Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cerita Ini Belum Berjudul
Suka
Favorit
Bagikan
7. Scene #31-35

31. INT. RUMAH KONTRAKAN BARU (2014) - KAMAR TIDUR — PAGI

Alina mengenakan seragam SMA. Dia sedang siap-siap. Amira sibuk di depan lemari, lalu mengeluarkan pakaian dari dalam.

AMIRA
Lin, pinjam leggings.
ALINA
Pinjam, ya. Balikin lagi.
AMIRA
Leggings doang.
ALINA
Iya, tapi kalau pinjam sering kelupaan. Digunain terus. Lama-kelamaan jadi hak milik.
AMIRA
Pelit banget, sih.
ALINA
Tapi kenyataan.

Alina melihat Amira mengikat rambut.

ALINA
Loh, itu bukannya ikat rambut aku?
AMIRA
Terus?
ALINA
Kenapa nggak bilang dulu kalau mau pakai?
AMIRA
Ikat rambut doang!
ALINA
Iya, tapi apa salahnya bilang dulu? Itu punya aku. Masalahnya, giliran aku yang pakai punya kakak, pasti kakak marahnya kayak aku orang jahat banget. Kakak nggak suka kan? Kalau aku mah semua dikasih, tapi asal bialng dulu.
AMIRA
Terserah.

Amira bersiap di depan cermin. Saat baju untuk ke kampusnya sudah rapih, dia berbalik badan dan melepas ikat rambut tadi. Amira melempar ikat rambut itu ke Alina.

AMIRA
Makan, nih.

Alina mendelik. Mereka berdua sama-sama keluar ke dapur. Farah melihat mereka berdua cemberut.

FARAH
Kenapa lagi sih pagi-pagi begini?
AMIRA
Itu. Perkara pinjam ikat rambut saja susah.

Alina menarik napas untuk sabar. Farah memberikan piring untuk mereka berdua.

ALINA
Bukan nggak boleh. Tapi, bisa kan bilang dulu sebelum main ambil. Apa salahnya?
AMIRA
Itu cuman ikat rambut!
ALINA
Iya, tapi ini punya aku--
FARAH
Lin, kami itu, ya! Selalu saja cari gara-gara. Ada saja yang dibuat. Hanya ikat rambut saja kakaknya tidak boleh pinjam?
ALINA
Boleh, tapi kenapa nggak bilang dulu? Minggu kemarin pas Alina sudah bilang mau pinjam kemeja kakak saja nggak boleh. Malah Alina yang dibilang nyusahin. Padahal Alina pinjam kemeja putih untuk kegiatan sekolah. Sekarang kakak pinjam leggings Alina, boleh kan? Alina nggak peduli. Semuanya punya Alina boleh dipinjam, dipakai, asal bilang dulu.
FARAH
Ah!

Farah mengibaskan tangan. Dia memberikan telur mata sapi ke piring Amira yang berisi nasi goreng.

FARAH

Berisik kamu pagi-pagi. Sudah, pergi saja sana ke sekolah. Nanti terlambat. Kakak, nanti mama belikan ikat rambut baru. Sekalian beli sepatu baru Abian. Sudah tidak muat katanya.
ALINA (V.O)
Selalu begitu. Saat aku mendapat kemenangan sedikit, yang lain dibela dengan cara lain. Makanan habis? Nanti mama belikan lagi. Rebutan barang? Nanti mama belikan lagi. Kalau giliranku, aku anak yang banyak mau.

Alina tidak jadi sarapan. Dia beranjak dan pergi dengan muka kesal.

CUT TO:

32. INT. AULA SEKOLAH (2014) — PAGI

Alina berdiri di antara barisan anak-anak lain di aula sekolah. Dia menyipitkan mata, kegerahan. Seorang gadis berbisik di sebelahnya.

GADIS SMA
Lin, kok masih belum ganti sepatu juga? Lama-lama disita. Nanti kena omel lagi. Itu rata-rata putih. Sudah naik kelas sebelas loh.

Alina mematai sepatunya yang lebih banyak warna putih.

ALINA
Ini bekas kakak-ku. Berarti harus beli sepatu baru lagi, Sa? Adikku yang akan dibelikan sepatu baru.

Gadis itu bernama RAISA. Dia teman dekat Alina.

RAISA
Kenapa tidak kamu?
ALINA
Aku harus mengalah. Biarlah, ikhlasin saja.
RAISA
Ikhlas itu bohong, kali Lin. Yang benar adalah terpaksa karena terbiasa.
ALINA
Kita lihat saja besok, aku dikasih beli sepatu baru atau tidak.

Alina tidak sengaja menatap laki-laki yang berdiri di tengah aula. Tangannya dilipat di depan dada. Orangnya terlihat dingin. Dia mengobservasi siswa-siswi yang berbaris. Di belakangnya, terdapat banner bertuliskan "PERSIAPAN ACARA FESTIVAL SEKOLAH".

ALINA (V.O)
Dia tampan. Sangat tampan.
ALINA
Itu siapa?

Raisa menoleh ke arah pandang Alina.

RAISA

Kak Wilson.
ALINA
Oh. Kok aku nggak pernah lihat?
RAISA
Dia yang jadi penanggung jawab festival kali ini, jadi sibuk ke mana-mana. Masa iya nggak tahu, sih? Terkenal loh. Popular. Lihat, semua mata memandang dia.

Cewek-cewek sibuk mencuri mata ke arah WILSON yang sedang membaca sebuah dokumen.

ALINA
Kak Wilson kelas berapa?
RAISA
Dua belas. Kenapa?
ALINA
Nggak.
RAISA
Suka, ya?
ALINA
Jangan ngaco.
RAISA
Jangan suka. Katanya dia jahat. Bukan jahat sih, tapi dingin. Orangnya nggak ramah. Jatuhnya seperti orang angkuh. Susah didekatin. Pokoknya tipe kulkas tiga puluh pintu. Lagian sebentar lagi lulus.
ALINA
Nggak perlu dijelasin.
RAISA
Cuman kasih tahu aja. Mata kamu sudah berkelip--

Raisa tertawa saat disenggol Alina kesal.

RAISA
Jangan lupa buat ID chat baru. Untuk kepanitiaan. Aku dengar, banyak hal nggak penting yang dibicarakan di grup-grup, nanti pasti cuman spam. Biar nggak perlu rajin dibuka.

Alina mengangguk saja, tapi matanya masih memandang Wilson yang mengatur barisan yang belum rapih.

ALINA (V.O)
Raisa terlambat. Karena saat itu, aku tidak setuju lagi dengan pemikiran dunia tidak sesederhana yang aku pikirkan.

Wilson memandang ke belakang, menyuruh yang lain berbaris lurus. Lalu, tanpa sengaja Wilson dan Alina saling bertatapan.

ALINA (V.O)
Dunia aku menjadi lebih kecil dan sederhana. Hanya setinggi 180 cm, dengan wajah datar, dan anak emas semesta.

CUT TO:

33. INT. RUMAH KONTRAKAN BARU (2014) - RUANG TAMU — PAGI

Farah menyapu di pintu depan. Di pagar, ada ojek motor yang menunggu.

FARAH
Alina, cepat! Nanti terlambat.

Alina keluar terburu-buru dari dalam kamar. Dasinya masih belum dipakai dengan benar. Rambutnya kusut.

FARAH
Setiap hari terlambat terus. Sudah dikasih ojek langganan, masih saja. Lihat kakakmu, dari dulu sampai sekarang naik angkot. Bangun dari pagi supaya tidak telat.
ALINA
Bukan salah Alina kan nggak ada angkot ke arah sekolah yang sekarang?
FARAH
Iya, tapi bersyukur. Itu ojeknya nunggu.

Farah ke dapur. Alina memakai sepatu. Farah kembali dan menyodorkan roti. Alina mengambilnya dengan mulut, tangannya sibuk memakai dasi.

FARAH
Mama sudah sampai siram air, masih nggak bangun. Kamu itu tidur atau apa sih? Kalau Kak Amira, dipanggil sekali langsung buka matanya.

Alina memutar dua matanya. Dia salim ke ibunya.

ALINA

Abian mana? Abian juga belum bangun.

Alina melahap semua roti ke dalam mulut.

FARAH
Abian itu kan anak laki-laki. Wajar. Lagian, si Bian sekolahnya dekat, cuman sepuluh menit.

Alina tidak menjawab. Dia hanya melangkah keluar. Farah ikut dari belakang.

FARAH
Uang jajan masih ada?
ALINA
Kenapa?
ALINA (V.O)
Sudah tidak ada.
FARAH
Papa belum punya uang, jadi nggak bisa kasih uang jajan.
ALINA
Kak Amira dapat?
FARAH
Kak Amira bangunnya pagi. Tadi ketemu papa sebelum pergi ke kerja. Jadinya dia minta. Siapa suruh kamu bangunnya telat terus?
ALINA (V.O)
Aku bahkan tidak punya tenaga untuk berargumen. Kalau memang mau kasih, kenapa tidak titipkan ke mama? Dan aku tidak punya niat untuk menjelaskan, tadi malam begadang karena mengerjakan data sekolah.

Alina membuka pagar. Si ojek menyalakan motor. Alina naik.

ALINA (V.O)
Bukan pertama kalinya aku tidak jajan saat jam istirahat.

CUT TO:

34. EXT. TAMAN SEKOLAH (2014) — SORE

Alina duduk di bangku taman dekat koridor sekolah. Dia melamun. Terdengar tawa dari siswa-siswi lain dekat koridor sekolah.

ALINA (V.O)
Dulu aku gadis naif. Dunia aku hanya berputar di senyum menawan dan wajah datar saja. Atensi aku hanya terarah di mana dia berdiri. Lalu, saat tersadar, aku akan berkata, ah dia sudah menyita tiga detikku lagi. Tapi tak lama aku bisa menyadarkan diri sendiri, walau masih sering terpesona, aku meyakinkan diriku sendiri kalau rasa suka ini bodoh, dan tidak mungkin orang sepertinya bisa suka padaku.
RAISA
Melamun lagi?

Alina terkejut. Raisa mendadak duduk di sebelahnya. Alina memegang dadanya kaget.

RAISA
Melamun kok di tengah taman? Nanti ada yang lewat, kesambet.
ALINA
Terus lebih enak melamun di mana?
RAISA
Nggak tahu. Tapi aku tahu isi lamunannya pasti doi.

Raisa mendorong pelan Alina dengan bahunya.

ALINA
(tersipu malu)
Nggak.
RAISA
Dia kelas dua belas loh. Sedikit lagi juga lulus. Nggak akan ketemu lagi.
ALINA
Apalah aku yang bisa memulai, tanpa bisa berhenti.

Mendadak suasana jadi hening. Alina dan Raisa menoleh bingung. Wilson berdiri di samping bangku mereka. Alina menelan ludah. Raisa langsung berdiri.

RAISA
Aku harus ke ruang musik. Ada paduan suara. Latihan. Pertemuan.

Alina ikut berdiri. Wajahnya bingung sekaligus panik. Dia mencoba menahan Raisa.

ALINA

Latihan apa pertemuan?
RAISA
Dua-duanya. Sampai ketemu pas pulang, ya!

Raisa pergi. Alina kebingungan.

WILSON
Alina?
ALINA
Iya?
WILSON
Saya butuh data pengeluaran klub kamu untuk acara festival nanti. Bisa?
ALINA
Oh, iya bisa, bisa. Tapi...nggak bisa.

Wilson mengangkat alisnya bingung.

ALINA
Maksudnya, bisa. Tapi nggak bisa sekarang. Apa butuh sekarang? Tadi pagi buru-buru dan datanya ketinggalan. Padalah sudah aku kerjakan kok! Tapi--
WILSON
Nggak masalah. Besok juga bisa.
ALINA
OK. Besok aku kasih ke ruang OSIS.
WILSON
Bisa minta ID chat?

Wilson memberikan HP miliknya.

ALINA
(kaget)
Hah?
WILSON
Bisa minta ID chat supaya bisa saya hubungi? Saya punya kontak bendahara semua klub kecuali kamu.

Alina mengangguk. Dia memasukkan ID chat miliknya. Dia berikan lagi HP Wilson. Laki-laki itu hanya mengangguk dan pergi.

ALINA (V.O)
Aku benar-benar suka. Aku. Alina. Suka padanya.

Alina mendongak ke atas, menatap langit sore yang indah.

ALINA (V.O)
Semesta, memangnya boleh ya anak biasa sepertiku ini, menyukai anak emas paling sempurna seperti dia?

CUT TO:

35. EXT. KORIDOR KELAS (2014) — PAGI

Alina sedang berjalan di koridor kelas dari ruang OSIS. Raisa mengejarnya dari belakang, merangkul leher Alina.

RAISA
Alina, bagaimana kemarin? Jadi?
ALINA
Jadi apanya?
RAISA
Wilson.
ALINA
Jangan ngaco. Apa yang harus terjadi di antara kita?
RAISA
Kita? Jadi sekarang sudah ada kita?

Raisa menyenggol lengan Alina sambil tertawa. Alina berdecak dan menghindar. Mereka berdua berjalan ke arah tangga naik.

ALINKA
Dia hanya minta data pengeluaran. Itu saja. Tadi juga orangnya nggak ada saat aku kumpulin data. Dia wakil ketua OSIS dan aku bendahara klub. Jauh.
RAISA
Cocok sih menurutku.

Alina lebih dulu naik tangga dengan cepat, tapi dia berhenti saat hampir menabrak orang. Wilson berdiri di tangga paling atas.

WILSON
Oh, sorry.

Alina kaget dan tidak menjawab. Dia malu di depan Wilson. Alina terpana.

WILSON
Alina?

Raisa berlari ke arah Alina sambil memukul lengannya.

RAISA
Lin!

Alina tersadar.

ALINA

Oh, iya, iya. Kenapa?
WILSON
Kamu seperti patung, saya pikir saya nggak sengaja menabrak keras. Kamu nggak apa-apa?
ALINA
Nggak apa-apa.
WILSON
OK--apa kamu sudah baca--
SISWI #1
Alinka!

Siswi itu bernama ELSA. Dia kakak kelas yang mengesalkan dan sombong. Seragamnya sudah dimodifikasi agar lebih bagus. Wajahnya penuh riasan.

ELSA

Aku ada tugas untuk kamu. Saat festival nanti, kita butuh buah-buah dan minuman gelas. Untuk hiasan meja juri saja saat lomba. Bisa?

Alina terlihat ragu. Matanya melirik Wilson dan Raisa bergantian. Raisa berkacak pinggang.

RAISA
Memangnya nggak ada orang lain? Alina kan bendahara, bukan seksi konsumsi.
ELSA
Semua orang sibuk. Lagian Alina kan gabut.
RAISA
(sewot)
Gabut apanya?
ELSA
Dia nggak punya kerjaan lain, kan? Kerjaannya cuman bikin proposal, laporan, dan data pengeluaran doang. Lagian ini cewek siapa, ya?

Elsa bertanya pada Alina sambil menunjuk Raisa. Raisa sudah mau protes, tapi ditahan Alina. Dia menghela napas ikhlas.

ALINA
OK.
WILSON
Kalau nggak bisa, nggak perlu dipaksa. Acara festival ini tujuan utamanya agar semua orang bisa enjoy. Cari pengalaman. Benar kata cewek ini, kalau Alina bukan seksi konsumsi, itu bukan kewajiban baginya.
RAISA
Raisa, Kak. Aku namanya Raisa.

Raisa mengulurkan tangan untuk kenalan dengan senyum konyol. Wilson menyalami dia dengan wajah heran. Raisa kesenangan.

ELSA
Kenapa nggak bisa? Hanya sebatas beli buah-buahan saja nggak bisa?
ALINA (V.O)
Secara teori tidak bisa. Aku harus pulang naik angkot, lalu sambung ojek agar bisa sampai rumah. Sampai dirumah bisa maghrib, dan semua pasar pasti tutup. Kami pun jarang makan buah segar, mana bisa menalangi dulu?

Alina mengedikkan bahu dan tidak melirik Wilson sama sekali. Dia malu.

ALINA
Akan aku kerjakan.
ELSA
Nah gitu dong. Eh iya, Wilson--

Alina menarik Raisa naik sampai ke tangga atas. Mereka mendengar Elsa bertanya pada Wilson.

ELSA
Kamu nanti pulangnya--
WILSON
Alina.

Alina berhenti. Tangannya masih menggandeng Raisa. Dia menoleh ke belakang.

WILSON
Kamu cukup bilang kalau tugasnya terlalu banyak, OK?

Alina hanya mengangguk. Dia pergi bersama Raisa.

RAISA
Kenapa harus menyanggupi, sih? Kamu sudah banyak tugas. Beberapa hari belakangan selalu tidur malam demi buat laporan.
ALINA
Sudahlah, ikhlasin saja. Aku malas argumen.
ALINA (V.O)
Segalanya akan lebih mudah jika mengalah pada keadaan. Lagipula, tidak ada juga yang akan membela aku.
RAISA
Sudah berapa kali aku bilang, ikhlas itu bohong, yang ada--
ALINA
(memotong Raisa)
Terpaksa karena terbiasa.

Alina terkekeh. Raisa cemberut.

ALINA (V.O)
Aku ingin bilang kalau tidak semudah itu. Tidak semudah dia yang punya orang tua kaya, dan hanya satu adik penurut. Baik. Tidak semudah dia yang tidak pernah harus kesusahan dalam urusan materi, atau mengalah karena terjebak di tengah.

Kita melihat Alina dan Raisa masuk kelas. Alina duduk termangu.

ALINA (V.O)
Aku harap keadaan di rumah sedang tidak rumit.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar