Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
CON'T
Suka
Favorit
Bagikan
14. ACT 100-108

100. ext. jalanan – continous

MUSA tampak terombang-ambing di atas triseda yang dikemudikan karyawannya. Setelah mengantarkan gallon ke masjid sesuai permintaan pak haji, Musa meminta sang karyawan untuk mengantarkannya pulang, sekaligus meminta pemuda itu untuk melanjutkan pengantaran tanpa dirinya. Pemuda itu menurut.

101. int. ruang tengah – rumah musa - afternoon

WAWA merasa ada yang aneh sejak ia pulang ke rumah. Aktivitas di depot tampak ramai seperti biasa, tetapi tak tampak MUSA mengawasi. Menurut keterangan dari salah satu karyawan, Musa meminta dirinya untuk mengambil alih sementara, setelah itu Musa masuk rumah dan tidak keluar-keluar.

Karena khawatir, Wawa segera mengecek Musa di kamarnya. Yang aneh adalah kamar itu dikunci. Seumur hidup bersama sang adik, Wawa hapal betul tabiat Musa. Ia tak pernah mengunci kamar. Wawa akhirnya mengetuk pintu kamar Musa berkali-kali.

wawa

Mus, kamu di dalam kan? Buka dong.

Tapi ketukan itu tidak dijawab sama sekali.

wawa (cont’d)

Mus, buka pintunya. Kamu kenapa? Kamu sakit? Biarin aku masuk, please.

Wawa meninggikan suaranya. Ia mulai dilanda panik. Ia kemudian mengguncang-guncang grendel pintu.

wawa

Mus, please jangan bikin aku takut. Buka pintunya.

Suara tinggi Wawa terdengar sampai keluar sehingga menarik perhatian dua karyawan depot. Segera saja mereka masuk ke ruang tamu untuk mengecek.

karyawan 1

Kenapa, mbak Wawa?

 

wawa

(tersentak) oh, ini Musa nggak mau buka pintu.

karyawan 2

(kepada Wawa) mungkin lagi sakit, mbak. Sejak pulang dari pasar tadi dia memang sudah begitu, mbak.

Wawa menatap pintu dengan perasaan cemas kemudian beralih pada kedua karyawan itu.

wawa

Gitu, ya? mungkin lebih baik kubiarkan dia istirahat dulu.

102. int. rumah musa - ruang makan - night

Makan malam kali itu terasa suram. Lantaran Musa tidak ikut bergabung untuk makan malam seperti biasa.

Beberapa saat lalu, WAWA berkali-kali mengetuk dan meminta Musa untuk makan, tetapi taka da jawaban sama sekali. Wawa semakin khawatir. KINKIN menyarankan agar mendobrak saja pintunya.

kinkin

Besok kalau masih belum keluar juga, kita minta tolong tetangga saja supaya didobrak.

wawa

(cemas) iya, mungkin lebih baik begitu.

Beberapa saat kemudian ponsel Wawa berbunyi. Sebuah penanda pesan. Wawa agak terkejut ketika membaca notifikasinya. Musa mengirim pesan via WhatsApp.

Segera saja Wawa mengecek pesan itu.

Zoom in layar ponsel Wawa.

Tolong jangan ganggu dulu, akum au sendirian sekarang. Nanti aku cerita kalau perasaanku sudah baikan.

Wawa memperlihatkan isi pesan itu pada Kinkin.

kinkin

Hmmm…jangan-jangan Musa lagi patah hati.

Ucapan Kinkin seketika mengingatkan Wawa pada percakapannya dengan Musa mengenai Afrah.

wawa

(menerawang) kayaknya gitu deh.

kinkin

(penasaran) Musa emang punya pacar, ya?

wawa

Bukan pacar sebenarnya. Cuma Musa emang lagi dekat sama perempuan. Teman sekelasnya dulu waktu SD.

Pikiran Wawa masih saja menerawang. Menduga-duga apa yang terjadi pada Musa dan Afrah. Beragam kemungkinan bermunculan dalam kepalanya.

kinkin

Mungkin dia ditolak, terus patah hati deh.

wawa

Nggak tahulah. Kita tunggu aja sampai dia baikan.

103. int. rumah musa - morning

Sejak subuh tadi MUSA terdengar muntah-muntah di kamar mandi. WAWA menyadari gejala itu. Ia tahu Musa pasti sedang sedih dan sakit hati.

Wawa ingat kejadian Musa muntah-muntah seperti ini juga pernah terjadi ketika bapak dan ibu mereka meninggal. Seperti itulah Musa saat sedang sedih. Ia tak mengeluarkan air mata. Sebagai ganti, asam lambungnya beergolak dan menyebabkannya muntah-muntah.

Wawa menunggui Musa keluar dari kamar mandi.

wawa

(prihatin) aku izin nggak masuk ya hari ini?

musa

Nggak usah, aku nggak apa-apa kok.

wawa

(cemas) tapi kamu muntah-muntah terus. Siapa tahu kamu butuh ke dokter, kan aku bisa temani.

musa

Nggak apa-apa, Wa. Aku istirahat aja.

Musa sama sekali tidak mengalihkan pandangannya pada Wawa.

wawa

Musa, please. Aku nggak bisa lihat kamu kayak gini.

Musa mengabaikan ucapan Wawa dan bergegas masuk ke kamar dan menguncinya.

104. int. kamar musa - continous

MUSA berbaring sambil menekuk tubuhnya ke sebelah kanan. Ia berusaha menahan gejolak yang menghantam dadanya. Belum pernah ia merasa begitu terluka.

Ketika akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari cangkang kerangnya karena sebuah keyakinan, ia malah dihancurkan sekali jadi.

Menyakitkan karena bahkan dengan semua rasa sakit itu, ia tetap tidak mampu mengeluarkan air mata.

musa (v.o)

Barangkali Thallasemia sudah merenggut air mataku.

105. int.  rumah musa- kamar wawa — night

Wawa berbaring di salah satu sisi tempat tidur. Ia beristirahat untuk meredakan rasa pusing dan nyeri tubuhnya yang tiba-tiba menyerang.

Tidak lama, terdengar suara pintu diketuk.

ale (o.s)

Kak Wawa, boleh masuk?

Wawa membuka mata dan melihat ke arah pintu.

wawa

Masuk aja, Le.

Wawa bangkit dari posisi baring ke posisi duduk.

SFX: suara pintu dibuka lalu ditutup lagi.

Tampak Ale sedang berdiri dengan perasaan ragu. Tangannya memegang sebuah amplop.

wawa

Kenapa, Le?

Wawa memberi isyarat pada Ale agar mendekat.

Pelan-pelan Ale mendekat. Ia lalu menyerahkan amplop di tangannya. Wawa mengambil amplop itu tapi tidak membukanya.

wawa

Kapan sidangnya?

Suara Wawa terdengar prihatin. Ale tampak seolah akan menangis.

ale

Minggu depan.

Wawa menatap Ale dengan tatapan sedih. Ia meletakkan amplop di atas kasur lalu melebarkan kedua tangannya untuk memeluk Ale.

Ale tak kuasa menahan tangis dan langsung memeluk Wawa.

ale

Kak Wawa…

wawa

Nggak apa-apa, Ale. Kalau mau nangis, nangis aja.

Wawa menepuk-nepuk pelang punggung Ale.

Kamera bergerak ke samping perlahan-lahan, menuju meja belajar di samping tempat tidur. Menampakkan foto keluarga Wawa bersama orang tua dan adik-adiknya. Dilatarbelakangi suara tangis Ale.

106. int. kamar afrah – rumah afrah - night

Dengan perasaan gelisah dan bersalah AFRAH mengetik pesan di layar ponsel. Sesekali ia tampak menghapus teks dan menggantinya dengan kata-kata lain.

Selama beberapa saat Afrah tampak berpikir. Mempertimbangkan banyak hal, ia kemudian mantap mengirim pesan teks itu.

afrah (v.o)

Maafkan aku…

Afrah menekan tombol ‘kirim’

107. int. kamar musa – rumah musa - night

MUSA membuka mata karena bunyi notifikasi di ponselnya. Ia sebenarnya tidak tidur. Tetapi kekacauan dalam hatinya membuat Musa tidak punya keinginan untuk melakukan apapun selain berbaring dan membiarkan pikirannya melayang-layang.

Selama beberapa saat Musa membiarkan ponselnya. Sambil benaknya menduga-duga siapa yang mengirimkan pesan. Sekitar setengah jam kemudian, Musa meraih ponselnya yang ia letakkan di samping kepalanya.

Dengan enggan ia mengecek pesan yang masuk. Seketika ia tersentak dan dengan cepat mengubah posisinya ke posisi duduk. Tanpa buang tempo Musa membuka pesan itu dan membacanya.

Zoom in teks dari Afrah.

afrah (o.s)

Sebelumnya aku ingin minta maaf. Aku tidak pernah bermaksud menyakiti perasaanmu.

Awalnya, aku hanya bermaksud menjalin pertemanan seperti saat kita masih SD dulu. Karena buatku kamu pribadi yang sopan dan selalu mengerti keadaan orang lain.

Tapi sejak bersama kamu, aku jadi menemukan kenyamanan, dan aku merasa agak rakus saat itu. Lalu segalanya berkembang dengan cepat diantara kita.

Awalnya kupikir itu adalah rasa cinta yang tumbuh seiring semakin seringnya kita jalan bareng.

Tapi setelah mendalami perasaanku selama beberapa waktu, aku sadar kalau yang aku rasakan padamu hanya sebatas kekaguman.

Aku kagum dengan keberanian dan kekuatanmu menghadapi saat-saat sulit.

Dan kurasa kita tidak bisa maju lebih jauh lagi.

Tolong jangan salah paham. Aku sungguh menghargai segala hal yang kita lalui bersama selama beberapa bulan terakhir. Sungguh kenangan yang indah.

Musa, tetaplah hidup.

Terima kasih untuk semunya, dan maafkan aku.

108. int.  kamar musa — night

Musa terpaku selama beberapa saat. Ada rasa marah, kecewa, sesal, sedih yang menghantam perasaannya secara bersamaan.

musa (v.o)

Apa ini? Dia bahkan tidak membahas tentang alasannya kenapa tidak terus terang soal status pernikahannya.

Bahkan tidak minta maaf karena tidak terus terang.

Musa melemparkan ponselnya ke lantai. Beruntung hanya menghantam keset dekat keranjang sehingga ponsel itu tidak hancur berantakan.

Setelah itu ia membenamkan wajahnya ke bantal, dan berteriak di sana.

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)