Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerita Ini Belum Berjudul
Suka
Favorit
Bagikan
8. Scene #36-40

36. INT. RUMAH KONTRAKAN BARU (2014) - DAPUR — PAGI

Alina selesai sarapan. Dia memakai tas sekolah dan berdiri.

ALINA
Hari ini Alina ada persiapan acara festival, jadi mungkin pulangnya terlambat.
FARAH
Pulang terlambat itu jam berapa, Lin? Kakak saja yang kuliahnya jauh selalu pulang sebelum maghrib.
ALINA
Kakak nggak ada kelas malam. Aku juga nggak mau pulang telat, maunya langsung pulang sampai rumah.
FARAH
Nanti pulang naik apa?
ALINA
Mungkin numpang Raisa sampai rumahnya, nanti terusin pakai ojek.
FARAH
Ya sudah, hati-hati, ya. Oh, ya sekalian bilang ke Om ojek-nya, untuk bayaran minggu ini belum ada. Jadi mungkin minggu depan baru dibayar.
ALINA
Kenapa nggak mama? Masa aku?
FARAH
Nggak mau, mama nggak mau berurusan dengan yang begituan.

Farah melengos dan masuk ke dalam. Alina berdiri di depan pintu mencoba sabar.

ALINA
Bagaimana yang tadi malam? Soal buah? Besok acaranya. Paling nggak, nanti malam sudah harus ada.

Farah menjawab dari dapur.

FARAH
Bayar ojek saja belum bisa, apalagi beli buah-buahan. Lagian kenapa harus murid yang bayar dulu, sih? Aneh banget.
ALINA
Ya kan nanti diganti lagi. Soalnya budget untuk acara festival sisanya belum turun. Mungkin pas hari H.
FARAH
Iuran Abian sudah menunggak tiga bulan. Harus bayar itu dulu yang lebih penting. Masa kamu diduluin? Iuran Abian kan mahal.

Alina mendumel di ambang pintu. Abian keluar dari kamarnya. Dia masih setengah tidur, rambut berantakan, dan baju kusut. Abian berjalan malas ke kamar mandi membawa handuk.

ALINA
Memang ada yang menyuruh Abian masuk sekolah yang mahal? Siapa yang suruh Abian masuk sekolah swasta yang iurannya berat? Kenapa dia nggak masuk ke sekolah yang lebih mampu? Kenapa nggak disuruh belajar lebih giat biar bisa masuk sekolah negeri?
FARAH
Dia anak laki-laki. Sudahlah, berisik terus pagi-pagi. Cepat sana pergi, Om ojek-nya sudah menunggu.

Alina pergi tanpa salam.

CUT TO:

37. EXT. KORIDOR SEKOLAH (2014) — SORE

Alina berjalan tergesa. Dia memeriksa jam tangan. Sudah pukul setengah lima lebih. Saat dia melewati ruang OSIS, Wilson keluar dari dalam. Mereka tabrakan.

WILSON
Maaf, maaf. Saya tidak sengaja.

Wilson memegang dua bahu Alina agar tidak jatuh.

ALINA
Nggak masalah, Kak.
WILSON
Kamu nggak apa-apa?
ALINA
Nggak apa-apa.
WILSON
Lain kali hati-hati, apalagi di tangga.
ALINA
Iya, maaf Kak.
WILSON
Nggak masalah. Belum pulang?
ALINA
Masih ada persiapan untuk acara nanti sedikit lagi. Belum bisa pulang.

Wilson memeriksa jam tangan.

WILSON
Nanti pulang sama siapa?
ALINA
Hm, nggak tahu. Biasanya sama Raisa, tapi ternyata klub musik dan padus sudah nggak ada persiapan apa pun hari ini.
WILSON
Oh, iya. Padus memang sudah selesai. Hari ini aku ada rapat dengan klub lain yang masih belum siap. Klub kamu salah satunya, kamu sudah tahu, kan? Ketua kamu?

Alina meringis. Dia menggeleng lesu.

WILSON
Jangan lupa anggota inti yang lain, ya. Bendahara atau sekertaris juga.

Wilson tersenyum tipis. Lalu, dia menepuk salah satu bahu Alina. DIa pergi sementara Alina tersenyum kecut.

CUT TO:

38. INT. RUANG OSIS (2014) — PETANG

Alina duduk sendiri di pojok, sementara yang lain satu per satu rapat dengan Wilson sesuai klub mereka sendiri. Tak lama, semua orang sudah pergi, tinggal Alina sendirian.

Wilson berdiri dan memandang Alina. Lalu, perlahan dia tersenyum manis sekali.

Alina menjadi salah tingkah. Dia grogi melihat Wilson yang lama-lama seperti menahan tawa. Wilson memanggil Alina ke depan. Mereka duduk saling berhadapan.

WILSON
Kamu sendirian?

Alina hanya bisa mengangguk lesu.

WILSON
Bagaimana bisa sampai semua anggota inti tidak datang? Saya sudah menghubungi semuanya.

Alina mengedikkan bahu.

WILSON
Kamu nggak suruh mereka datang?
ALINA
Nggak apa-apa, aku saja, Kak. Biar cepat.

Wilson menatap dia seperti sedang berpikir. Lalu dia mengangguk.

WILSON

OK, akan saya persingkat.

Wilson menjelaskan tentang acara festival, sementara Alina mendengarkan sambil menatap Wilson. Alina terlihat tidak bisa memalingkan mata. Wilson terus bicara.

WILSON
Itu saja. Ada pertanyaan?
ALINA (V.O)
Bisakah nama belakangmu, disematkan di nama belakangku?
ALINA
Nggak ada, Kak. Sudah cukup.

Alina berdiri dan siap untuk pulang. Sebelum dia keluar ruangan, Wilson memanggilnya. Dia menghampiri Alina di pintu ruang OSIS.

WILSON
Alina, pulang dengan siapa?
ALINA
Sendiri.
WILSON
Naik apa?
ALINA
Angkot.
WILSON
Sudah lewat maghrib begini? Sudah gelap. Rumah kamu di mana?

Alina hanya diam sambil mengangkat dua alisnya.

WILSON

Mau saya antar?
ALINA (V.O)
Oh, jadi begini rasanya ada yang memedulikan?
ALINA
Nggak perlu. Aku sudah biasa. Terima kasih tawarannya, Kak.

Alina buru-buru pergi. Wilson hendak menahannya tapi gagal.

CUT TO:

39. INT. RUMAH KONTRAKAN BARU (2014) — MALAM

Alina masuk ke dalam rumah. Di dalam, dia melihat semua orang diam. Farah di ruang tamu menonton teve. Amira di kamar main HP. Hassan dan Abian ada di dalam kamar mereka.

Alina ganti baju dan merapihkan seragamnya. Dia melihat mata Amira sembab.

ALINA (V.O)
Untung saja Wilson tidak jadi mengantarku hari itu.

Saat Alina selesai merapihkan barang dan seragamnya digantung, Alina naik ke kasur. Tapi, tidak lama, dia mendengar suara pintu dibanting.

FARAH
Kamu itu kenapa?! Kalau tidak ada uang tidak perlu marah-marah begini! Saya cuman bertanya!

Alina menghembuskan napas berat, sementara Amira di sebelahnya menghapus air mata lagi.

HASSAN
Siapa yang tidak punya uang, hah? Saya ada uang! Siapa yang marah-marah?
FARAH
Sudah, sudah! Malu sama tetangga! Dari pulang sudah teriak-teriak, marah. Setiap hari terus saja begini, tanpa alasan, banting sana, banting sini. Ada salah sedikit, ngamuk! Kamu ini nggak punya kontrol emosi!
HASSAN
YEE! DIAM KAMU! MELUNJAK SAJA SEMUANYA! Semua selalu dikasih, jadinya begini, nih. Diurusin malah melawan. Saya itu capek! Capek kerja seharian!
FARAH
Ya sudah, terus kenapa? Saya ngapain? Apa yang bikin marah?!

Amira terlonjak kaget saat ada bunyi dinding dihajar. Alina hanya mengecap lidah seperti sudah bosan.

Pintu kamar dibanting lagi. Lalu semuanya hening.

Farah masuk ke dalam kamar. Dia mengambil tas jinjing dari dalam lemari. Farah merapihkan baju dan memasukkan ke dalam tas. Amira langsung turun dari kasur.

AMIRA
Ma, mama mau ke mana?

Amira menangis. Dia menahan tangan ibunya. Ibunya membanting baju ke dalam tas.

FARAH
Mama sudah nggak tahan. Setiap hari selalu saja ada yang dibuat masalah. Hal kecil saja bisa membuat papa-mu itu meledak. Sebenarnya ada apa, sih? Nggak ada apa pun tetap bisa jadi salah. Stres sedikit, dilampiaskannya ke kita. Mama sudah capek begini terus.
ALINA (V.O)
Mama tidak salah. Dan aku juga lelah.

Farah menutup tas dan mencoba untuk keluar kamar, tapi ditahan Amira.

AMIRA
Mama mau ke mana?
FARAH
Ke rumah tante-mu saja yang dekat sini. Sudah ya, Amira, nanti mama--
AMIRA
Ma, nggak mau--
ALINA
Sudahlah, Kak! Kalau mama maunya pergi, biarin saja. Malah bagus, jadi nggak perlu berantem lagi. Biarin saja, pergi saja kalau memang mau. Biar nggak perlu dimarahi, disalahin terus saja.

Farah menatap Alina yang menoleh ke jendela. Dia tidak bicara. Amira menangis. Alina melengos dan tidur membelakangi mereka. Dia menggigit bibir bagian bawah sampai berdarah.

Terdengar suara pintu dibuka, kali ini lebih pelan. Lalu suara Hassan yang lebih pelan.

HASSAN

Sudah, sudah. Masuk ke kamar. Masuk ke kamar saja, ya. Nggak perlu begini. Kasihan anak. Kamu tega?

Selama beberapa detik hening. Farah dan Amira masuk lagi ke kamar. Keduanya menangis.

Alina mengambil headset dari balik bantal. Dia memutar musik sekencang mungkin.

ALINA (V.O)
Dulu, aku berharap sekali orang tua-ku cerai saja. Untuk apa selalu bersama tapi tidak bisa saling menghormati dan mengerti? Untuk apa selalu bersama tapi tidak bisa akur dan lembut? Mungkin keterlaluan. Tapi jika mama lebih baik sendiri, lantas untuk apa tinggal?

CUT TO:

40. INT. RUMAH KONTRAKAN BARU (2014) — PAGI

Kita melihat matahari mulai terbit dari balik tirai kamar. Langit mulai terang. Di rumah kontrakan Alina masih hening. Semuanya kosong. Lalu, kita melihat semua orang masih tertidur, termasuk Alina, Amira, dan Farah di dalam kamar.

Alina membuka mata kaget saat mendengar bunyi mesin motor. Dia langsung berdiri.

ALINA
Telat, telat! Aku telat!

Alina buru-buru mengambil handuk dan mandi. Farah bangun dengan lesu. Amira membuka matanya yang sembab. Farah berdiri dan keluar kamar. Amira tidur lagi.

Tak lama Alina sudah memakai seragam lengkap. Dia keluar kamar dan buru-buru pakai sepatu di ruang tamu.

ALINA
Gimana bisa telat, sih? Mama nggak bangunin Alina? Alarm nggak ada yang bunyi satu pun?

Farah menghela napas.

FARAH
Mama juga kebablasan.
ALINA
Gimana sih, hari ini acara penting. Harusnya panitia datang lebih awal semua. Sekarang Alina telat. Kok bisa nggak ada satu orang pun yang bangun--

Alina memakai sepatu dengan cepat sambil kesal. Dia mendengus.

FARAH

Kamu sudah besar, harusnya kamu bangun sendiri juga. Kenapa harus nunggu dibangunin orang? Jangan marah-marah.

Alina mendelik kelas. Dia mengintip ke pagar. Ojek langganan sudah datang.

ALINA
Aku harus pergi sekarang.
FARAH
Nanti dulu!

Farah berlari ke dapur dan membuka kulkas. Dia mengeluarkan plastik yang besar.

ALINA
Ini apa?
FARAH
Buah. Ternyata tadi malam papa beliin pas mama tanya. Makanya pulangnya juga agak malam, nggak jauh dari kamu. Mungkin cari-cari dulu yang masih buka dan yang murah. Atau yang mau dihutangin.

Alina melihat isi plastik. Ada jeruk, anggur, apel, dan pisang.

ALINA
Banyak banget.
FARAH
Sudah pergi sana. Itu ojeknya sudah nunggu.

Alina mengangguk. Dia salim ke ibunya. Farah memandang kepergian anaknya dari pintu rumah.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar