, pada Iki)

Apa dia selalu kaya gitu? Tipe diktator...?

Iki tersenyum jail sambil menggeleng.

IKI

Lebih buruk lagi.

17. INT. RUANG MAKAN, KEDIAMAN UTAMA. PULAU AREST - MALAM

Makan malam, dengan posisi Pak Alfian di kursi depan, di sisi kirinya berurutan Jona, Arbi, & Devan. Di sisi kanannya Iki & Egha. Semua sibuk menyantap makanan, kecuali Devan yang terdiam.

FLASHBACK : 17.A. KAMAR 2 LANTAI 2, KEDIAMAN UTAMA. PULAU AREST - SORE

SLS Egha & Devan yang berdiri berhadapan.

EGHA

Anak baru kaya lo berani juga masuk ke sini tanpa ngetok pintu...

DEVAN

Saya Devan, bukan anak baru.

(Pause)

Lagian... Bukannya kita ngga boleh mencolok kalo mau ngomongin hal rahasia?

Egha terdiam beberapa saat, menatap tajam Devan. Lalu tersenyum miring.

EGHA

Terus... Hal rahasia apa yang emangnya mau lo omongin?

DEVAN

Seperti apa yang kamu bilang di dapur tadi sore... Bukannya itu artinya akan semakin berbahaya kalau kita terlalu lama di sini?

EGHA

(Dingin, mengintimidasi

diam-diam)

Terus... Apa rencana lo sekarang?

Devan memalingkan wajah sambil menghela nafas, ragu-ragu bicara.

DEVAN

Bukannya kita bisa ngelakuin hal yang lebih fleksibel? Sesuatu yang lebih nyata dan ngga membuang-buang waktu, kaya...

Devan menggigit bibirnya, pada akhirnya tak bisa melanjutkan.

EGHA

Kaya... Menyandera Pak Alfian dengan nodongin pisau di lehernya di depan para pengawalnya?

Mata Devan membulat terkejut.

Egha sengaja melangkah ke depan Devan sambil terus bicara mengintimidasi, membuat Devan refleks melangkah mundur.

EGHA (cont’d)

Menggirinya terus jalan sampe nganterin kita ke dermaga kapal atau Heli?

Devan mulai gugup dan tak nyaman. Hingga Egha kemudian mendorong tubuh Devan ke dinding dan mengunci leher Devan dengan lengan kanannya. Membuat Devan terdesak.

EGHA (cont’d)

Lo percaya diri bisa ngelakuin hal itu sama penyelamat nyawa lo sendiri?

FLASHBACK : 17.B. INT. RUANG TAMU. KEDIAMAN UTAMA. PULAU

AREST - SIANG

Egha menyandera Pak Alfian di depan para pengawalnya yang menyebar di sekitar ruangan (5-6 orang termasuk pengawas 1,2,& 3). Arbi dan Jona membantu Egha berdiri di depan sebagai benteng. Egha mengalungkan tangan meletakan pisau di depan leher Pak Alfian sebagai ancaman.

PAK ALFIAN

(Pada para pengawalnya,

membentak)

Apa yang kalian lakukan?! Cepat tangkap mereka!

Para pengawal ragu-ragu, dan akhirnya tetap tak bertindak.

Pak Alfian mengangkat tangan kanannya, menggenggam bagian tajam pisau mencoba menariknya menjauh dari lehernya hingga membuat tangannya mengeluarkan darah. Mata Egha membulat kaget melihatnya.

Kembali ke Sc. 17.A.

Egha terdiam cukup lama menatap Devan.

EGHA

Gue ngerti kalo ini Iki yang ngomong... Tapi kalo lo... Belum sempet lo nyentuh lehernya Pak Alfian, badan lo udah ngebungkuk duluan di lantai.

Devan menatap Egha tanpa kedip. Egha melepaskan leher Devan dan kembali bersikap santai.

EGHA

Itu gerakan yang diajarin Pak Alfian kalo lo mau tahu.

Kembali ke Sc. 17

Devan masih terdiam. Pak Alfian mulai memperhatikannya.

PAK ALFIAN

Devan, kamu ngga makan?

Devan tersadar dan menoleh pada Pak Alfian dengan ekspresi tanya. Pak Alfian tersenyum ringan.

PAK ALFIAN

Ah, ya... Papa denger kamu mau mulai membuat kue besok?

Devan mengangguk seadanya.

DEVAN

Kebetulan saya punya toko kue kecil di rumah... Neecof cake...

Pak Alfian mengangguk paham.

PAK ALFIAN

Kalau gitu kamu bisa tulis apa aja yang kamu butuhin, Papa akan siapin semuanya besok.

Devan mengangguk ragu, Iki memperhatikannya sambil mulai meneguk minumannya.

DEVAN

Iya... Om...

Iki menyemburkan minuman di mulutnya yang tak bisa menahan tawa.

SFX

Semburan air minum dari mulut.

Semuanya terkejut. Jona yang tepat berhadapan meja dengannya langsung refleks memejamkan mata, geram. Ia memalingkan wajah tak percaya, lalu melirik sadis pada Iki.

JONA

Heh... Lo mau mati?!

Jona mengusap wajahnya kasar dengan tangan. Iki mengulum bibirnya.

IKI

Sorry... Ngga sengaja...

MCU Arbi yang menyembunyikan senyum. Juga Egha yang tersenyum amat tipis.

Pak Alfian menoleh ke belakang pada ART wanita paruh baya.

PAK ALFIAN

(Menunjuk singkat makanan di

meja)

Tolong ganti semuanya sekarang.

18. INT. KAMAR 3 LANTAI 2, KEDIAMAN UTAMA. PULAU AREST - MALAM

CU pintu yang dibuka dari luar.

SFX

Pintu yang dibuka.

Iki, Arbi, Egha, & Jona masuk ke dalan dengan santainya.

Devan yang duduk di pinggir kasur menoleh dan bangkit berdiri.

DEVAN

(Sinis)

Saya pernah dikasih tau buat ngga masuk kamar tanpa ketok pintu dulu...

Iki mengernyit kaget antusias.

IKI

Hah, sama siapa? Siapa? pasti di antara dua makhluk ini...

(Menunjuk Egha)

Si manusia berhati dingin ini..

(Menunjuk Jona)

Atau si rese ini...

Jona menepis telunjuk Iki padanya dengan tak acuh.

DEVAN

Lagian, bukanya seharusnya kalian ngga mencolok dengan kumpul kaya gini?

IKI

Siapa peduli setelah apa yang lo lakuin di meja makan tadi.

DEVAN

Bukan saya yang nyembur

Iki tersenyum memaksa pada Devan.

IKI

(Tampang sangar, mengepalkan

tinju)

Lo mau ngajak gelud?!

ARBI

Udah-udah, kita ke sini bukannya mo berantem, ya kan?

Arbi menatap Iki di akhir.

Jona menyosor duduk di kursi pojok kiri ruangan. Disusul dengan yang lain, Egha & Arbi di pinggir bawah dan samping dari ranjang kiri. Dan Iki dan Devan di pinggir bawah dan samping dari ranjang kanan. Arbi dan Iki duduk bersebrangan/berhadapan.

ARBI

(Pada Devan)

Apa yang ngeganggu kamu di sini?

Devan terdiam beberapa saat.

DEVAN

Bukannya mencurigakan kalo saya sama sekali ngga pernah mencoba kabur dari sini?

EGHA

Terus kenapa ngga lo lakuin?

Arbi menundukan kepala menyesali perkataan Egha. Devan mengangkat kepalanya, agak kebingungan merespon.

JONA

Bukannya di sini ngga terlalu buruk?

Semua menoleh pada Jona.

IKI

(Sinis)

Heh, apa maksud lo?

Jona menghela nafas, mengangkat tubuhnya dari punggung kursi

JONA

Kita bisa ngejalanin kehidupan semau kita. Tanpa takut kelaparan, ato keujanan. Fasilitas di sini lumayan lengkap.

(Menatap hampa pada yang lain)

Kehidupan kita terjamin di sini.

Iki bangkit berdiri karena geram, hendak menerjang Jona tapi tangannya buru-buru ditahan Arbi tanpa bangkit dari duduknya.

Jona bangkit pergi dari kamar dengan tak acuh. Iki menatap kepergiannya dengan kesal.

IKI

Si kunyuk itu... Apa-apaan coba, ngomong kaya gitu...

ARBI

Ngga ada alasan masuk akal yang bisa ngedukung dia ngomong kaya tadi.

Iki menoleh tak mengerti pada Arbi.

ARBI (cont’d)

Dia dari kalangan orang berada...

IKI

Lo mau ngomong apa, Bi, sebenernya?

ARBI

Biarpun dia ngomong kaya tadi, sebenernya dia adalah orang yang paling ingin keluar dari sini.

Iki kembali mengernyitkan dahinya tak mengerti.

ARBI (cont’d)

Tapi dia tahu persis kalo itu ngga akan mudah. Karena itu tanpa sadar dia nyoba ngehibur dirinya sendiri dengan mengatakan kalau di sini ngga seburuk itu.

Iki terdiam melunak. MCU Egha, lalu Devan yang juga terdiam.

INTER CUT : 18.A. INT. DEPAN PINTU KAMAR 3 LANTAI 2,

KEDIAMAN UTAMA. PULAU AREST - MALAM

Jona berdiri terdiam di depan pintu dengan ekspresi melunak setelah menguping pembicaraan di dalam.

Kembali ke Sc 18.

MCU Iki yang termenung diam.

FLASHBACK : 18.B. LANTAI 2/1 / DEPAN RUMAH, KEDIAMAN UTAMA. PULAU AREST - SIANG

Iki melepaskan genggaman Arbi pada tangannya dengan kasar.

Jona berdiri di balik keduanya. Iki lalu berjalan cepat dengan emosi menuruni tangga. Melewati area ruang makan, ruang tamu, dan keluar dari pintu ruang tamu.

Dengan cepat dari belakang Egha datang menghadangnya, mendorong tubuh Iki hingga membentur dinding dekat pintu.

IKI

(Berteriak murka)

Woooyyy!!!

Iki melotot marah pada Egha.

EGHA

Berhenti beringkah kaya bocah

IKI

Apa urusan lo? Minggir... atau muka lo gue buat babak belur dalam sekejap.

EGHA

Lo tahu lo ngga akan berhasil dengan emosi lo yang sekarang. Baru aja selesai dari hukuman, dan lo mau masuk ke ruangan itu lagi?

IKI

Bukan-urusan-elo! Minggir gue bilang!

Egha menundukan kepalanya, menghela nafas, lalu mundur satu langkah. Berikutnya dengan tiba-tiba ia langsung mendaratkan tinju di wajah Iki hingga membuat Iki terjatuh. Iki yang kian murka langsung bangkit dan bersiap membalas Egha dengan kepalan tinju di tangannya.

EGHA

Lo ingin di hukum...

Iki membeku seketika dengan tangannya yang masih mengepal di atas.

EGHA (cont’d)

...iya kan?

MCU Iki yang terdiam, masih menatap Egha dengan matanya yang membulat.

EGHA (cont’d)

Lo ngga peduli masuk ke ruangan mengerikan itu lagi, karena lo emang ingin dihukum. Gue salah?

Iki yang melotot pada Egha mulai mengerjap goyah. Matanya mulai berkaca. Menarik diri dari Egha, memalingkan wajahnya.

IKI

Gue... Emang pantes di hukum... Gue.

Iki menatap Egha dengan matanya yang berkaca.

IKI (cont’d)

Lo tau? Terlintas di pikiran gue buat tetap bertahan di sini... Dimana kehidupan gue terjamin di sini.. Tanpa harus mikirin gimana emak gue cape-cape kerja buat bayar hutang bapak yang kabur dari rumah. Tanpa cape-cape gue harus banting tulang ikut bayarin hutang itu.

Terbesit dalam benak gue buat ngelupain semuanya dan hidup senang di sini...

(Pause)

Gue bajingan kan?

Egha terdiam sesaat.

EGHA

Hmp!

Iki tersenyum kecut. Air matanya mulai jatuh.

IKI

Sebelum pikiran picik ini benar-benar melumat hati nurani gue... Gue harus berhasil keluar dari sini..

Egha mengangguk pasti.

EGHA

Keinginan lo itu.. akan gue kabulin... Percaya sama gue... Kita semua akan keluar dari sini...

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar