Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerita Ini Belum Berjudul
Suka
Favorit
Bagikan
5. Scene #21-25

21. INT. PESTA RUMAHAN (2005) — SIANG

Alina menjaga Abian yang masih balita. Mereka duduk di sofa rumah yang dijadikan tempat kondangan pesta. Alina melihat Abian mengemut jarinya.

ALINA
Lapar?

Abian mengangguk. Alina turun dari sofa. Dia membawakan pudding untuk Abian. Mereka berdua duduk di lantai agar bisa lebih nyaman makan di meja sofa.

SANAK SAUDARA #1
Kasihan, ya.

Alina menatap mereka diam-diam.

ALINA (V.O)
Kenapa kasihan?
SANAK SAUDARA #2
Iya. Kasihan mereka. Mana masih pada kecil.

Mereka terus berbisik membicarakan Alina dan Abian yang sedang makan pudding.

ALINA (V.O)
Aku benci memori itu. Aku ingat, aku berjanji untuk menjadi orang hebat saat dewasa nanti, supaya tidak dikasihani saat makan pudding cokelat di pesta keluarga.

CUT TO:

22. INT. RUMAH KAMPUNG HALAMAN (2005) - RUANG TAMU — PAGI

Alina memegang telepon seperti biasa. Dia menunggu telepon, duduk penuh harap. Dia sambil menatap Amira yang bermain bersama sepupu seusianya di luar, sementara ibunya sibuk bermain bersama Abian di dapur.

ALINA (V.O)
Setelah penantian yang lama, aku ingat, akhirnya si secepatnya datang.
ALINA
Kita pulang?
HASSAN
Iya.
ALINA
Semuanya sudah ada, kan? Meja belajar, HP, alat tulis, kamar milik Alina sendiri?
HASSAN
Iya, semuanya sudah siap. Ada kasur puteri yang cantik. Pokoknya oke.
ALINA (V.O)
Aku ingat, aku begitu senang sampai tidak bisa tidur. Aku akan meninggalkan rumah yang banyak sekali orang dewasanya ini. Aku tidak perlu main sendiri karena Kak Amira sibuk dengan sepupu lain, dan Abian dijaga oleh mama.

Kita melihat Farah dan tiga anaknya mengepak barang, memastikan tidak ada yang ketinggalan. Mereka berpamitan dengan sanak saudara yang ada di kampung ibunya, lalu akhirnya pergi di antar ke bandara dengan mobil.

ALINA (V.O)
Aku akan pulang.

CUT TO:

23. INT. PESAWAT (2005) — SIANG

Alina kali ini mendapat kursi di jendela. Matanya terus menatap langit biru dan awan putih. Kakinya bergerak ke depan dan belakang, sambil tangannya memegang sabuk pengaman di pinggang.

AMIRA
Diam dong. Nggak bisa diam banget, sih?
ALINA
Maaf.

Amira mendengus.

ALINA
Kak, menurut kakak, semua teman Alina masih ingat nggak ya sama Alina?
AMIRA
Mana tahu.
ALINA
Apa semua teman kakak akan ingat sama kakak?
AMIRA
(melengos)
Nggak tahu. Sudah diam saja. Jangan berisik.

Pesawat melaju kencang di atas langit. Tak lama, mereka sampai di Jakarta lagi.

CUT TO:

24. EXT. BANDARA SOEKARNO HATTA (2005) — SORE

Alina membantu Amira mendorong kereta koper, sementara Farah menggendong Abian dan mencari Hassan. Hassan melambaikan tangan tidak jauh dari mereka. Alina dan Amira langsung berlari dan memeluk ayah mereka.

ALINA dan AMIRA
PAPA!

Mereka berpelukan untuk waktu yang lama. Setelah itu, Hassan mengecup kening Farah, lalu mengambil Abian dari gendongannya.

HASSAN
Bagaimana penerbangannya?
FARAH
Baik-baik saja.
HASSAN
Kalau begiut, ayo, ayo. Kalian pasti lelah.

Alina tersenyum lebar. Dia mendorong kereta koper dibantu oleh ibunya dan Amira. Mereka berjalan ke parkiran bandara. Hassan menurunkan Abian. Dia memasukkan semua koper ke dalam bagasi mobil. Farah dan Amira mematai mobil tersebut, tapi Alina tidak peduli sama sekali.

ALINA (V.O)
Seharusnya dari situ aku bisa tahu. Bisa sadar. Bisa menebak.

Farah masuk ke kursi depan, sambil memangku Abian. Amira dan Alina masuk ke belakang, bersama beberapa barang yang tidak kuat di bagasi mobil yang kecil.

ALINA (V.O)
Mobilnya jauh berbeda dari mobil kita dulu.

Alina masih tersenyum memandang jalanan Jakarta.

ALINA (V.O)
Rute perjalanan yang beda dari dulu.

Alina mendengarkan percakapan orang tua-nya yang berbisik.

HASSAN

Nggak jelek, kok. Sederhana. Cukup untuk kita semua.
FARAH
Nggak apa. Nggak masalah.
ALINA (V.O)
Seharusnya aku tidak berharap lebih. Tapi apa yang bisa dilakukan dan diharapkan dari seorang dara kecil belum dewasa sama sekali?

Mobil masuk ke sebuah gang kecil yang sempit. Alina memandang jalanan dengan wajah penasaran, kepalanya menengok kiri dan kanan. Amira diam saja di sebelahnya.

ALINA
Ini di mana, Kak?
AMIRA
Anak kecil diam saja. Nggak perlu tahu.
ALINA
SMP itu belum besar banget tahu.
AMIRA
Diam, Alina. Jangan berisik ngerti nggak, sih? Jangan banyak tanya.

Alina menggigit bibir. Dia kembali menoleh keluar jendela.

CUT TO:

25. EXT. RUMAH SEDERHANA (2005) - TERAS — MALAM

Tak lama, mereka sampai di sebuah rumah kecil di tengah gang sempit tersebut. Hassan susah payah mencoba untuk memasukkan mobil ke teras yang kecil. Setelah itu, dia menurunkan semua koper ke dalam rumah.

Alina turun dari mobil sambil menatap rumah tersebut.

ALINA
Ini di mana?

Amira menyikut Alina.

HASSAN
Loh, ini rumah kita.
ALINA
Di sini?
AMIRA
Ini namanya rumah kontrakan. Diam deh.

Amira mengangkat tas ransel miliknya yang ada di dalam mobil. Dia mengacungkan satu jari ke depan bibir untuk membuat Alina diam.

ALINA
Maksudnya apa sih?

Hassan membuang napas panjang sambil menaruh yang dia angkut dengan keras secara tidak sengaja. Satu tangan di pinggang, satu lagi memijat hidung.

HASSAN
Rumah kita sudah dijual.

Dia langsung meneruskan kegiatan lagi. Alina mengikuti dia dari belakang, begitu juga Amira.

Kita melihat rumah sederhana yang kecil, terisi dari ruang tamu, dua kamar tidur, dan dapur di paling ujung beserta kamar mandi. Alina bisa melihat itu semua dari pintu depan.

Hassan masuk ke kamar yang pertama.

HASSAN
Nanti Amira, Alina, dan mama tidur di sini bertiga, ya.

Hassan keluar. Amira menaruh tas di atas kasur yang belum ada seprai-nya. Alina berdiri sendiri di tengah kamar yang kosong dan hening.

ALINA (V.O)
Aku memang pulang. Tapi rumah tidak seindah yang aku ingat.

Kita melihat semua anggota keluarga saling gotong royong mengangkut barang-barang dari dalam mobil, kecuali Abian yang duduk manis di kursi kayu di ruang tamu.

ALINA (V.O)
Semuanya berbeda. Berbeda sekali. Aku jadi anak baru di sekolah. Aku jadi anak yang belum punya teman. Aku harus adaptasi lagi dengan dunia yang asing. Aku sendirian lagi. Dan parahnya...

Kita melihat Farah mengangkat tas jinjing yang berat. Lalu dia terbatuk. Wajahnya pucat dan keringatan. Farah bersandar di dinding dekat pintu depan. Tas yang dia pegang terjatuh.

AMIRA

Mama?

Amira berlari dari luar dan memegang tangan ibunya. Tapi, ibunya terjatuh ke bawah dan pingsan.

ALINA (V.O)

Parahnya mama jatuh sakit.
AMIRA
Ma! MAMA!

Amira panik dan mengguncang bahu ibunya.

AMIRA
PAPA!

Hassan berlari dari luar. Dia melempar tas yang dia pegang. Abian menangis di kursi. Alina keluar dari kamar, terdiam melihat adegan tersebut.

Kita melihat Hassan panik, menepuk pipi istrinya sementara Amira mengguncang bahu ibunya. Terdengar suara Abian merengek. Lalu, dari adegan tersebut, secara perlahan kita melihat Alina dari ujung kaki ke atas.

Alina terdiam mematung. Segalanya berhenti di wajah Alina yang datar.

ALINA (V.O)
Secepatnya memang sudah datang, tapi kebahagiaan itu tidak pernah kembali.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar