Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerita Ini Belum Berjudul
Suka
Favorit
Bagikan
6. Scene #26-30

26. INT. RUMAH SAKIT (2005) - RUANG TUNGGU ICU — MALAM

Alina mendongak melihat tulisan RUANG I.C.U. Dia mengaitkan tangan di belakang. Alina melangkah mundur kembali ke ruang tunggu.

Di ruang tunggu ada karpet kecil yang digelar. Kursi-kursi digeser. Alina duduk di tengah karpet.

ALINA (V.O)
Pada dasarnya, aku yang masih kecil hanya tahu bermain dan belajar. Yang lain tidak terlalu berarti.
ALINA (V.O)
Kata mama, itu karena aku egois. Cemburuan, katanya. Begitulah kalau anak tengah. Aneh. Konsep macam apa lagi yang menaruh ekspetasi pada giliran berapa kalian lahir?

Alina menarik tas di sampingnya. Dia mengeluarkan perbekalan.

ALINA (V.O)

Mama sakit keras. Semenjak masuk rumah sakit, hidup aku monoton. Sekolah, pulang, pergi ke rumah sakit, pulang, tidur. Besoknya diulang lagi dari awal.

Alina membuka tutup bekal hati-hati.

ALINA (V.O)
Segalanya kacau. Papa bukan papa yang aku kenal. Mama tidak pernah kelihatan sebab aku belum cukup umur untuk masuk. Kak Amira mengurus mama, pura-pura sudah cukup umur.

Alina tergiur melihat mie goreng dan telur mata sapi.

ALINA
Abian, makan dulu!

Abian menggeleng. Dia main mobil-mobilan di kursi.

ALINA
Makan dulu, nanti kalau telat sakit!

Abian tidak menjawab. Alina akhirnya berdiri. Dia menyuapi Abian.

ALINA
Habisin.

Mereka begitu untuk beberapa saat. Alina mengejar Abian, Abian berlari ke sana-kemari. Alina menyuapi.

Belum habis, Abian sudah menolak.

ALINA
Ih, masih ada setengah lagi. Kasihan tahu papa sama Kak Amira sudah siapin dari pagi.
ABIAN
Nggak.
ALINA
Abian, satu lagi, aaa--

Abian mendorong Alina. Alina kesal dan meninggalkan adiknya. Dia duduk di karpet.

ALINA (V.O)
Dulu aku tidak bisa main karena tidak ada yang menjaga, sekarang aku tidak bisa main karena harus menjaga. Jadi, kapan waktu untuk aku?

Di sebelah Alina, ada seorang wanita. Wanita itu bernama EVELYN. Dia juga menunggu seseorang di ruang I.C.U.

EVELYN
Alina nggak makan?
ALINA (V.O)
Kak Evelyn menjaga adiknya. Kata Kak Amira, adiknya seperti mummy. Diperban dari atas sampai bawah. Katanya kecelakaan motor. Dia sering menolong aku mengurus Abian. Tempat piknik ini ide dia.

Alina menggeleng.

ALINA
Belum.
EVELYN
Alina makan juga dong.
ALINA
Abian harus makan dulu sampai habis. Baru Alina bisa makan.
EVELYN
Kenapa begitu?
ALINA
Abian susah dikasih makan.

Alina memandang bekal yang sudah setengah habis. Telurnya sudah tinggal putihnya saja. Mie-nya sudah sedikit. Lalu, dia melirik Evelyn yang membuka bekal miliknya. Ada chicken nugget. Alina menelan ludah.

EVELYN
Makan berdua kan bisa? Makan pakai ini. Enak. Alina satu suap, habis itu Abian. Ganti-gantian.
ALINA
Nanti saja.

Alina memanggil Abian. Adiknya itu datang tapi dia tetap sibuk main.

ALINA
Abian, aaa--

Abian menolak. Alina mendorong sendok ke mulut Abian, tapi adiknya malah menghindar.

ALINA
Abian, makan dulu baru main!
ABIAN
Nggak. Main.
ALINA
Makan.
ABIAN
Abian maunya main, Alina.

Alina cemberut, menahan air mata.

ALINA (V.O)
Aku selalu berpikir, kenapa dia sulit sekali diatur? Aku juga lapar. Aku juga butuh diurus. Aku juga ingin main. Sudah begitu, kenapa dia sulit sekali untuk memanggil aku kakak? Aku juga kakak perempuannya. Kenapa hanya Amira saja yang dia panggil kakak?

Alina mengelap air mata yang jatuh di pipi.

ALINA
Makan! Kalau dikasih tahu sekali, bisa nurut nggak, sih? Kalau dibilang makan, ya, makan!
ABIAN
Nggak!
ALINA
Abian, makan!
ABIAN
Kenyang!
ALINA
Kenyang apanya! Telurnya juga belum habis.
ABIAN
Iya, tapi kenyang!

Alina melempar tempat bekalnya dengan kesal. Sisa mie, telur, dan nasi berantakan seperti sampah.

ALINA (V.O)
Hilang perjuangan papa dan Kak Amira di pagi hari. Padahal papa bilang harus dimakan sampai habis. Nanti mubajir. Susah cari uang. Susah beli makan. Ada mie goreng saja sudah bagus.

Alina menangis kencang. Suaranya menggema.

EVELYN
Sudah, sudah. Kok malah berkelahi?

Evelyn mencoba melerai, tapi Alina malah mendorong adiknya.

ALINA
Bisa menurut sekali saja nggak, sih? Masih untung ada yang mau mengurus!

Abian ikut menangis.

ALINA (V.O)
Bodoh. Aku bahkan tidak bisa menangis dengan damai. Masih ada yang bisa mencuri perhatian dariku.

Evelyn langsung memeluk Abian.

EVELYN
Ssh, ssh, cup sayang. Sudah, sudah.
ALINA (V.O)
Aku tidak heran kenapa malah Abian yang ditenangkan. Abian lucu, masih kecil. Aku selamanya akan terjebak di tengah. Tidak dewasa, tidak juga kecil. Saat jadi anak kecil, aku harus menjadi dewasa. Saat ingin jadi dewasa, aku masih terlalu kecil.

Alina mengelap air matanya di pipi. Evelyn menyuapi Abian dengan chicken nugget tadi. Alina bibirnya cemberut. Dia berlutut di depan nasi yang berantakan. Dia menyerok nasi sebisa mungkin ke tempat bekal. Alina melirik Abian yang lahap disuapi Evelyn.

ALINA (V.O)
Apa memang salah aku? Aku yang sudah tidak sabar? Apa aku terburu-buru, atau Abian tidak suka mie goreng dan telur? Kalau menjelaskan, tetap aku yang salah. Dengan Kak Amira, aku anak kecil manja yang banyak mau. Kalau sama Abian, aku kakak yang tidak bisa mengalah dan banyak mau.
ALINA (V.O)
Belum lima menit sih. Apa aku saja yang habiskan agar tidak kena marah? Tapi pasti kena marah.

Tidak lama, Hassan keluar dari ruang I.C.U dengan wajah pucat. Dia melewati Alina yang membereskan bekal dan duduk di salah satu kursi ruang tunggu.

Semuanya diam termasuk Abian dan Evelyn.

Alina menatap ayahnya yang menunduk.

ALINA (V.O)
Katanya, mama menunjukkan garis datar.

Kita mendengar suara flatline secara keras yang semakin lama semakin memudar.

FADE TO BLACK.

FADE IN.

27. INT. RUMAH KONTRAKAN BARU (2009) — PAGI

Rumah mereka baru. Kita melihat Alina yang masih SD sudah siap-siap pergi ke sekolah. Amira juga dengan seragam SMP. Sementara itu, narasi terus berlanjut, memperlihatkan seluruh isi rumah bersiap di pagi hari. Hassan yang akan ke kantor, Abian masih tidur, lalu terakhir, diperlihatkan Farah memasak di dapur.

ALINA (V.O)
Saat mama sembuh, kami semua bisa sedikit tenang. Tapi proses pemulihan itu sulit. Nyatanya, aku masih harus berpura-pura menjadi orang dewasa. Mengurus Abian dan menurut suruhan Kak Amira.
ALINA (V.O)
Oh, dan kami pindah ke rumah baru. Masih mirip, tapi sekarang kamarnya lebih luas sedikit.

Kita melihat kamar Alina, Amira, dan ibunya secara keseluruhan. Alina dan Amira berebut kaca.

ALINA (V.O)
Kala itu aku akhirnya mengerti kata bangkrut. Itu yang terjadi. Papa kehilangan semuanya. Ketika dia mengambil resiko besar dalam bisnisnya tanpa berdiskusi dengan mama, papa malah ditipu. Kita menjual rumah dan harus membayar hutang.
ALINA (V.O)
Setidaknya, kami masih punya atap untuk berlindung, pakaian untuk dikenakan, dan makanan di atas meja. Biasanya sih...

Alina mengenakan dasi dan merapihkan kemeja di depan kaca. Lalu, Amira menggesernya lagi, mengambil semua ruang di depan kaca.

ALINA (V.O)
Mobil papa juga dijual untuk biaya rumah sakit. Semua hal digadaikan, tidak bisa ditebus lagi. Sehari-hari, harus hemat. Makan seadanya. Walau tidak ada lauk, tapi beras harus ada. Kadang, kami memanaskan air keran untuk diminum.
ALINA (V.O)
Kita bukan orang paling beruntung di dunia, tapi kita punya satu sama lain.

Alina mengalah dan meraih ranselnya. Begitu dia akan keluar, Amira sudah lebih dulu menabraknya dari belakang untuk keluar lebih dulu.

ALINA
Aku yang duduk di ujung meja--

Alina cemberut saat melihat Amira sudah duduk di ujung meja, berhadapan dengan ayah mereka yang ada di ujung satunya lagi.

ALINA (V.O)
Kami sudah biasa dengan rasa lapar dan haus. Aku sudah sering melihat papa sibuk menghubungi teman. Atau mama yang menatap meja makan kosong. Kak Amira semakin jauh dariku, dan Abian masih belum sekolah, padahal harusnya dia sudah masuk SD.
ALINA (V.O)
Dan aku mengerti apa artinya berhutang. Kami hutang sana-sini demi bisa makan.

Alina akhirnya duudk di dekat ayahnya.

ALINA (V.O)
Aku pernah jalan kaki dari sekolah sampai rumah, dan tidak makan sama sekali saat istirahat. Tapi setidaknya, kita masih punya satu sama lain, kan?

Farah mulai memberikan nasi goreng untuk mereka.

ALINA (V.O)
Pada dasarnya, kami keluarga yang penyayang. Walau sering berkelahi, tapi kami keluarga yang cukup harmonis. Walau susah, berat, dan keras, selalu ada tawa dan tingkah konyol dari semuanya.
ALINA (V.O)
Tapi memang, banyak hal yang tidak bisa aku mengerti, seperti emosi manusia.

CUT TO:

28. INT. RUMAH KONTRAKAN BARU (2009) - DAPUR — MALAM

Alina melirik Amira yang duduk di ujung meja makan sambil membaca buku. Abian duduk di sebelahnya, sementara Farah sibuk menatap ponsel kecil miliknya.

ALINA (V.O)
Kala itu kami tidak bisa makan lagi. Sudah hampir malam, papa masih belum pulang. Dia sudah pergi dari pagi. Entah pergi ke mana.
ALINA
Kak Amira--
AMIRA
Sst, aku lagi nggak mau bicara.

Alina melipat dua tangan di depan dada. Tak lama, Hassan pulang.

Hassan membawa makanan gado-gado dan langsung diserbu. Farah menyiapkan piring dan sendok. Amira mengambil kerupuk paling banyak, sementara Alina menunggu sisa untuknya.

ALINA (V.O)
Akhirnya kita makan, tapi kenapa semuanya masih muram? Kak Amira, mama, dan papa.

Abian mengambil kerupuk di piring Alina.

ALINA
Ih, itu punya aku.
FARAH
Ya sudah, berbagi saja.
ALINA
Tapi punya aku. Giliran dia pasti dibelain.
AMIRA
Kan hanya kerupuk, Lin.
ALINA
Kak Amira juga pasti nggak suka kalau begini. Semua orang tahu kalau Kak Amira paling suka kerupuk dicampur bumbu gado-gado, tapi Alina juga suka. Suka sekali malah. Nggak ada yang tahu kan? Karena semua kerupuk otomatis paling banyak jadi punya Kak Amira. Terus Alina dapat apa?

QUICK FLASHBACK:

29. INT. DAPUR (2009) — MALAM

Kita melihat adegan berganti-ganti dalam flashback cepat di situasi yang similar.

ALINA
Alina mau bagian paha juga.

Ibunya memberikan paha ke Amira dan Abian. Alina mendapat bagian dada ayam.

FARAH
Kak Amira sukanya paha. Abian kasihan pengen paha. Alina kan anak baik, mengalah, ya?

QUICK FLASHBACK:

ALINA
Alina juga mau telur.

Farah memberikan dua telur dadar untuk Amira dan Abian.

FARAH
Telurnya tinggal dua. Kak Amira yang dapat. Abian berdua sama mama. Alina kan anak baik, mengalah, ya?

QUICK FLASHBACK:

ALINA
Alina mau roti juga.
FARAH
Hanya cukup beli dua uangnya, Nak. Nanti mama belikan lagi, Alina kan anak baik, mengalah, ya?

BACK TO SCENE:

30. INT. RUMAH KONTRAKAN BARU (2009) - DAPUR — MALAM

Amira mendelik dan makan sambil berwajah judes.

AMIRA
Aku biasa saja. Sejak kapan aku minta kerupuk banyak?
ALINA
Setiap kali ada kerupuk!
HASSAN
Alina, bisa diam nggak? Berisik sekali! Jangan berkelahi di depan makanan!

Alina mengerjapkan mata supaya tidak menangis.

ALINA (V.O)
Papa punya suara yang keras. Watak keras. Dan ego yang tinggi. Aku tahu dia alasan kenapa aku bisa ada di sini, punya banyak hal, dan kesempatan. DIa kerja dari pagi hingga malam untuk kami, banting tulang, serabutan juga. Dia pahlawan tanpa tanda jasa. Tapi aku benci kalau sudah begini.
ALINA (V.O)
Aku tahu namanya pemarah. Tempramental. Atau memang benar, aku anak yang tidak bisa diatur, anak kurang ajar, dan anak yang selalu membuat orang tua stres.

Farah menggeleng tidak suka. Dia memberikan kerupuknya untuk Abian.

FARAH
Sudah, kamu makan ini saja, Nak.
ALINA (V.O)
Aku memang sudah mahir menahan tangis, apalagi diam-diam. Tapi kali itu gagal.

Alina menunduk dan menangis pelan.

ALINA (V.O)
Lalu segalanya pecah. Termasuk piring putih tidak bersalah di depan papa. Mama berteriak, Kak Amira menangis, dan Abian merengek.

Hassan melempar piring dan menggebrak meja. Makanan dan piringnya berantakan.

HASSAN
Terus saja berkelahi! Kenapa? Nggak suka gado-gado saja? Nggak suka makan begini doang? Ya sudah, keluar dari rumah ini! Keluar dari sini, cari suami baru, papa baru, keluarga baru! Cari yang bisa kasih makan lebih baik. Keluar saja dari sini, pergi dari rumah ini!

Hassan mendorong gelas sampi airnya tumpah di atas meja lalu pergi. Farah membawa Abian pergi agar tenang. Amira masuk ke dalam kamar. Tinggal Alina sendirian di meja yang berantakan.

ALINA (V.O)
Aku rasa aku tidak akan pernah lupa wajah papa saat itu. Atau wajah-wajahnya setelah itu. Untuk pertama kalinya, aku melihat sisi orang dewasa yang berbeda. Amarah dan emosi. Dunia tidak sesederhana yang aku pikirkan.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar