Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
CON'T
Suka
Favorit
Bagikan
12. ACT 90-92

90. int. rumah musa - ruang tengah - afternoon

Dua hari sejak kembali ke rumah, WAWA masih beristirahat. Dua hari berturut-turut ia terus kedatangan kolega dari sekolah tempatnya mengajar. Itu membuat Wawa ingin segera kembali mengajar.

Beberapa saat kemudian, MUSA muncul dari ruang tamu. Ia duduk di sofa dekat Wawa.

musa

Jadi, gimana soal hasil lab itu?

wawa

Apanya yang gimana?

musa

Kamu mau menjalani perawatan, kan?

wawa

Aku belum mikirin itu.

musa

Kamu harus mikirin mulai sekarang. Thallasemia itu bukan penyakit main-main, Wa.

wawa

Baru suspek, kan? Pasti ada cara untuk meminimalisir resiko.

musa

Jangan dianggap sepele. Kamu ingat kan dokter bilang apa tentang kemungkinannya jadi Thallasemia sangat tinggi.

wawa

Aku nggak anggap sepele. Aku Cuma ingin bersikap positif. Kalau kamu aja yang dulu pernah didiagnosa dengan penyakit ini ternyata baik-baik aja sampai sekarang, mungkin aku juga punya peluang yang sama.

wawa (cont’d)

Anyway, aku mau tanya sesuatu soal Afrah.

Wawa tiba-tiba mengganti topik obrolan. Membuat Musa merasa tidak nyaman.

musa

Jangan mengalihkan pembicaraan, Wa.

Wawa mengangkat tangan dengan hand sign berhenti.

wawa

I have to. Karena aku mau nanya sesuatu sama kamu.

wawa (cont’d)

Kamu sama Afrah dekat, ya?

musa

(agak jengah)

Yah, begitulah.

wawa

Sedekat apa? Kamu sama Afrah pacaran?

musa

Bukan pacaran. Nggak mungkin juga aku pacarana sama Afrah. Kamu kan tahu kalau Afrah dari keluarga religius.

wawa

Itu juga yang aku pikir. Dia dulu kan adek kelas waktu SD, jadi sedikit banyak aku tahulah riwayat keluarga dia seperti apa.

wawa (cont’d)

Lantas kamu sama dia dekat bagaimana? Konteksnya seperti apa?

musa

Aku dan Afrah sama-sama saling suka. Sama-sama sudah mengutarakan perasaan masing-masing. Dan aku kepingin melamar dia.

Wawa menatap Musa dalam-dalam. Seakan-akan apa yang baru saja Musa katakan adalah sesuatu yang sangat tidak masuk akal.

wawa

Kamu serius?

musa

Aku serius, Wa. Entah kenapa sejak ketemu lagi sama Afrah, aku merasa hidupku berubah. Aku jadi punya tujuan. Bukan lagi hanya hidup seadanya seperti ini lalu menunggu mati.

musa (cont’d)

(serius) sejak bapak sama ibu berpulang, aku merasa tidak punya tujuan hidup. Hari demi hari aku biarkan lewat, tanpa semangat, tanpa impian. Seolah hanya tunggu mati.

Aku cari uang yang penting bisa buat makan sama bantu-bantu biaya kuliah Kinkin. Selebihnya, aku kosong, Wa. Boro-boro mau mikirin soal melamar dan nikahin anak orang.

musa (cont’d)

Tapi sejak Afrah kembali datang dalam hidupku, untuk pertama kalinya aku merasa ingin meraih sesuatu. Aku ingin melakukan hal besar dalam hidupku. Aku pengen nikah, aku pengen punya keluarga, aku pengen jadi lelaki yang bisa diandalkan sama pasanganku. Sama anak-anakku. Is that too much to ask?

wawa

(menghela napas berat)

It’s not about asking too much or less. Tapi kamu tahu sendiri kan, keluarga Afrah itu seperti apa? Mereka orang berada. Bukan dari keluarga menengah seperti kita.

musa

Aku sadar itu. Makanya aku buka usaha, aku bekerja lebih keras supaya setidaknya aku punya sesuatu yang bisa kuhadapkan ke orang tuanya nanti.

wawa

(prihatin) well, aku sih sebenarnya nggak masalah kalau memang kamu sudah bertekad untuk melamar Afrah. Yang penting kamu sudah siap dengan semua konsekuensinya.

musa

Aku nggak akan melangkah sejauh ini kalau aku nggak mikirin konsekuensinya, Wa.

wawa

(mengangguk pelan)

Tapi ngomong-ngomong, Afrah kan juga sudah kepala 3. Masa dia masih jomblo kayak kamu?

musa

(menghela napas) sebenarnya Afrah sudah pernah menikah. Tapi cerai.

wawa

(terkejut) astaga! Jangan-jangan dia mendekati kamu hanya untuk pelampiasan?

musa

Kamu kok negatif gitu mikirnya, Wa? Buat apa dia repot-repot nyariin aku ke teman-teman SD kalau dia cuma berniat jadiin aku pelampiasan? Aku yakin dia punya banyak kenalan yang bisa dia pilih untuk dijadiin pelampiasan. Nggak harus aku.

wawa

(skeptis) tetap aja, motifnya masih harus dipertanyakan.

musa

Afrah tulus, Wa. Aku bisa ngerasain itu.

Wawa tidak berkata apa-apa. Tetapi dalam hati ia jelas menyimpan ketidaksetujuan.

91. int. kafe - day

MUSA dan AFRAH kembali bertemu di kafe favorit Afrah. Dua hari sebelumnya mereka mengatur janji untuk bertemu. Sebab Musa berkata ingin membicarakan sesuatu.

Musa memesan kopi hitam seperti biasa, sedangkan Afrah kali itu memesan teh hijau.

Musa dan Afrah membincangkan hal-hal random sambil menunggu pelayan membawakan pesanan mereka.

afrah

Gimana keadaan kak Wawa sekarang?

musa

Alhamdulillah, sudah baikan. Beberapa hari lalu sudah mulai masuk kerja lagi.

afrah

Alhamdulillah.

Jeda sejenak ketika pelayan datang dan membawakan pesanan mereka.

Setelah meletakkan pesanan Musa dan Afrah di meja, pelayan itu pun pergi.

afrah (cont’d)

Jadi, kenapa kamu ngajakin ketemu?

musa

Iya, ada yang mau aku bicarakan.

afrah

(menatap penuh perhatian)

Oke, I’m all ears.

Musa meraih cangkir kopi di hadapannya yang masih agak panas dan pelan-pelan menyesap kopi dari ujung cangkir, sekali, dua kali. Afrah menatap heran kelakuan Musa.

afrah

Itu kan masih panas…

Suara Afrah pelan, nyaris seperti bisikan. Musa meletakkan kembali cangkir pada tatakan, lalu berdehem, seolah membersihkan tenggorokannya.

musa

Aku mau bicara serius tentang kita.

afrah (o.s)

Tentang kita, maksudnya?

musa

Ya, apa yang ada di antara kita (ragu) hubungan kita.

musa (cont’d)

Sudah berbulan-bulan, malahan hampir setahun sejak kita jalan bareng. Kita sudah saling kenal lebih jauh tentang pribadi masing-masing.

musa (cont’d)

Kupikir sudah waktunya kita membicarakan langkah selanjutnya.

Afrah tampak tegang.

afrah

Langkah selanjutnya?

musa

Aku mau melamar kamu.

Musa menunjukkan ekspresi serius.

Afrah terkejut.

afrah

Melamar aku?

musa

Iya. Aku mau melamar kamu. Aku ingin serius. Kita nggak mungkin kan kayak gini-gini aja.

afrah

(gugup) iya, sih. Aku juga nggak kepingin kita gini-gini aja.

musa

Jadi, boleh kan aku datang ke rumah kamu dan melamar kamu?

Sikap Afrah makin tegang.

afrah

Ya…boleh aja sih. Tapi jangan buru-buru, ya? Biar aku ngomong dulu sama orang tua aku. Ya, kamu kan tahu sendiri kalau pernikahanku yang sebelumnya bermasalah.

afrah (cont’d)

Bukan apa-apa, aku cuma khawatir kalau orang tuaku masih akan sulit menerima. Aku pisahnya juga belum cukup setahun.

Musa menghela napas, tampak kecewa.

musa

Secepat mungkin, ya? please. Aku benar-benar mau serius sama hubungan kita.

afrah

(gugup) iya, aku janji secepatnya aku ngomong ke orang tua aku.

92. int. rumah musa - kamar musa – night

Sudah lebih dari sepekan sejak MUSA bertemu AFRAH di kafe. Sejak itu juga tidak ada kabar dari Afrah. Entah sudah berapa kali Musa mencoba menelpon. Tak satu pun panggilannya yang dijawab. Bahkan pesan-pesan yang dikirimnya lewat WhatsApp tidak dibaca sama sekali. Ia memegang ponsel dengan layarnya yang menyala.

Zoom in pesan-pesan Musa yang hanya centang dua.

musa (v.o)

Ada apa, ya? kenapa Afrah tidak merespon sama sekali?

Musa menatap layar ponsel dengan cemas.

musa (cont’d)

Apa sebaiknya aku ke rumahnya untuk mencaritahu?

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)