Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Bersumber dari berbagai media masa, sejak tahun 2020, Kota Bandung dan sekitarnya disinggahi gerombolan monyet liar. Gerombolan yang tidak sedikit dan tersebar di berbagai lokasi. Penampakan terakhir yang dilansir media daring sejak ditulis cerita ini adalah pada tanggal 24 Maret 2024 di daerah Soreang Kabupaten Bandung. Gerombolan monyet juga tampak di kawasan Summarecon Mall, Gedebage, Kota Bandung pada tanggal 21 Maret 2024. Tentu bukan gerombolan yang sama, mengingat jarak yang jauh (sekitar 28 km) dan waktu yang singkat (3 hari). Jumlah masing-masing mereka pun tidak sedikit. Perlu koordinasi dan navigasi yang hebat untuk ukuran monyet jika mereka adalah gerombolan yang sama. Tapi jikapun berbeda, mungkinkah berasal dari tempat dan sebab yang sama?
Apa yang sebenarnya membuat mereka keluar hutan?
Asumsi-asumsi umum tentunya hanya berputar di teori habitat mereka yang rusak sehingga mereka kesulitan mencari makan. Tapi tentu saja tidak menutup kemungkinan teori-teori lain yang bisa lebih menjelaskan fenomena gerombolan monyet liar itu berurbanisasi ria, benar, bukan?
Cerita ini adalah salah satu dari teori itu.
Lepas dari logis atau tidak, setidaknya pendekatan yang lebih menghibur akan lebih berkesan daripada pendekatan teoritis. Atau lebih dari itu ... logis atau tidak, setidaknya bisa memberi sudut pandang lain karena sebenarnya, manusia itu tidak bisa mengemban terlalu banyak kenyataan.
"Humankind can not bear very much reality." Begitu kata T. S. Eliot.
Tulis ulasan buat sendiri ah .... 😂 tapi jujur ya, menulis cerita ini memang terkesan main-main, terlebih catut berita soal berkeliarannya monyet liar di kota Bandung lalu dipadu dengan alur waktu pandemi yang berdekatan, membuat pilihan Pov dari sosok monyet tak biasa menjadi pilihan yang mengasikkan. Namun, tidak juga bisa dikatakan tidak serius, karena tiap penulis tentu punya kegelisahan masing-masing yang ingin disampaikan. Jadi, jika monyet hanya sebuah taktik penyampain cerita, aku tidak bisa menyangkalnya, namun dari lubuk hati terdalam bisa jadi kata-kata Elivis dalam Jailhouse Rock ini cukup relevan, "This ain't tactic, honey. It's just the beast in me."
Membaca ini sensasinya mirip kayak Planet of The Apes. Ketika sosok monyet mengembara melintasi kota dan mencoba mencerna hal-hal yang dilihatnya dari kacamatanya. Konflik dengan manusia diceritakan dengan baik, terutama ketika pergeseran dari waktu terjadi pandemi hingga pandemi selesai. Mau tidak mau bikin merenung, jangan-jangan biang kerok segala persoalan di dunia adalah manusia. Apakah sebaiknya manusia tidak usah ada saja? Saya tebak, cerita ini sepertinya inspired by berita monyet-monyet menyerbu Bandung beberapa waktu lalu. Di akhir cerita, satu pertanyaan menggelitik, sebenarnya makhluk apakah si 4K4N6 itu? 🤔
Ninggal jejak dulu, 10 bab sudah kubaca. Sudut pandang novel ini menarik, dari kacamata seekor monyet yang pintar. Kubayangkan monyet itu membeli sebuah akuarium dengan banyak ikan di dalamnya. Dan manusia-manusia di sekitarnya adalah ikan-ikan itu.
Penulis selalu berkisah tentang hal-hal menarik, dari sudut pandang yang tak lazim. Kali ini, ia menulis dari sudut pandang seekor monyet, yang kisahnya menarik dan menyegarkan, tentang gerombolan monyet liar yang mendadak berkeliaran di kota Bandung dan sekitarnya. Fenomena ini memicu pertanyaan: apa yang sebenarnya membuat mereka meninggalkan hutan dan "berurbanisasi"? Dengan mengusung pendekatan yang ringan dan menghibur, naskah ini membawa kita pada spekulasi yang melampaui teori habitat rusak dan krisis pangan. Sebuah cerita yang memungkinkan para monyet "bercerita" dan memberikan perspektif lain tentang realitas manusia, mengingatkan kita pada kutipan T.S. Eliot, "Humankind cannot bear very much reality." Buat saya, tulisan ini menawarkan pengalaman bacaan yang unik, selain juga satir, yang pasti tulisan ini sangat reflektif. Keren Bang Penulis!
Secara keseluruhan ceritanya sangat menarik menggnakan sudut pandang hewan. Sindiran literasi untuk manusia juga dapat. Setelah baca novel ini, ternyata hewan lebih memiliki hati daripada manusia. Tak pernah gagal dalam diksi dan merangkai literasi. Sukses selalu. SEmoga keberuntungan berpihak untuk novel ini dan dipinang PH untuk dijadikan Film pasti seru.