Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerita Ini Belum Berjudul
Suka
Favorit
Bagikan
4. Scene #16-20

16. INT. RUMAH MEWAH (2002) - RUANG TAMU — MALAM

Amira dan Alina sedang bermain di ruang tamu, sementara Farah menggendong Abian di dapur. Dia berkelahi dengan Hassan. Hassan membanting piring. Farah terkejut dan mundur.

HASSAN
Sudah. Semuanya sudah terjadi. Kamu ikut saja apa kata suami. Kamu kan istri.

Farah hanya bisa menggeleng lesu. Dia menenangkan Abian yang menangis. Alina dan Amira saling lirik. Hassan keluar dari dapur dengan wajah marah. Dia melewati dua anaknya, lalu keluar dari rumah dengan membanting pintu.

AMIRA
Ma?
FARAH
Sudah, main saja. Jagain adiknya yang benar, kamu kakak!

Amira dan Alina terdiam di rumah yang mendadak jadi hening.

CUT TO:

17. EXT. RUMAH MEWAH (2002) - HALAMAN RUMAH — SORE

Terlihat semua orang sibuk membawa barang ke dalam mobil. Farah menyusul Abian dengan botol susu di kursi depan. Amira dan Alina membawa kotak mainan, lalu duduk di kursi belakang.

Hassan memasukkan kotak-kotak ke dalam bagasi mobil.

ALINA
Kita mau ke mana sih, ma?
FARAH
Ke kampung halaman mama. Mau liburan.
ALINA
Tapi kan ini belum waktunya liburan? Alina masih harus masuk TK.
FARAH
Lin, bisa nggak diam lima menit saja?

Alina terdiam. Amira terlihat kesal di sebelahnya.

AMIRA
Terus semua teman-teman kakak gimana? Kakak nggak bisa main lagi sama yang lain. Main sepedaan, main ke rumah teman, semuanya.

Alina memandang ayahnya yang menutup bagasi mobil. Dia melirik ke luar, melihat beberapa tetangga melambaikan tangan. Farah hanya tersenyum tipis dan melambai pelan.

AMIRA
Ma!
FARAH
Nanti di sana juga bisa main. Ada banyak teman, Mira.
AMIRA
(mendengus)
Janji, ya. Amira bisa main di sana. Sepuasnya. Jangan ngurusin adik-adik terus.
FARAH
Iya.

Hassan naik mobil. Dia membunyikan klakson satu kali. Semua orang mengiringi kepergian mereka.

CUT TO:

18. INT. PESAWAT (2002) — MALAM

Alina duduk di tengah, Amira di dekat jendela, dan Farah duduk memangku Abian di kursi sebelah. Di sebelah Alina, seorang pria dengan jenggot tebal dan wajah mengerikan duduk sambil menutup mata.

ALINA (V.O)
Tahu-tahu saja kita pergi. Dan yang paling penting bagiku kala itu, aku naik pesawat. Keren. Temanku yang lain pasti belum pernah. Ada suara mesin.

Terdengar gemuruh mesin pesawat.

ALINA (V.O)
Ada kumpulan kerlip asterik besar di langit.

Alina mencoba melihat jendela, tapi tertutup Amira.

ALINA (V.O)
Abian dipakaikan kapas di telinga.

Farah mencoba menenangkan Abian yang masih bayi.

ALINA (V.O)
Tapi tidak ada papa.

Alina akhirnya duduk menghadap ke depan. Kesal.

ALINA (V.O)
Tidak ada gedung pencakar langit dan wajah familiar.

Saat mereka sampai, mereka disambut oleh sanak saudara. Alina hanya diam sambil memegang baju ibunya.

ALINA (V.O)
Ah, sudahlah. Hanya liburan, kan?

CUT TO:

19. INT. RUMAH KAMPUNG HALAMAN (2005) - RUANG TAMU — PAGI

Alina memegang telepon tanpa kabel, menunggu sesuatu.

ALINA (V.O)
Satu hari berubah menjadi sepuluh hari. Sepuluh hari berubah menjadi seratus hari. Seratus hari berubah menjadi, entah. Pertanyaan macam kapan pulang, dan papa tidak datang? Sudah tidak berarti lagi. Sampai aku sudah menginjak sekolah dasar.

Bunyi telepon berdering.

ALINA (V.O)
Satu hari berubah menjadi permanen.
ALINA
Halo?
HASSAN
Alina, sayang?
ALINA
Kita kapan pulang?
HASSAN
Sebentar lagi. Secepatnya.
ALINA
Nanti kalau pulang, belikan meja belajar yang besar, ya.
HASSAN
Iya, dong. Semuanya sudah siap. Kamar masing-masing sudah ada.
ALINA
Buku?
HASSAN
Ada. Di setiap meja ada buku, tas sekolah, dan peralatan. Ada mainan juga.
ALINA
Aku mau HP.
HASSAN
Eh, anak kecil buat apa punya HP?
ALINA
Karena suka. Keren.
HASSAN
Iya, nanti kalau Alina pulang, semuanya pasti lengkap di meja belajarnya.
ALINA
Kapan kita pulang?
HASSAN
Secepatnya.
ALINA (V.O)
Suara ini mulai terdengar asing di telingaku.

Alina menggigit bibirnya. Dia hanya mengangguk, lalu mematikan telepon.

ALINA (V.O)

Mungkin konsep secepatnya untuk papa dan aku berbeda. Aku mengepak barang ke ransel sekolah kala itu. Lalu, aku tidur sambil memeluknya dengan hati berdegup kencang.

Alina memejamkan mata di kamar yang remang. Dia tidur bersama Amira dan Abian di kasur di tengah. Ibu mereka tidur di bawah dengan alas seadanya. Alina memeluk ranselnya kuat.

ALINA (V.O)
Apa besok akan naik pesawat terbang lagi?

Alina membuka matanya saat pagi tiba. Hening. Alina melihat ke sekeliling, semua orang sudah tidak ada di dalam kamar.

ALINA (V.O)
Aku pikir aku ketinggalan. Tapi tidak mungkin. Mama, Amira, dan Abian tidak mungkin melupakan aku begitu saja, kan?

Dengan wajah panik Alina lari keluar kamar. Dia ke ruang tamu dan melihat semuanya sedang makan pagi termasuk saudara yang lain.

ALINA (V.O)
Ternyata secepatnya bukan besok.

Terlihat Alina melakukan hal yang sama. Dia bangun lagi keesokan harinya sambil memeluk ransel.

ALINA (V.O)
Bukan besoknya juga.

Adegan terulang lagi.

ALINA (V.O)
Atau besoknya lagi.

Alina duduk di kasur dengan tatapan kosong sambil mengeluarkan semua bajunya dari ransel.

ALINA (V.O)
Secepatnya tidak pernah datang.

CUT TO:

20. EXT. RUMAH KAMPUNG HALAMAN (2005) - TERAS — PAGI

Alina sedang merengek di kaki ibunya. Sementara Farah sedang menyusui Abian dengan botol susu.

ALINA
Tapi Alina mau main!
FARAH
(membentak)
Alina diam saja di rumah!
ALINA
Alina mau ikut main! Kenapa Alina selalu nggak boleh main? Giliran Alina dengan teman sendiri nggak diijinin. Terus bolehnya apa?
FARAH
Alina, diam nggak! Jadi anak kok bawel sekali. Nangis terus kerjaannya. Rewel! Mama capek dengerin kamu nangis terus.
ALINA
Tapi nggak adil--
FARAH
Kalau kamu ikut, nanti siapa yang jagain? Nggak ada. Kak Amira kan main sama yang lain. Itu teman-teman barunya.
ALINA
Terus Alina?
FARAH
Alina, Alina, Alina terus. Egois banget kamu.

Farah meninggalkan Alina yang sendirian di depan pintu.

ALINA (V.O)
Memangnya salah ingin ikut main? Apa salah bagiku menginginkan sesuatu?

Alina membasuh air matanya.

ALINA (V.O)
Kala itu, aku benci. Dengki. Cemburu. Apa Kak Amira lebih hebat dariku? Apa dia lebih disayang?

Alina melihat ke arah dapur. Ibunya sedang menggendong Abian dengan senyum lebar. Sementara Alina duduk di lantai depan pintu, dengan air mata kering di pipi.

Hening.

ALINA (V.O)
Aku bertanya, apa mungkin sejak ini aku sering merasakan keheningan di dalam pikiran? Aku benci. Kapan secepatnya datang?

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar