Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
"Ibuku hatinya lembut. Duplikat hatinya ada di balik dadaku ini. Hanya aku, karena bahkan adikku pun tak selembut itu. Ibuku mengajari aku arti welas asih. Ibuku mengajari aku untuk menyediakan diri bagi orang yang membutuhkan. Tetapi . . . aku juga mewarisi sikap keras Bapakku. Kamu sudah melihatnya saat kutonjok keras rahang Pak Gunadi tadi."
Ini adalah sebuah ladang pertempuran tak berimbang, di mana sekumpulan orang melakukan persekusi terhadap anak-anak tak berdaya. Wira membebaskan dirinya masuk ke gelanggang, sebuah tempat tak ramah yang didiami anak-anak itu. Tempat dengan tanah tandus merekah dan pohon-pohon meranggas, serta orang jahat berjejal menabur racun ke tanah di mana anak-anak itu tinggal.
Ini adalah kisah Wira, juru parkir dari Solo yang berusaha menyelamatkan belasan anak penderita HIV/AIDS di berbagai daerah dari persekusi dan diskriminasi, serta menyemai harapan hidup yang lebih baik bagi mereka dengan menampung mereka di sebuah shelter.
Rasa penasaran saya ternyata lebih besar dari ketakutan saya utk membaca novel ini, sehingga akhirnya saya sanggup menyelesaikan proyek membaca Tabu di Tanah Tuba sampai bab terakhir. Ya, di 3 bab pertama, saya memang takut. Atau lebih tepatnya, tak sampai hati membaca kisah pilu bocah-bocah yang tertolak hanya karena mengidap HIV. Namun, tak dipungkiri, mereka memang ada. Nyata. Dan tak pantas diabaikan begitu saja.
Baik, tantangan bagi setiap penulis dalam menulis cerita adalah menciptakan tokoh dengan karakter yang kuat. Dalam hal ini, Mas Ariyanto-menurut saya-berhasil membuat Wira menjadi tokoh yang sulit dilupakan. Karakternya begitu menonjol, tetapi tidak berlebihan (seperti halnya manusia, karakter Wira tidak 100% sempurna. Ada sisi kelemahannya). Didukung pula dengan plot cerita yang sederhana, tetapi dibenturkan dengan konflik yang lebih dari sekadar biasa. Over all, ini adalah contoh novel yang menginspirasi. Good luck kak Ariyanto.
Emosinya dapat. Anak-anak yang dihakimi membuat saya sakit hati. Ingin ikut membela, tapi apalah daya saya tidak termasuk di cerita (bercandyaaaa ... ) Saya mendukung setiap cerita yang mengusung tema kemanusiaan. Semoga penulis dapat menebarkan kebaikan lewat pembacanya. Semoga berhasil ya, Kak Ari ...
There's a big, big hard sun, beating on the big people in the big hard world .... Begitu yang dinyanyikan Eddie Veeder, dan menurutku relevan dengan cerita ini. Memaparkan bagaimana hidup menempa jiwa-jiwa besar, seperti terik mentari menempa bumi dan penghuninya. Dengan penuturan yang ramah dan akrab, cerita ini memperdalam makna tenggang rasa dan perjuangan hidup. Welldone, mas!
Sebagai seorang mantan jurnalis, penulis ini handal meramu isu sosial ke dalam bentuk karya fiksi. Kisah dan perjuangan Wira sebagai juru parkir dari Solo, sungguh menggugah. Tekadnya menyelamatkan anak-anak penderita HIV/AIDS dari cengkeraman diskriminasi dan persekusi, memang sangat berani. Di dunia yang keras ini, memang sungguh tidak adil, kalau anak-anak yang tidak bersalah menjadi korban stigma masyarakat. Novel karya penulis ini, sekali lagi, seperti kisah lainnya yang selalu disorot oleh juri kompetisi, dapat menggugah empati dan seolah memberi garis tebal, kalau welas asih dan keberanian melawan ketidakadilan itu sangat dibutuhkan. Respek!
Mas Ariy ini paling pandai kalau bikin cerita yang menggugah emosi. Jago benar membuat cerita-cerita yang memancing empati pembaca seperti Tabu di Tanah Tuba. Narasinya lancar dan gambaran kisahnya lebih mendalam dari reportase mendalam.