Jangan Ganggu Mbah Kung di Bulan Oktober
Ferry Herlambang
Momen paling menarik saat baca novel ini, adalah ketika potongan tombak itu akhirnya bertemu dalam suasana Gestok, pertemuan yang justru ujungnya jadi pertarungan sesama pewaris keluarga. Buat saya, ini jadi gambaran kalau warisan bisa menjadi tragedi pengkhianatan dan trauma sejarah yang berulang.
Penulis juara kompetisi tahun lalu ini, meramunya dengan apik. Tema konflik identitas, layaknya membaca Bumi Manusia karya eyang Pram, begitu menggambarkan bagaimana tragedi sejarah memengaruhi kondisi manusia, memperlihatkan bahwa masa lalu yang berulang hanya menghasilkan luka baru, seolah hidup dalam kutukan sejarah itu memang tidak bisa dihindari. Bagi saya pribadi, pandangan kritis pada budaya kolektivisme di tulisan ini, mengingatkan saya pada kritiknya Pram, kalau masyarakat, yang hidup di masa kolonialisme, bahkan dalam ideologi politik yang represif, bisa sangat... sangat menindas kebebasan. Sepertinya akan kembali ke tangan juri yang sama. Semoga.