Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Free!
Suka
Favorit
Bagikan
3. Shocking Attack!

8. INT. TERAS DEPAN TANGGA LANTAI 2, KEDIAMAN UTAMA. PULAU

AREST - PAGI

Devan berdiri dengan tatapan tajam dan wajah yang suram.

Menatap PAN to tangga 1.5 meter di depannya.

MCU Devan yang sibuk dengan pikirannya sendiri.

OS Iki : Karena kita terkurung di sini.

Devan menghela keras nafasnya. Dengan mantap ia bergegas cepat menaiki tangga.

9. INT. TANGGA / LANTAI 3 / RUANG KERJA PAK ALFIAN, KEDIAMAN UTAMA. PULAU AREST - PAGI

Devan dengan wajah serius menaiki tangga dengan langkah cepat. Melewati sana sini di lantai 3 mencari sosok Pak Alfian.

OS Arbi : Sekitar 5 tahun lalu, ada seorang pemuda usia 19 tahun yang ditemukan meninggal di pesisir laut pulau ini. Kamu tahu siapa yang menemukannya? Ayahnya sendiri... Pak Alfian. Setelah pencarian besar-besaran dan memakan waktu, akhirnya itulah yang terjadi. Pulau ini seperti kutukan untuk Pak Alfian, tapi di sisi lain, secara mengejutkan ia justru malah membeli pulau ini kemudian.

Devan berjalan ke arah ruang kerja Pak Alfian (di paling pojok) dan berhenti di depan pintu.

OS Arbi : Menyelamatkan anak yg tenggelam dan terdampar di sini agar tak bernasib sama seperti putranya, mungkin itulah yang ada di pikiran Pak Alfian.

Slow Motion Devan membuka pintu.

SFX

Gagang pintu yang digerakan

Pak Alfian yang duduk di depan meja kerjanya mengangkat kepala dan tersenyum begitu melihat Devan. Ia melepaskan kaca mata yang dipakainya.

PAK ALFIAN

Masuk!

Devan menahan nafas sesaat lalu masuk ke dalam.

PAK ALFIAN (cont’d)

Kamu pasti sudah mendapatkan sambutan dari anak-anak saya kemarin malam.

Devan yang berdiri sekitar 1.5 meter dari meja Pak Alfian menelan ludah.

DEVAN

Soal apa yang dikatakan mereka semua... Apa itu benar?

Pak Alfian menunjukan ekspresi tanya.

DEVAN (cont’d)

Apa mereka semua benar-benar bukan anak kandung Anda dan terjebak di sini?

PAK ALFIAN

(Mengerutkan dahi)

Apa mereka bicara begitu?

(Pause)

Mereka adalah anak-anak saya. Tidak ada keraguan sama sekali.

(Pause)

Begitupun dengan kamu sekarang.

Mata Devan membulat terkejut.

SFX

suara jantung yang seolah berhenti.

DEVAN

Apa... Maksudnya?

PAK ALFIAN

Tepat seperti yang kamu dengar.

DEVAN

Apa sekarang saya juga ikut

terjebak di sini?

PAK ALFIAN

Bagaimana bisa kamu mengatakan hal itu pada rumah kamu sendiri?

Slow motion Devan yang tercengang. Terdiam shock.

DEVAN

Tolong berhenti bicara omong

kosong. Saya sudah bilang saya memiliki seorang adik yang akan mencemaskan saya.

Pak Alfian menyandarkan tubuhnya di punggung kursi.

PAK ALFIAN

Waktu akan membuat orang terbiasa. Hingga kehilangan kamu pun akan membantunya menjadi sosok yang

mandiri.

Devan yang masih shock menggeleng dengan kakinya yang refleks bergerak mundur.

DEVAN

(Tertunduk, seperti bergumam)

Apa-apaan ini...?

(Mengangkat kepalanya)

Bukannya Anda menolong saya waktu itu?

Pak Alfian menarik badannya dari punggung kursi.

PAK ALFIAN

Pertolongan tidak selalu datang 2 kali. Kamu bisa coba pergi dari pulau ini, tapi saya tidak bisa

meminjamkan kamu kapal atau

lainnya.

DEVAN

Lalu... Kalau saya benar-benar menemukan cara untuk bisa keluar dari sini... Apa anda akan menghalangi, atau menghukum saya seperti apa yang anda lakukan pada yang lain?

PAK ALFIAN

Aah, kamu pasti sudah mendengar hal itu juga dari mereka semua...

(Pause, menyondongkan tubuh ke

depan dengan kedua tangan

mengatup di atas meja)

Begini... Saya percaya... setiap tempat atau wilayah memiliki pemimpinnya sendiri untuk ditaati oleh para penduduknya. Dan saya juga percaya, setiap penduduk itu berhak untuk memilih dan membuat keputusannya sendiri. Dan pilihan itu juga ada di tangan kamu sekarang. Kamu bisa memilih untuk tinggal di sini dengan damai, atau mencoba pergi dan melanggar apa yang menjadi aturan wilayah dari tempat ini.

DEVAN

Bukannya itu berarti anda adalah pemimpin diktator

PAK ALFIAN

Kamu bebas menyebutnya dengan sebutan apa pun. Tapi saya kira...

Pak Alfian bangkit berdiri, menyondongkan tubuh ke depan

dengan kedua tangan di atas

meja.

PAK ALFIAN

(nada mengintimidasi)

Ruangan yang sudah lama tertutup itu merindukan seseorang, dan siap untuk menyambut yang datang...

ILL MUSIK

Misterius, menekankan rasa penasaran yang mencekam.

10. INT. TERAS DEPAN TANGGA LANTAI 2, KEDIAMAN UTAMA. PULAU AREST - PAGI

Devan tercenung berdiri di balik tangga.

DEVAN (VO)

Ruangan tertutup yang dimaksud itu...

Iki datang menubrukkan bahunya ke bahu Devan, membuat Devan terdorong terkejut.

IKI

Ngapain bengong?

(Pause)

Bukannya udah gue bilang kita dilarang naek ke lantai 3 kalo ngga berkepentingan?

Iki mengangguk kecil berberapa kali dengan mulut mengerucut.

Memasukan kedua lengannya ke saku celana sambil mengubah posisi menghadap Devan.

IKI (cont’d)

Lo udah dapet semua jawaban yang lo butuhin dari Pak Alfian.

(Menaruh lengannya di bibir,

jahil berbisik)

Sssssttt... Di depannya kita

panggil Pa-pa

IKI mengedipkan sebelah mata. Devan terdiam namun dengan aura kesal di wajahnya. Iki lalu mengalungkan tangannya ke tangan Devan yang membuat Devan terkejut.

IKI (cont’d)

Ikut gue...!!!

Iki menarik Devan pergi (ke lantai bawah)

11. EXT. LAPANGAN BADMINTON. PULAU AREST - PAGI

CU Net, track out, FS lapangan badminton dimana Arbi dan Jona sedang bermain. Di beberapa sudut tampak 1-2 pengawas berbaju hitam.

Devan yang duduk di bangku pinggir lapangan menoleh pada Iki yang duduk di sebelahnya menonton pertandingan sambil menyeruput minuman kaleng.

DEVAN

Ngapain ajak saya ke sini?

IKI

(Cuek, tanpa melihat Devan)

Random, ngga da kerjaan...

Devan terdiam, kembali merenung.

DEVAN

(Seperti bergumam sendiri)

Ruang hukuman...

Iki berkerut refleks.

DEVAN (cont’d)

(Menoleh pada Iki)

Waktu kalian bilang kalo siapapun yang nyoba kabur dari sini bakal dimasukin ke sana... Ruangan seperti apa itu?

Iki mulai menoleh tertarik. Ia tersenyum seram sambil menyipitkan matanya.

IKI

Gue penasaran... Gimana ekspresi lo begitu masuk ke sana...

Iki masih tersenyum seram, Devan memberengut terganggu.

Arbi datang menghampiri mereka sambil mengelap lehernya dengan handuk dan mengambil duduk di kursi kosong di samping Devan.

ARBI

Lagi ngomongin apaan?

IKI

Ruang hukuman.

Arbi yang terkejut, menurunkan handuk ke pangkuannya.

ARBI

Ngapain ngebahas soal itu?

DEVAN

Saya harus tahu hukuman macam apa yang kalian maksud.

Arbi terdiam sebentar.

ARBI

Dan setelah kami cerita, kamu janji ngga bakal macem-macem?

DEVAN

Tergantung...

IKI

(Antusias menggoda)

Wooooooooo...!!!

Arbi meregangkan tubuh lalu menyondongkan diri ke depan menatap angin.

ARBI

Itu tempat yang ngga seorangpun ingin masuk. Sekali membuka pintu, lewat cahaya dari luar kamu akan langsung liat ada berjejer alat pasung di sana. Dalam kegelapan, tanpa bisa melihat apa-apa, kita akan terkurung di sana seharian penuh. Dengan tikus-tikus yang kadang lewat mengganggu.

(Pause)

Tanpa tahu waktu, kita akan terus bertanya, kapan ini akan selesai? Karena pada akhirnya kita ngga pernah bisa tidur.

Arbi menoleh menatap Devan tanpa berkata apa-apa lagi. Devan tertunduk diam.

IKI

Lo masih mau pergi ke sana?

DEVAN

(Merengut kesal)

Saya ngga pernah bilang mau pergi ke sana.

IKI

(Menggoda)

Wooo... Lo bisa marah juga?

(Pause, melongok ke arah Arbi

dengan kaget)

Bi, lo udah selesai? Terus siapa yang maen?

ARBI

(Menunjuk lewat dagu)

Tuhhh...

Iki diikuti Devan melihat ke arah lapangan. FS Jona melawan Egha. Iki tersenyum antusias.

IKI

Wooooah,

(Meneriakan suara dengan

tangan kanan yang diangkat ke atas, menyemangati)

Egha...! Egha...!

(Menoleh singkat pada Devan)

Lo tahu hal paling ajaib yang ada di sini?

Dahi Devan berkerut tak acuh.

IKI (cont’d)

(Menunjuk orang yang dimaksud)

Egha... sama Jona... Mereka satu frekuensi. Sama-sama berhati dingin tapi ngga pernah nyambung.

DEVAN

Bukannya satu frekuensi otomatis nyambung?

IKI

Di sana letak ajaibnya. Lo hampir ngga bisa ngeliat interaksi berarti dari mereka berdua selain di pertandingan ini. Ini pertunjukan langka.

Iki tersenyum pada Devan, lalu pada Arbi,

IKI (cont’d)

Ya ngga Bi?

Iki kembali fokus pada pertandingan Egha & Jona.

IKI (cont’d)

(Menyemangati)

Egha...! Egha...!

Devan kembali termangu.

DEVAN

Keliatannya kalian menikmati di sini...

Iki yang tadinya bersemangat dibuat terdiam, melihat ke arah Devan.

DEVAN (cont’d)

Apa kalian semua pernah ngerasain hukuman yang dibicarain itu?

Devan menatap singkat bergilir Arbi & Iki.

ARBI

Hmp!

DEVAN

Terus karena alasan itu kalian menyerah sekarang?

Iki menghela nafas geram, Arbi melirik tak langsung pada Devan. Iki lalu mengalungkan tangannya ke leher Devan, setengah mencekik.

IKI

(Bicara menggerigit)

Kenapa lo ngga nikmatin

pertandingannya dan sedikit rileks, hmp?

Devan sedikit dibuat tersedak, ia mencoba melepaskan tangan Iki yang sejurus dilonggarkan sendiri oleh Iki.

IKI (cont’d)

(Setengah berbisik)

Jangan kentara dan bersikap seperti biasa.

Devan mengerutkan dahi tak mengerti.

IKI (cont’d)

Lo liat orang-orang berjas hitam di sekitaran sini?

Devan bermaksud mengedarkan pandang ke sekitar, tapi Tangan Iki yang masih dikalungkan di lehernya langsung menggetok kepala Devan dari samping. Devan meringis.

IKI (cont’d)

Gue bilang jangan keliatan jelas!!

Devan mengangguk, ia hanya melihat dengan melirikan matanya ke sekitar.

IKI (cont’d)

Total jumlah mereka ada 5 orang. Kenapa? Karena kita berlima.

Masing-masing dari mereka punya tugas ngawasin salah satu dari kita. Biarpun kebanyakan itu berlaku kalo kita ada di luar rumah.

(tersenyum kecut)

Semacam bodyguard, cuma bedanya di pihak Pak Alfian.

Devan yang setengah tertunduk membulatkan matanya terkejut.

DEVAN

Apa... sampai sejauh itu?

ARBI

Sekarang kamu paham ngga bisa sembarangan bicara di sini?

CU Devan yang terdiam, masih setengah shock.

DEVAN

Lalu... Apa rencana kalian

sekarang?

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar