Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
CON'T
Suka
Favorit
Bagikan
15. ACT 109-113

109. int. kamar musa – next day

MUSA mengetik pesan di ponselnya. Perasaannya memang belum baikan, tetapi ia bermaksud membalas pesan AFRAH tadi sekaligus mengakhiri apa pun yang ada di antara mereka.

Tangan Musa tampak gemetar ketika mengetik kata-kata itu. Ia juga masih merasa mual dan lambungnya terasa perih. Tetapi ia menahan semuanya.

Setelah beberapa saat merasa yakin, Musa kemudian menekan pilihan ‘kirim’ lalu menarik napas. Ia masih menggerakkan jarinya di atas layar ponsel. Kali ini bermaksud menghapus semua riwayat percakapannya dengan Afrah, sekaligus bermaksud menghapus nomor kontak Afrah. Sejenak ia menatap pilu pada pada nomor kontak Afrah di ponsel.

musa

Tidak ada gunanya disimpan. Toh tidak akan bisa maju lebih jauh.

Musa memantapkan hati. Ia menekan pilihan ‘hapus’ lalu menarik napas dalam-dalam, seolah baru saja keluar dari ruang sempit.

musa (cont’d)

Good bye…this time for good

110. int. kamar afrah – rumah afrah - day

AFRAH agak tersentak ketika ponselnya bergetar dan menampakkan notifikasi pesan dari MUSA. Sejenak ia merasa ragu untuk membacanya. Beragam scenario berkeliaran dalam kepalanya tentang kemungkinan isi pesan dari Musa.

Tetapi rasa penasaran membuatnya segera membaca pesan itu. Hatinya agak berdesir ketika melihat foto profil Musa yang kini blank. Benaknya bertanya-tanya apakah nomornya sudah diblokir.

Sambil menyiapkan diri, Afrah membuka pesan itu.

Zoom in teks pesan dari Musa.

musa (o.s)

Seharusnya dari awal kamu berterus terang saja soal status pernikahanmu. Tidak perlu disembunyikan.

Andai sejak awal kamu jujur, kalau kamu Cuma butuh pengalihan yang bisa menghibur kamu di saat pernikahanmu sedang tidak baik-baik saja pasti akan jauh lebih baik. Aku tidak keberatan dijadikan teman curhat. Aku bisa menentukan batas, aku tahu di mana tempatku.

Tetapi Ketidakterustengan kamu membuatku semuanya jadi rancu. Aku merasa tolol. Apalagi aku sudah bicara dengan abbamu.

Yang kamu lakukan adalah hal terjahat yang pernah seseorang lakukan padaku.

Permintaan maaf tidak akan pernah bisa mengembalikan gelas yang yang pecah kembali seperti semula.

Tapi ya sudahlah.

Hati Afrah berdesir. Air matanya menetes.

afrah

(bersuara lirih) maafkan aku…

 

111. ext. ruang tunggu pengadilan agama- day

Satu pekan kemudian

Dengan langkah lesu Ale menghampiri Wawa dan Musa yang sedang duduk menunggu di kursi ruang tunggu. Menunggu Ale selama proses persidangan.

ale

Kak Wawa…

Ale memanggil dengan suara seperti menahan tangisan. Wawa menoleh. Ia bangkit dari duduknya dan dengan cepat menghampiri Ale.

wawa

Gimana sidangnya?

ale

Katanya proses mediasi dulu. Sidang keduanya dijadwalkan bulan depan.

Wawa mendekat pada Ale lalu memeluknya.

wawa

Kamu kuat, Le. Kamu pasti bisa lewati ini, ya?

Ale sesenggukan sambil memeluk Wawa.

ale

Aku nggak mau pisah, kak. Aku cinta sama istriku. Aku nggak mau kehilangan keluargaku.

wawa

Iya, Le, iya. Aku tahu. Kita berdoa yang terbaik, ya?

Dari kursi ruang tunggu Musa menatap kedua saudaranya. Hatinya ikut terasa perih.

musa (v.o)

Perih sekali rasanya saat melihat orang-orang yang kamu sayangi terluka. Seolah kamu ingin menghilangkan rasa sakit itu, tapi kamu sendiri tidak berdaya.

Sad music playing

Slow motion: Wawa memeluk Ale sambil menepuk-nepuk punggungnya penuh kasih.

112.  int. — rumah musa- night

Musa sedang duduk di depan komputernya. Ia sedang sibuk mengerjakan pembukuan untuk usaha galonnya yang semakin hari semakin ramai.

Beberapa saat kemudian Kinkin muncul dari ruang makan.

kinkin

Makan woi, dah siap tuh.

Musa menoleh pada Kinkin sebentar. Jemarinya masih sibuk mengklik mouse.

musa

Bentar, dikit lagi.

kinkin

Buruan nanti keburu beku loh. Dimakan cicak loh.

musa (o.s)

Iya, iya. Udah mau kelar ini.

Kinkin beranjak lagi ke ruang makan.

Musa menyusul ke ruang makan tidak lama kemudian.

113. int. rumah musa — ruang makan- moments later

Di ruang makan Musa melihat keluarga kecilnya: Wawa, Ale dan Kinkin menikmati suasana hangat makan malam. Dia berdiri sejenak dan menatap ketiga saudaranya yang tampak bahagia bersama. Meski kenyataannya masing-masing mereka sedang terpuruk dan mengalami saat-saat berat dalam hidup mereka.

 

musa (v.o)

Jatuh yang kemarin itu benar-benar menyakitkan. Rasanya kayak diajak terbang tinggi banget, habis itu dibiarin jatuh sendiri. Semuanya porak-poranda. Hati. Semangat. Harapan. Mimpi. Tapi masih hidup.

musa (v.o) (con’t)

Untuk sesaat kupikir mending mati aja, kali. Tapi…gimana sama mereka?

musa (v.o) (con’t)

Seseorang memang sudah bikin aku patah hati. Perasaanku yang paling tulus tidak lebih dari emotional regulation bagi dia. Tapi mereka…cinta merekalah yang paling generik.

 musa (v.o) (con’t)

Jadi aku mesti bangkit lagi. Mau gimana lagi, hidup mesti terus berjalan, kan? Di balik harapan yang hancur, di balik hati yang tidak dihargai, masih ada alasan lain bagi hidupku untuk terus berlanjut. Karena hidupku belum berhenti di sini.

Tatapan Musa pada ketiga saudaranya kian haru. Ia kemudian berjalan pelan ke arah meja makan untuk bergabung dengan mereka.

 

FADE OUT.

 

 

Selesai

 

 

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)